15 Desember 2024
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu, M.Th
15 Desember 2024
Saudaraku,
Salah satu tanda hubungan antara Allah dengan manusia di zaman Perjanjian Baru adalah kehadiran Allah yang berkenan hadir dan berinteraksi secara pribadi dan terus-menerus dengan manusia.
Inilah sebabnya Yesus disebut Imanuel, yang berarti "Tuhan beserta kita." Kata Imanuel berasal dari bahasa Ibrani, terdiri dari dua suku kata: imanu dan el. Imanu berarti bersama-sama, dengan, atau beserta, sedangkan el adalah bentuk tunggal dari Elohim atau Allah. Jadi, Imanuel berarti "Allah beserta kita," sebuah gelar yang diberikan kepada Yesus, Sang Juruselamat dunia.
Bayangkan, Allah yang Mahabesar—yang memiliki seluruh semesta dan kekuasaan-Nya dari kekal hingga kekal—berkenan hadir dan berinteraksi secara pribadi dengan manusia. Ini adalah anugerah dan kehormatan yang tidak ternilai harganya, suatu kebaikan luar biasa yang Allah limpahkan kepada kita.
Namun, ada makna yang lebih dalam dari gelar Imanuel. Kehadiran Allah di tengah manusia bukan sekadar untuk menolong mereka mengatasi masalah duniawi, tetapi lebih dari itu—untuk menyertai manusia dalam pergumulan hidup yang berhubungan dengan keselamatan. Allah ingin mengubah manusia agar kembali seperti rancangan-Nya semula: segambar dan serupa dengan Anak-Nya yang telah menyerahkan diri-Nya untuk menebus kita dari hukuman kekal.
Penyertaan Tuhan: Lebih dari Sekadar Pemenuhan Kebutuhan Duniawi
Sayangnya, penyertaan Tuhan sering kali hanya dipahami sebatas kehadiran-Nya untuk menolong mengatasi masalah-masalah seperti kebutuhan jasmani, rumah tangga, penyakit, dan kesulitan hidup lainnya. Tidak banyak orang yang menyadari bahwa maksud utama penyertaan Tuhan adalah untuk membimbing dan mengubah hidup mereka agar menjadi seperti yang Tuhan kehendaki.
Kesalahpahaman ini dapat membuat orang percaya gagal merespons didikan dan pembentukan Tuhan dengan benar. Ketika seseorang hanya melihat penyertaan Tuhan sebagai solusi masalah duniawi, mereka cenderung tidak menyadari bahwa Allah sebenarnya sedang mendidik mereka melalui setiap peristiwa yang terjadi. Padahal, tujuan utama penyertaan Tuhan adalah untuk membimbing kita menjadi manusia yang sesuai dengan kehendak-Nya.
Panggilan Umat Pilihan: Berubah Sesuai Kehendak Allah
Sebagai orang percaya yang hidup di zaman Perjanjian Baru, kita adalah umat pilihan Allah. Namun, status sebagai umat pilihan bukanlah akhir, melainkan awal dari proses perubahan. Allah memilih kita agar kita diubahkan menjadi manusia seperti rencana awal-Nya—seperti Adam sebelum jatuh ke dalam dosa.
Oleh karena itu, kita tidak boleh puas hanya dengan status sebagai umat pilihan tanpa mengalami proses perubahan. Kita harus memahami maksud Allah menyertai hidup kita: untuk mendidik, membentuk, dan mengubah kita agar layak sebagai umat pilihan-Nya.
Manusia yang Tuhan kehendaki adalah manusia seperti Yesus Kristus ketika Ia hidup dalam tubuh daging di dunia ini. Kehidupan Yesus adalah teladan kehidupan yang Allah inginkan dari setiap orang percaya. Inti pemberitaan Injil adalah satu: agar setiap orang percaya diubahkan menjadi manusia seperti Yesus Kristus.
Teladan Jemaat Mula-Mula
Ketika kita melihat kehidupan jemaat mula-mula, kita mendapati bahwa mereka menerima Firman yang sederhana: berita tentang Kristus yang disalibkan. Saat mereka terus-menerus mendengar berita ini, mereka mulai menghayati pengorbanan Yesus yang mulia. Penghayatan ini membangkitkan respons yang tulus dalam diri mereka, hingga mereka rela mengikuti Tuhan Yesus dengan segala konsekuensinya—bahkan jika itu berarti menyerahkan nyawa mereka.
Penutup
Jadi, panggilan kita sebagai umat pilihan adalah untuk terus mengalami penyertaan Tuhan yang membentuk dan mengubah hidup kita. Tuhan Yesus adalah teladan sempurna bagi kehidupan yang Allah kehendaki. Ketika kita mengikuti teladan-Nya, kita tidak hanya menerima anugerah keselamatan, tetapi juga memenuhi tujuan hidup kita: menjadi manusia seperti yang Allah rancang sejak semula.
Amin.
08 Desember 2024
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu, M.Th
8 Desember 2024
Saudaraku,
Tuhan Yesus Kristus, Allah Anak, tampil di dunia mewakili Bapa di surga sebagai kekasih bagi manusia. Ketika kita membangun hubungan dengan Tuhan Yesus sebagai kekasih kita, Dia akan membawa kita ke dalam hubungan yang eksklusif dengan Bapa. Hubungan ini mirip dengan bagaimana kita terhubung dengan teman dari sahabat kita—begitu bertemu, langsung terasa nyambung. Demikian juga dengan hubungan kita dengan Bapa di surga melalui Tuhan Yesus.
Namun, jika seseorang tidak membangun hubungan dengan Tuhan Yesus selama hidup di bumi, maka ia tidak akan memiliki hubungan eksklusif dengan-Nya untuk selamanya. Firman Tuhan berkata: “Barangsiapa tidak memiliki Anak, ia juga tidak memiliki Bapa.” Karena itu, sebagai umat pilihan, kita harus sepenuhnya bergantung pada Tuhan dan menjalin hubungan yang erat dengan-Nya. Tuhan Yesus yang berjanji menyertai kita sampai akhir zaman harus menjadi pribadi yang nyata dalam hidup kita.
Kita perlu berani berkata seperti pemazmur: “Aku tidak mengingini apapun dan siapapun selain Engkau, Tuhan.” Dan Tuhan, yang lebih mengenal kita daripada kita mengenal diri sendiri, tahu apakah hati kita sungguh-sungguh menginginkan-Nya. Terkadang, kita merasa telah menyerahkan segalanya kepada Tuhan, namun masih ada bagian yang belum sepenuhnya kita serahkan, meski kita tidak menyadarinya. Melalui perjalanan waktu, Tuhan akan menunjukkan kepada kita bagian-bagian tersebut.
Hubungan kita dengan Tuhan seringkali melalui siklus—ada saat di mana kita merasa begitu dekat dengan-Nya, namun ada pula saat di mana kita merasa Tuhan seolah-olah jauh. Proses ini adalah bagian dari pembentukan yang Tuhan kerjakan dalam hidup kita.
Yakobus 4:5 berkata: “Janganlah kamu menyangka bahwa Kitab Suci tanpa alasan berkata: Roh yang ditempatkan Allah dalam diri kita diingini-Nya dengan cemburu.” Ayat ini dengan jelas menunjukkan bahwa hidup kita adalah milik Tuhan. Karena itu, kita perlu melatih diri melalui pilihan-pilihan yang kita buat, agar pada akhirnya kita sepenuhnya dimiliki oleh Tuhan.
Setiap kita istimewa di mata Tuhan. Tuhan memiliki kurikulum khusus untuk mendewasakan kita melalui berbagai peristiwa hidup. Jika kita belajar memperhatikan setiap peristiwa tersebut, kita akan menangkap bagaimana Tuhan bekerja dan melawat hidup kita. Proses inilah yang membawa kita semakin intim dengan Tuhan.
Bayangkan seorang mahasiswa yang belajar langsung dari dosennya. Ketika diajar secara pribadi, hubungan yang terjalin menjadi lebih dekat dan penuh makna. Demikian pula hubungan kita dengan Tuhan—melalui keintiman ini, Tuhan membimbing kita menuju kedewasaan rohani. Ketika kita telah dewasa, Tuhan akan mempercayakan kita dengan pekerjaan-Nya, masing-masing memiliki tugas spesifik yang bersifat istimewa dan konfidensial.
Saat kita setia menjalankan tugas tersebut, ikatan emosional antara kita dan Tuhan semakin dalam. Namun, tidak banyak orang yang mencapai tingkat ini. Karena itu, temukan bagian hidup Anda yang Tuhan ingin Anda penuhi—bagian yang hanya diketahui oleh Anda dan Tuhan. Di sinilah kita menyadari bahwa Tuhan menginginkan hubungan yang eksklusif dengan kita.
Tetapi jika hati kita tidak haus akan Dia, kita tidak akan peduli dengan hal-hal ini. Kiranya kita semua memiliki hati yang rindu kepada Tuhan, sehingga hubungan kita dengan-Nya semakin erat dan bermakna.
Amin.
24 November 2024
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu, M.Th
24 November 2024
Saudaraku yang terkasih,
Dalam Alkitab, kita menemukan banyak tokoh iman yang menjalani hidup dengan pengalaman nyata bersama Tuhan. Dari perjalanan hidup mereka, kita dapat belajar dan menarik hikmah untuk diterapkan dalam kehidupan kita hari ini. Tuhan yang memimpin mereka adalah Tuhan yang sama yang akan memimpin kita, asalkan kita memiliki iman yang teguh seperti mereka.
Kita belajar dari Abraham, yang taat kepada Allah hingga rela mempersembahkan anaknya yang tunggal. Yusuf tetap setia meskipun diperlakukan tidak adil—dibuang oleh saudara-saudaranya dan difitnah oleh istri tuannya. Maria, dengan iman besar, menerima panggilan untuk mengandung Mesias, meski risiko sosialnya sangat besar. Paulus begitu radikal melayani Tuhan hingga ia tidak memedulikan keselamatannya sendiri.
Kisah-kisah ini relevan dengan kehidupan kita. Meskipun zaman berbeda, banyak tantangan yang kita hadapi mirip dengan mereka. Karena itu, kita diajak untuk meneladani iman mereka: tetap percaya dan berjalan bersama Tuhan di tengah badai kehidupan.
Alkitab mengajarkan pentingnya merenungkan Firman Tuhan siang dan malam. Ini bukan sekadar membaca, tetapi menjadikan Firman Tuhan dasar hidup sehari-hari. Dalam setiap peristiwa, Tuhan berbicara kepada kita, mengajarkan kebijaksanaan dan menguatkan iman.
Hidup sejati adalah hidup yang tidak terpisah dari Allah. Ketika kita dekat dengan-Nya, kita akan merasakan penyertaan dan pimpinan-Nya, sebagaimana yang dialami tokoh-tokoh iman. Para penulis Alkitab tidak mencoba membuktikan keberadaan Tuhan karena mereka telah mengalami-Nya secara nyata. Bagi mereka, Tuhan adalah realitas, bukan sekadar konsep.
Kita juga dipanggil untuk memiliki pengalaman nyata bersama Tuhan. Hubungan pribadi ini terbuka bagi siapa saja, tanpa memandang status atau profesi. Namun, dunia yang semakin fasik membuat banyak orang mengabaikan Tuhan. Mereka mungkin rajin beribadah, tetapi gaya hidup mereka tidak mencerminkan iman yang sejati. Sebaliknya, jika kita memiliki hubungan yang intim dengan Tuhan, setiap tindakan, ucapan, dan pikiran kita akan selalu mempertimbangkan apakah hal itu menyenangkan hati-Nya.
Contoh nyata adalah Yusuf. Ketika digoda oleh istri Potifar, ia berkata, “Bagaimana mungkin aku melakukan kejahatan yang besar ini dan berbuat dosa terhadap Allah?” (Kejadian 39:9b). Meski hidupnya sering kali terlihat seperti "yoyo," naik dan turun, Yusuf tetap setia. Ia dianiaya, dijual, difitnah, bahkan dipenjara, tetapi ia tidak menyerah pada godaan dosa.
Kesetiaannya membawa Yusuf pada rencana Tuhan yang lebih besar. Ia menjadi alat untuk menyelamatkan bangsa Mesir dan keluarganya dari kelaparan. Jika Yusuf menyerah di tengah jalan, ia tidak akan dipakai Tuhan untuk tujuan-Nya yang mulia.
Hidup kita mungkin memiliki tantangan serupa. Kita bisa merasa Tuhan seolah diam terhadap masalah kita. Namun, yang penting adalah menjaga hati kita tetap teguh, tidak pahit, dan terus melakukan kehendak-Nya.
Jika kita tetap setia, Tuhan akan memakai hidup kita untuk rencana-Nya yang besar.
Amin.
10 November 2024
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
10 November 2024
Saudaraku,
Tidak ada hal yang lebih besar dan mulia yang bisa kita raih selain memahami dan melakukan kehendak Tuhan hingga hidup kita berubah menjadi seperti yang Tuhan kehendaki. Ketika kita semakin mengerti dan melaksanakan kehendak-Nya, hidup kita dapat dinikmati oleh Tuhan dan menjadi berkat bagi orang lain. Dengan demikian, apa pun yang kita lakukan akan dikenang, dan hidup kita menjadi inspirasi bagi banyak orang. Saat waktu hidup kita berakhir, kita akan dimuliakan bersama Tuhan. Inilah kehidupan yang agung dan mulia, melebihi segala hal lainnya.
Oleh karena itu, kekristenan yang kita jalani adalah perjuangan untuk mengubah cara berpikir agar kita dapat memahami dan melaksanakan kehendak Tuhan. Dalam perjuangan ini, cara berpikir dan motivasi kita dalam menjalani hidup menjadi berbeda dari kebanyakan orang, karena kita benar-benar memahami bahwa kita adalah anak dari Allah yang menciptakan jagad raya dan alam semesta. Kesadaran yang semakin dalam bahwa kita adalah anak Allah yang Mahabesar hanya dapat tumbuh ketika kita berjuang untuk memahami dan melakukan kehendak-Nya dalam hidup kita.
Berjuang untuk memahami dan melakukan kehendak Tuhan sama artinya dengan menemukan Tuhan. Semakin kita menemukan Tuhan, semakin kita menyadari bahwa kita adalah anak dari Allah yang Maha Kuasa. Kesadaran bahwa kita adalah anak Allah bukan hanya perlu dibangun di atas pemahaman, tetapi harus dihayati hingga menjadi kesadaran yang kuat bahwa kita adalah anak dari pribadi agung yang memiliki seluruh alam semesta. Betapa luar biasanya jika kita benar-benar dapat menghayati bahwa kita adalah anak dari Allah yang memiliki segala kuasa, kemuliaan, dan kerajaan yang tak terbatas. Namun, menghayati hal ini dengan konsisten bukanlah hal yang mudah.
Orang yang menemukan Tuhan tidak takut menghadapi apa pun, kecuali satu hal—takut menyakiti hati Tuhan dan berbuat dosa terhadap-Nya. Meski kita belum pernah melihat-Nya, melalui pengalaman berjalan bersama Tuhan, kita memiliki kesaksian batin betapa agung dan mulianya Tuhan. Hal inilah yang membuat kita menghormati-Nya dan tidak ingin menyakiti hati-Nya. Maka, kita perlu berjuang dengan tekun dan sungguh-sungguh untuk menemukan Tuhan, baik melalui doa pribadi, kebenaran yang kita pelajari dan renungkan, maupun melalui setiap peristiwa dalam hidup yang kita alami.
Meski kadang terasa seperti kita hanya berbicara kepada angin atau mengucapkan kalimat yang berputar-putar dalam ruang doa kita, jika kita tetap tekun mencari dan menemukan Tuhan, Dia pasti akan memberikan diri-Nya untuk kita temui dalam doa kita. Begitu pula, meskipun kita belum sepenuhnya memahami kebenaran, jika kita tekun belajar, pada suatu titik tertentu Tuhan akan menyatakan diri-Nya melalui kebenaran yang kita pelajari. Sama halnya dalam setiap peristiwa yang kita alami; jika fokus hidup kita tertuju pada Tuhan, kita dapat melihat kehadiran-Nya dalam setiap peristiwa. Tanpa ketekunan, tidak mungkin kita dapat menemukan Tuhan. Namun, jika kita bertekun, seiring waktu, kita akan memiliki kesaksian batin bahwa Tuhan menyertai, menuntun, dan mengarahkan hidup kita agar kita semakin menjadi pribadi seperti yang diinginkan-Nya.
Amin.
03 November 2024
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
3 November 2024
Saudaraku,
Jika hari-hari ini kita memutuskan untuk mengisi sisa hidup kita dengan berjuang hidup sesuai kehendak Tuhan, dan keputusan itu dianggap bodoh atau sekadar mencari sensasi, biarlah. Di kekekalan nanti, akan terbukti bahwa pilihan kita memang benar. Meski hari ini kita belum dapat melihat buktinya, suatu hari nanti kita akan tahu dengan pasti bahwa jerih payah kita tidak sia-sia.
Contohnya, keputusan Abraham dahulu mungkin dianggap bodoh. Sejak meninggalkan kota kelahirannya, ia menghadapi ketidaknyamanan dan berbagai kesulitan. Semua itu ia jalani tanpa bisa membuktikan saat itu bahwa keputusannya benar. Tetapi hari ini, kita tahu hasilnya: ia mendapat gelar sebagai "Bapa Orang Beriman" dan "Sahabat Allah." Lebih dari itu, ia dimuliakan bersama Allah untuk selamanya.
Jika hari ini Anda memutuskan untuk menjalani hidup yang menyukakan hati Tuhan, mungkin hidup Anda terasa lebih berat. Tetaplah teguh dengan keputusan Anda, karena suatu hari nanti kita akan melihat bahwa perjuangan kita bersama Tuhan tidak akan sia-sia. Jadi, teruslah berjuang mengerjakan keselamatan dengan takut dan gentar. Jangan menyerah karena tekanan masalah, godaan dosa, atau kekecewaan karena keadaan yang tak sesuai harapan.
Cobalah untuk tenang sejenak, dan berterimakasih kepada Tuhan atas setiap keadaan yang Anda alami. Semua itu diizinkan-Nya untuk kebaikan kita pada akhirnya, karena jika kita meresponinya dengan benar, maka iman kita akan semakin kuat. Setiap tahap kehidupan yang kita lalui telah membentuk kita menjadi seperti sekarang. Selama masih ada napas kehidupan, kita harus terus maju agar mencapai garis akhir yang Tuhan tetapkan.
Bersyukurlah untuk setiap pengalaman yang membentuk Anda, meskipun awalnya mungkin terasa sakit dan berat, bahkan melibatkan jatuh bangun. Luar biasanya, Bapa di surga tetap sabar menuntun kita hingga kita bisa menjadi diri kita yang sekarang. Jika kita terus belajar mengarahkan hati kepada Tuhan dan berjuang untuk memperbaiki diri, kita akan sampai di pelabuhan akhir hidup kita. Di sana kita akan tahu bahwa jerih lelah kita bersama Tuhan tidak sia-sia.
Kita harus memiliki keinginan yang kuat untuk berubah menjadi seperti yang Tuhan inginkan. Hanya dengan keinginan yang kuat ini, kita tidak akan ceroboh dalam menjalani hidup. Semakin besar hasrat kita untuk berubah sesuai kehendak Tuhan, semakin berhati-hatilah kita menjalani hidup. Kita akan mengalami perubahan, menjadi pribadi dengan karakter yang makin agung. Kehidupan seperti inilah yang seharusnya kita perjuangkan, karena jika kita menyebut Allah yang Maha Agung dan Mulia sebagai Bapa, maka hidup kita harus mencerminkan pribadi Bapa.
Hidup yang agung adalah hidup yang diperagakan oleh Putra Tunggal Bapa, yaitu Tuhan kita Yesus Kristus. Jadi, konsekuensi dari memanggil Allah sebagai Bapa adalah hidup seperti yang Bapa inginkan. Seperti tertulis dalam 1 Petrus 1:17: “Dan jika kamu menyebut-Nya Bapa, yaitu Dia yang tanpa memandang muka menghakimi semua orang menurut perbuatannya, maka hendaklah kamu hidup dalam ketakutan selama kamu menumpang di dunia ini.”
Dengan memanggil Allah yang Maha Besar dan Mulia sebagai Bapa, kita harus menyadari bahwa Ia tidak hanya mendengar ucapan dari mulut kita, tetapi juga melihat setiap perbuatan kita. Pemahaman akan kebenaran ini seharusnya mendorong kita untuk serius berjuang, terus-menerus mengoreksi dan memperbaiki diri, agar kita layak menyebut Allah semesta alam sebagai Bapa.
Amin.
27 Oktober 2024
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
27 Oktober 2024
Saudaraku,
Dengan membangun kesadaran yang semakin konsisten bahwa hidup kita di dunia ini sangat singkat dan menentukan kehidupan kekal nanti, kita akan semakin berhati-hati dalam menjalani hidup. Kita akan mengisi bejana renungan kita dengan hal-hal yang berkualitas, bahkan bernilai kekal. Banyak pikiran melintas dan lalu lalang dalam pikiran dan hati kita. Sering kali kita tidak bisa menghalangi datangnya, karena dari apa yang kita lihat dan dengar, terbentuk bayangan visual dalam pikiran kita. Namun, kita dapat mengusirnya. Kita tidak harus menerima pikiran tersebut sebagai tamu dalam bejana renungan dan pikiran kita. Sebab jika kita menerimanya, pikiran itu akan mengkristal dalam tindakan dan perbuatan kita. Karena itu, kita harus segera menghalaunya.
Setiap kata yang kita ucapkan, setiap tindakan dan perbuatan yang kita lakukan, harus benar-benar kita perhatikan, dimulai dari hal-hal kecil dan sederhana. Wahyu 14:13 berkata, "Berbahagialah orang-orang yang mati dalam Tuhan sejak sekarang ini. Sungguh, kata Roh, supaya mereka boleh beristirahat dari jerih lelah mereka, karena segala perbuatan mereka menyertai mereka." Kita harus sadar bahwa perbuatan kita akan menyertai kita. Jika kita melakukan segala sesuatu sesuai dengan kehendak Tuhan, maka kita akan menikmati hasil dari perbuatan tersebut, sehingga kita akan termasuk dalam orang-orang yang berbahagia.
Sebentar lagi, kita akan menyelesaikan lembaran hari yang kita jalani saat ini, dan besok kita akan menerima lembar kanvas baru. Cara kita mengisi setiap lembar kanvas yang kita terima setiap hari akan dikumpulkan dan diarsipkan dalam kekekalan. Jika kita mengisi lembaran kanvas tersebut dengan hal-hal yang mulia dan menyenangkan hati Tuhan, maka kanvas tersebut akan diarsipkan dalam Kerajaan Sorga. Sebaliknya, jika kita mengisi lembar kanvas dengan hal-hal yang tidak berkenan dan hanya memuaskan kesenangan diri, maka lembaran tersebut akan diarsipkan dalam kerajaan kegelapan. Dengan demikian, semua yang pernah kita lakukan selama hidup di dunia ini akan dikenang untuk selamanya, baik dalam Kerajaan Sorga maupun dalam kerajaan kegelapan. Oleh karena itu, betapa berharganya satu hari yang diberikan kepada kita. Jika Tuhan masih memberi kita kesempatan untuk melanjutkan perjalanan hidup ini, artinya kita harus mengisi lembar demi lembar kanvas yang kita terima dengan hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan kekal kita nanti.
Saya sempat merenungkan, jika seseorang terbaring di rumah sakit dalam waktu yang cukup lama dan tidak bisa melihat dunia luar, maka ia mungkin akan berpikir betapa indahnya kehidupan di luar sana yang dulu pernah ia jalani. Namun, ketika dalam keadaan sehat, sering kali ia mengabaikan kesempatan tersebut bahkan tidak memperdulikannya. Begitu juga dengan kehidupan yang dijalani banyak orang saat ini. Banyak orang cenderung mengabaikan setiap kesempatan yang mereka miliki untuk mengisinya dengan hal-hal yang baik, benar, dan mulia, tetapi justru mengisinya dengan hal-hal yang cemar dan sia-sia. Oleh karena itu, suatu hari nanti, banyak orang akan menyesal karena baru menyadari bahwa mereka telah menyia-nyiakan kesempatan hidup yang ternyata sangat menentukan kehidupan kekal kita. Kita sering kali kurang menghargai "kanvas" kehidupan yang Tuhan berikan, sehingga kita tidak berusaha maksimal untuk melukisnya dengan karya yang indah. Padahal, setiap lembar kanvas hari yang kita terima memberikan nilai dalam hidup kita, dan nilai tersebut tidak akan pernah bisa dihapus, bahkan akan kita bawa hingga ke dalam kehidupan kekal.
Sebenarnya, kita ini bukanlah apa-apa dan bukan siapa-siapa, seperti tanah liat yang tidak memiliki nilai. Namun, di tangan Sang Penjunan, kita dapat dibentuk menjadi bejana yang indah dan berguna. Pada zaman dahulu, perkakas banyak terbuat dari tanah liat, dan tanah liat sangat dibutuhkan untuk dijadikan bejana. Tanah liat baru memiliki arti dan kegunaan jika jatuh ke tangan Sang Penjunan dan bersedia dibentuk olehnya. Namun, jika tanah liat tidak jatuh ke tangan Penjunan, ia akan tetap menjadi tanah liat yang tidak memiliki arti dan manfaat.
Demikian juga dengan hidup kita. Jangan sampai kita tidak jatuh ke tangan Tuhan, karena jika kita jatuh ke tangan dunia, kita akan dibentuk oleh dunia dan tidak akan berguna sama sekali bagi Tuhan. Jika kita tidak berguna bagi Tuhan, mustahil kita dilayakkan untuk bersama-sama dengan-Nya selamanya.
Mari kita merenungkan diri kita masing-masing. Bagaimana keadaan kita saat ini? Bejana macam apakah kita di mata Tuhan? Jika suatu hari kita menutup mata, apakah kita telah menjadi bejana yang menyenangkan hati Bapa dan dipandang bernilai oleh Tuhan, sehingga kita dilayakkan untuk menjadi kawan sekerja Tuhan? Amin.
22 September 2024
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
22 September 2024
Saudaraku,
Kita dipanggil menjadi orang Kristen bukan hanya untuk menghindari neraka atau sekadar menikmati perlindungan dan berkat Tuhan, seperti yang sering diyakini oleh banyak orang Kristen saat ini. Menjadi seorang Kristen justru membawa tanggung jawab besar. Setelah kita ditebus oleh darah Tuhan Yesus, kita dituntut untuk hidup sesuai dengan kehendak-Nya, yang telah menebus kita.
Apakah kita tidak boleh hidup dalam berkat dan perlindungan Tuhan? Tentu saja boleh. Jika kita sungguh-sungguh hidup menurut kehendak-Nya, berkat dan perlindungan Tuhan akan menjadi bagian dari hidup kita secara otomatis. Namun, sebaliknya, jika kita memilih menjalani hidup dengan sesuka hati, bagaimana mungkin Tuhan dapat memberkati dan melindungi kita?
Karena itu, Tuhan Yesus dengan tegas berkata kepada orang-orang yang ingin mengikuti-Nya untuk terlebih dahulu menghitung biayanya. Mengikut Tuhan memang tidak mudah. Dalam Roma 7:14 tertulis: "Kita tahu bahwa hukum Taurat adalah rohani, tetapi aku bersifat daging, terjual di bawah kuasa dosa."
Hukum Taurat adalah hukum yang diberikan oleh YHWH kepada bangsa Israel, yang bersifat rohani dan dimaksudkan untuk mengatur perilaku agar mereka tidak melawan Tuhan dan merugikan sesama. Misalnya, perintah "Jangan membunuh" berarti tidak boleh menghilangkan nyawa orang lain. Namun, ketika Tuhan Yesus datang ke dunia, Ia mengajarkan bahwa membunuh bukan hanya soal menghabisi nyawa orang lain, tetapi membenci seseorang pun sudah dianggap sebagai tindakan membunuh. Tuhan Yesus menetapkan standar yang jauh lebih tinggi daripada hukum Taurat.
Di sinilah kita memahami betapa sulitnya mengikut Tuhan. Kita harus berjuang untuk memahami dan menaati kehendak Allah, seperti yang telah dicontohkan oleh Tuhan Yesus ketika hidup di dunia ini. Ketika kita berusaha menjalani hidup sesuai dengan teladan Tuhan Yesus, kita akan mencapai keagungan yang melampaui mereka yang tidak mengenal Tuhan, meskipun mereka mungkin memiliki sifat yang baik dan menakjubkan sekalipun.
Oleh karena itu, Tuhan Yesus berkata dalam Matius 5:17: “Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya.” Kata "menggenapi" (lerosai) berarti bahwa ajaran-Nya datang dengan benar, dan digenapi melalui pengajaran-Nya yang sempurna. Jadi, menurut Tuhan Yesus, membunuh bukan hanya tentang menghabisi nyawa, tetapi juga tentang membenci sesama. Ini menunjukkan bahwa pikiran, moral, dan etika Tuhan jauh lebih tinggi daripada standar moral dan etika manusia mana pun. Pola hidup seperti ini hanya dapat dijalani oleh mereka yang telah dimerdekakan oleh darah Yesus.
Hal ini juga menjelaskan mengapa dalam Matius 5:48 Tuhan Yesus menetapkan standar yang tinggi bagi para pengikut-Nya dengan berkata, "Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna." Di dalam Matius 5:20, Tuhan Yesus kembali menegaskan, "Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam kerajaan sorga."
Hidup keagamaan, atau dalam bahasa Yunani "dikaiosunen", berarti kebenaran yang terkait dengan perilaku yang harus melampaui ahli Taurat dan orang-orang Farisi. Jika mereka menjalankan hukum hanya berdasarkan bunyi atau teksnya, kita, sebagai orang yang telah dimerdekakan oleh darah Yesus, dimampukan untuk memahami dan menjalankan hukum tersebut sesuai dengan intinya, bukan hanya formalitasnya.
Sebagai anak-anak Allah, kita dipanggil untuk memiliki kehidupan yang agung seperti ini, dan kehidupan seperti itu hanya bisa dijalani oleh mereka yang telah menerima penebusan oleh darah Yesus Kristus. Namun, kehidupan yang agung ini tidak bisa diraih secara otomatis. Untuk mencapainya, kita harus berjuang menjalani hidup yang berkenan di hadapan Tuhan.
Masalahnya, sering kali muncul kesan bahwa setelah menjadi Kristen, tidak ada lagi perjuangan untuk membangun kehidupan yang makin berkenan di hadapan Tuhan. Akibatnya, banyak orang Kristen yang hidupnya tidak mencerminkan kualitas iman yang seharusnya, dan bahkan menjadi batu sandungan bagi orang lain. Jika kita tidak berjuang untuk menjalani hidup yang berkenan di hadapan Tuhan, kita cenderung menjalani hidup untuk kesenangan dan kepentingan diri sendiri, sehingga tidak mampu hidup sesuai standar yang Tuhan inginkan.
Amin.
15 September 2024
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
15 September 2024
Saudaraku,
Banyak orang Kristen berpikir bahwa setelah ditebus oleh Tuhan Yesus, mereka secara otomatis bebas dari dosa dan tidak akan lagi dikuasai oleh dosa. Memang, melalui iman kepada Tuhan Yesus Kristus, manusia dibebaskan dari kuasa kegelapan, dan iblis tidak lagi berkuasa atas hidup mereka yang telah menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat. Namun, hal itu tidak berarti seseorang tidak bisa lagi dikuasai oleh dosa atau secara otomatis mampu hidup sesuai dengan kehendak Tuhan.
Masalahnya, banyak yang meyakini bahwa menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat sudah cukup bagi mereka. Padahal, pemahaman ini keliru. Jika seseorang memiliki konsep yang salah dalam menjalani kehidupan kekristenannya, ia akan mudah kembali terjerat oleh kuasa kegelapan dan dosa. Akibatnya, ia tidak dapat meraih kemerdekaan sejati yang Tuhan sediakan.
Dengan percaya atau menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat, kita ditempatkan pada posisi di mana kita dapat memilih untuk hidup menurut Roh atau menurut daging, seperti yang tertulis dalam Galatia 5:16: "Hiduplah oleh Roh, maka kamu tidak akan menuruti keinginan daging." Pernyataan Paulus ini dengan jelas menunjukkan bahwa seseorang selalu dihadapkan pada pilihan untuk hidup menurut Roh atau daging. Jika terus memilih hidup menurut Roh, maka ia akan mengalami kemerdekaan sejati. Sebaliknya, jika terus hidup menurut daging, meskipun sudah menerima Yesus sebagai Juru Selamat, ia tetap akan terikat oleh dosa dan berada dalam cengkeraman kuasa kegelapan.
Sebelum seseorang dibebaskan dari cengkeraman kuasa iblis, ia tidak dapat hidup menurut Roh dan hanya bisa hidup menurut daging. Namun, hidup menurut daging tidak selalu berarti hidup dalam kejahatan atau melanggar hukum. Jika seseorang berada dalam lingkungan yang baik dan menerima ajaran yang benar, maka ia pun bisa menjalani hidup dengan baik. Oleh karena itu, banyak orang non-Kristen yang meskipun belum pernah mendengar Injil, memiliki perilaku yang baik, bahkan ada yang menunjukkan kelakuan yang menakjubkan.
Di sini, kita memahami mengapa ada orang non-Kristen yang, jika dibandingkan dengan orang Kristen saat ini, terlihat lebih baik, lebih jujur, rajin, dan dapat dipercaya. Jadi, kita harus berani menerima kenyataan bahwa seseorang yang hidup di luar Injil belum tentu jahat. Jika lingkungan, pendidikan, agama, etika, filsafat, dan keyakinannya baik, maka ia bisa menjadi orang yang berkelakuan baik, bahkan mencapai tingkat moral dan etika yang mengagumkan.
Namun, jika seseorang berusaha hidup menurut Roh, ia akan menuruti kehendak Bapa yang adalah Roh. Seiring berjalannya waktu, ia akan memiliki watak atau sifat yang agung, sifat yang hanya bisa dimiliki oleh mereka yang mengenal anugerah dalam Yesus Kristus. Meskipun kita mungkin menemukan orang yang tidak mengenal Tuhan namun berkelakuan baik, bahkan menakjubkan, orang yang hidup menurut Roh melampaui sekadar baik dan menakjubkan, karena mereka mengekspresikan sikap Tuhan Yesus di dalam hidup mereka. Tidak ada manusia di muka bumi yang memiliki sikap yang lebih agung dan mulia daripada sikap yang dimiliki oleh Tuhan Yesus.
Keagungan sifat ini hanya dapat dicapai oleh mereka yang menerima penebusan dalam Yesus Kristus, dan mereka yang ditebus oleh darah Tuhan Yesus dipanggil untuk hidup menurut Roh. Mengapa hidup menurut Roh akan mengekspresikan sikap Tuhan Yesus? Karena sepanjang hidup-Nya di dunia, Tuhan Yesus selalu hidup menurut kehendak Bapa-Nya. Jadi, jika kita hidup menurut kehendak Bapa yang adalah Roh, maka kita akan menjalani hidup seperti yang dijalani oleh Tuhan Yesus. Hidup menurut Roh berarti hidup menurut kehendak Bapa dalam segala hal, di segala tempat, dan sepanjang waktu. Amin.
08 September 2024
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
08 September 2024
Saudaraku,
Jika kita tidak mau berjuang untuk menjalani hidup sebagaimana diajarkan oleh Tuhan Yesus, maka kita tidak mungkin bisa berkenan kepada Tuhan. Tanpa keinginan yang kuat untuk hidup sesuai kehendak Tuhan, kita juga tidak akan merindukan langit baru dan bumi yang baru. Meskipun saat ini merindukan langit baru dan bumi yang baru mungkin dianggap bodoh atau sebagai bentuk pencarian sensasi, pada akhirnya, setiap orang akan menyadari bahwa merindukan hal tersebut adalah realitas yang perlu dipersiapkan sejak awal. Sayangnya, saat kesadaran itu datang, mungkin sudah terlambat. Ketika kita menghadapi akhir hidup, kita mungkin tidak merasakan apa-apa lagi, bahkan rasa sakit pun hilang; yang tersisa hanya keinginan untuk memastikan apakah hidup kita berkenan di hadapan Tuhan atau tidak.
Jika kita terbiasa membangun hidup yang berkenan kepada Tuhan, kita dapat memiliki keyakinan untuk diterima di kemah abadi bersama-Nya. Sebaliknya, jika kita tidak berusaha, kita tidak bisa berharap untuk memiliki keyakinan tersebut. Misalnya, seperti halnya jika kita terbiasa rajin belajar, kita akan dapat mengerjakan soal ujian dengan baik. Ujian hanya menunjukkan seberapa baik kita belajar. Ini adalah saatnya untuk tidak menunda-nunda, karena Tuhan adalah harta yang paling berharga dalam hidup ini. Ketika kita menjadikan Tuhan sebagai satu-satunya harta yang paling berharga, hati kita tidak akan tertambat kepada apa pun dan siapa pun selain kepada-Nya, karena Alkitab mengatakan, “Di mana hartamu berada, di situ hatimu berada.”
Menjadikan Tuhan sebagai satu-satunya harta yang paling berharga tidaklah mudah. Selain karena jiwa kita telah tercemar, kita juga perlu memiliki pengetahuan yang cukup akan kebenaran. Tuhan berbicara dan mengajar kita sesuai dengan pemahaman kebenaran kita. Jika pemahaman kita baru pada tingkat dasar, maka Tuhan akan berbicara dengan kita pada tingkat tersebut. Karena itu, kita harus berjuang keras untuk semakin mengenal Tuhan dengan benar selama sisa waktu hidup ini. Hanya dengan mendahulukan Tuhan di atas segalanya, Tuhan akan mencurahkan isi hati-Nya kepada kita. Semakin kuat keinginan kita untuk mengenal Tuhan, semakin Tuhan akan mempercayakan isi hati-Nya kepada kita, dan kita tidak akan mudah terikat pada kesenangan duniawi.
Lukas 17:26-33 mengajarkan bahwa kematian fisik hanya dapat diatasi dengan kematian terhadap dosa dan kesenangan dunia. Selama kita mencari kehidupan di dunia ini, kita akan mengalami kematian kekal. Namun, jika kita rela mati terhadap dosa dan kesenangan dunia sebelum kematian fisik kita, kita akan memperoleh kehidupan yang sejati.
Oleh karena itu, kita harus berani meninggalkan dosa dan bertekad untuk hidup tanpa cacat cela. Hanya dengan berjuang hidup dalam kekudusan, Tuhan akan mempercayakan isi hati-Nya kepada kita. Semakin Tuhan mempercayakan isi hati-Nya kepada kita, semakin kita dapat memahami dan mengikuti kehendak-Nya dalam setiap peristiwa hidup kita. Ini adalah proses yang membuat kita semakin serupa dengan Tuhan Yesus. Orang yang semakin bertumbuh menjadi serupa dengan Tuhan Yesus akan memindahkan hatinya dari dunia ini ke Kerajaan Surga.
Ingatlah bahwa setiap saat kita bisa dipanggil pulang, sehingga kita harus selalu mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya. Kesiapan menghadapi kematian adalah hal yang sangat penting dan mendesak, dan tidak boleh ditunda. Jika kita menganggap hal lain lebih penting dan mendesak, kita mungkin tidak akan bisa mempersiapkan diri dengan serius. Karena kematian adalah realitas yang tidak bisa diprediksi, persiapan harus dilakukan sedini mungkin. Inilah yang dimaksud oleh Tuhan Yesus dengan berjaga-jaga dan berdoa. Dengan berjaga-jaga dan berdoa, kita selalu bisa berada dalam keadaan berdamai dengan Tuhan. Amin.
01 September 2024
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
01 September 2024
Saudaraku,
Jika seseorang mengaku percaya kepada Tuhan Yesus, maka kepercayaan itu harus dibuktikan dengan sikap yang konsisten, yaitu tidak meragukan pribadi yang dipercayai dan melakukan apa yang dikehendaki oleh Tuhan. Kepercayaan bukan hanya sekadar ucapan, tetapi harus dibuktikan dengan tindakan nyata.
Misalnya, jika saudara berkata bahwa saudara percaya kepada saya, maka saudara seharusnya melakukan apa pun yang saya minta. Jika saudara hanya mengaku percaya tetapi tidak mengikuti apa yang saya inginkan, maka kepercayaan saudara belum benar-benar dapat disebut sebagai percaya. Semakin besar kepercayaan kita kepada seseorang, semakin kita yakin pada orang tersebut, dan bukti dari keyakinan ini adalah kesediaan kita untuk mengikuti permintaannya. Jadi, kepercayaan harus dibuktikan dengan tindakan, bukan hanya dengan kata-kata.
Kepercayaan seperti ini hanya bisa terwujud jika ada hubungan yang nyata dan mendalam dengan orang yang kita percayai. Dalam konteks kepercayaan kepada Tuhan, kita harus melihat dari sudut pandang Tuhan—apa yang Dia inginkan untuk kita lakukan—bukan dari sudut pandang kita—apa yang kita inginkan Tuhan lakukan untuk kita.
Banyak orang berpikir bahwa percaya kepada Tuhan berarti Tuhan akan melakukan apa yang kita inginkan. Namun, kepercayaan yang benar adalah percaya kepada pribadi Tuhan, bukan hanya pada apa yang bisa Tuhan lakukan untuk kita. Abraham disebut sebagai bapa orang percaya karena ia menunjukkan kepercayaannya kepada Elohim Yahweh melalui sikap dan tindakan konkrit, yaitu dengan menuruti apa pun yang dikehendaki oleh Elohim Yahweh.
Kualitas kepercayaan seperti ini hanya bisa terjadi jika seseorang memiliki hubungan yang benar dan konkrit dengan Tuhan dalam kesehariannya. Hubungan yang benar dan konkrit dengan Tuhan dapat terbangun melalui waktu yang rutin untuk bertemu dengan Tuhan setiap hari, baik dalam doa pribadi maupun pembelajaran kebenaran, berkomunikasi secara intens, dan memperhatikan didikan Tuhan melalui setiap peristiwa yang kita alami.
Semakin kita memiliki hubungan yang benar dan mendalam dengan Tuhan dalam keseharian kita, ada beberapa hal yang akan terjadi:
1. **Transformasi Karakter:** Kita akan semakin terpengaruh oleh sifat dan kepribadian Tuhan. Hubungan yang mendalam akan mengubah kita menjadi lebih mirip dengan Tuhan, sama seperti suami dan istri yang semakin mirip seiring waktu.
2. **Ketidakstabilan dalam Kesulitan:** Ketika kita menghadapi situasi yang sangat sulit, kita tidak akan merasa takut seperti orang yang tidak mengenal Tuhan. Bahkan dalam keadaan terburuk sekalipun, kita tahu bahwa kematian hanya akan membawa kita lebih dekat kepada Tuhan yang sudah menjadi kekasih jiwa kita. Pemazmur menggambarkan hal ini dalam Mazmur 23:4, "Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku." Ekspresi yang lebih ekstrem ditemukan dalam Mazmur 73:26, "Sekalipun dagingku dan hatiku habis lenyap, gunung batuku dan bagianku tetaplah Allah selama-lamanya."
3. **Penyelarasan Langkah Hidup:** Ketika kepercayaan kita kepada Tuhan bertumbuh, kita akan semakin menyesuaikan langkah hidup kita dengan langkah Tuhan, yang berarti kita akan mengakhiri langkah-langkah yang tidak sesuai dengan kehendak-Nya. Pada tingkat kehidupan rohani ini, kita menjadi lebih peka terhadap keadaan kita di hadapan Tuhan. Kita akan mampu mendeteksi dan memperbaiki penyimpangan sekecil apa pun, meskipun orang lain mungkin menganggapnya wajar. Proses ini bersifat subjektif, namun perubahan ini akan dirasakan dan dapat dilihat oleh orang-orang di sekitar kita.
Dalam proses membangun kepercayaan kepada Tuhan, kita tidak lagi menuntut Tuhan untuk melakukan apa yang kita inginkan dan tidak hidup menurut keinginan kita sendiri. Inilah yang disebut dengan mengakhiri jalan hidup kita dalam mengikuti Tuhan. Jika sebelumnya kita hidup dalam dosa, mengejar kesenangan diri sendiri, merugikan orang lain, atau tidak peduli dengan keadaan orang lain, sekarang kita harus berbalik dan menjalani pola hidup yang sesuai dengan ajaran Tuhan. Itulah pola hidup yang seharusnya dijalani oleh umat Perjanjian Baru. Amin.
25 Agustus 2024
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
25 Agustus 2024
Saudaraku,
Saya mengajak Anda untuk berjuang menghidupi kebenaran sampai hidup kita berubah. Jangan puas hanya menjadi pendengar atau pembicara kebenaran. Agar kita dapat mempraktikkan ajaran dan teladan hidup Tuhan Yesus, kita harus mencintai Tuhan yang telah memberikan ajaran-Nya kepada kita. Hanya dengan mencintai Tuhan, kita akan semakin ingin mengetahui isi dari setiap ajaran-Nya dan berjuang untuk menghidupinya. Ketika cinta kita kepada Tuhan bertumbuh, kita tidak akan mudah menyakiti hati-Nya.
Ketika Yusuf digoda oleh Ny. Potifar, ia berkata: "Bagaimanakah mungkin aku melakukan kejahatan yang besar ini dan berbuat dosa terhadap Allah?" (Kejadian 39:9b). Perkataan ini menunjukkan bahwa Yusuf pasti memiliki pengalaman pribadi dengan Tuhan. Meskipun pengalaman pribadinya tidak tertulis secara eksplisit dalam Alkitab, dari setiap peristiwa hidup yang dialaminya, Yusuf bisa melihat campur tangan Tuhan dalam hidupnya. Inilah yang membuat Yusuf tetap menunjukkan penghormatan kepada Tuhan, meskipun tidak ada seorang pun yang melihatnya.
Pertanyaannya: peristiwa mana yang membuat Yusuf bisa melihat campur tangan Tuhan? Ketika ia terlepas dari usaha saudara-saudaranya yang berusaha membunuhnya dan dimasukkan ke dalam sumur; ketika ia terbebas dari sumur, dan meskipun menjadi budak, semua itu dipandang oleh Yusuf sebagai campur tangan Tuhan dalam hidupnya. Oleh karena itu, ketika dihadapkan pada situasi di mana ia dengan mudah bisa berbuat dosa, Yusuf memilih untuk tidak melakukannya karena ia tidak ingin menyakiti hati Tuhan, lebih daripada menyenangkan dagingnya. Sikap seperti ini adalah sikap seseorang yang mencintai Tuhan lebih dari menuruti kesenangan dosa yang ada di depannya. Betapa kuatnya jika orang percaya semakin bertumbuh dalam mencintai Tuhan dengan benar.
Oleh karena itu, kita semakin mengerti bahwa Tuhan Yesus memberikan petunjuk kepada pengikut-Nya dengan menetapkan prinsip utama yang harus dipegang. Paulus mengulanginya dalam Kolose 3:23: "Apapun yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." Jadi, ketika kita semakin bertumbuh dalam mencintai Tuhan, kita tidak akan mengkhianati pasangan kita. Ketika menghadapi godaan, kita akan berkata seperti Yusuf: "Bagaimana mungkin aku berbuat dosa terhadap pasanganku yang telah Tuhan berikan kepadaku?"
Ketika kita memiliki kesempatan untuk melakukan sesuatu yang tidak benar, meskipun tidak ada orang yang melihatnya, kita tetap akan berkata: "Bagaimana mungkin aku melakukan kejahatan ini dan berbuat dosa terhadap Allah?" Oleh karena itu, belajarlah untuk semakin bertumbuh dalam mencintai Tuhan. Hanya dengan cinta yang semakin bertumbuh kepada Tuhan, kita tidak akan mudah menyakiti hati-Nya, sehingga kita dapat menjalani hidup sesuai dengan apa yang Tuhan inginkan.
Dengan semakin mencintai Tuhan, kita akan semakin mampu melihat perbaikan-perbaikan yang perlu kita lakukan agar hidup kita semakin indah di mata Tuhan dan sesama. Sesungguhnya, inilah kehidupan Kristen yang harus dijalani dan diperjuangkan oleh setiap orang percaya. Menjadi Kristen berarti mengenakan hidup Tuhan Yesus dalam hidup kita, sehingga orang lain dapat melihat Yesus di dalam diri kita. Seperti yang dikatakan oleh Paulus dalam Galatia 2:20: "Namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang sekarang kujalani dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku."
Jadi, jika setelah bertahun-tahun menjadi Kristen, seseorang tidak mengalami perubahan menjadi semakin serupa dengan kehidupan yang dijalani oleh Tuhan Yesus, maka orang tersebut bukanlah murid Tuhan Yesus yang baik. Murid yang baik pasti berubah sesuai dengan keinginan gurunya. Seseorang yang meneladani hidup Tuhan Yesus pasti akan memperlihatkan perubahan hidup yang dapat dirasakan oleh orang-orang di sekitarnya, karena keagungan pribadi Tuhan Yesus memancar melalui kehidupannya. Baik dalam kesuciannya, perkataannya, sikapnya terhadap orang lain, bahkan kepekaannya terhadap kebutuhan sesama. Kehidupannya akan selalu menjadi berkat bagi siapa pun yang dijumpainya, bahkan musuh-musuhnya akan mengakui bahwa orang ini adalah orang yang benar. Amin.
18 Agustus 2024
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
18 Agustus 2024
Saudaraku,
Mungkin banyak orang akan menganggap bahwa belajar untuk selalu mensimulasikan diri di hadapan Tuhan setiap saat adalah tindakan yang tidak masuk akal dan fatalistis, karena dianggap tidak realistis. Namun, saya ingin mengatakan bahwa hari ini mungkin Anda bisa berpendapat bahwa sikap seperti ini tidak realistis, tetapi akan tiba saatnya ketika setiap orang akan mengakui bahwa keputusan dan sikap untuk selalu siap berjumpa dengan Tuhan adalah keputusan yang sangat realistis. Ketika tiba saatnya menghadap pengadilan Tuhan, yang kita inginkan hanyalah satu hal: kita ingin dilayakkan untuk bersama-sama dengan Tuhan selamanya. Hanya orang yang selama hidupnya menunjukkan kasih dan penghormatan kepada Tuhan yang akan dilayakkan untuk bersama-Nya.
Jika kebiasaan untuk tidak mengasihi dan menghormati Tuhan terbentuk melalui berbagai peristiwa hidup yang dialami seseorang, maka untuk membangun kebiasaan mengasihi dan menghormati Tuhan juga harus melalui peristiwa-peristiwa hidup yang terjadi. Di balik setiap peristiwa tersebut, kita diberikan kesempatan untuk memilih: apakah kita lebih memilih untuk menyenangkan Tuhan atau mencari kesenangan diri sendiri. Semakin kasih kita kepada Tuhan bertumbuh, semakin kita akan memilih untuk menyenangkan Tuhan di balik setiap peristiwa yang kita alami.
Dalam 1 Petrus 3:4 dikatakan: "Tetapi perhiasanmu ialah manusia batiniah yang tersembunyi, dengan perhiasan yang tidak binasa yang berasal dari roh yang lemah lembut dan tenteram, yang sangat berharga di mata Allah." Melalui pernyataan Petrus ini, kita menemukan bahwa Allah menempatkan sesuatu yang sangat berharga dalam diri kita untuk menjadi harta abadi. Harta abadi ini bukan hanya milik kita, tetapi juga milik Tuhan. Harta yang paling berharga tersebut adalah manusia batiniah kita. Jika sampai dikatakan "berharga di mata Allah," itu berarti bahwa Allah menikmati dan memilikinya. Oleh karena itu, agar kita dapat dinikmati dan dijadikan sebagai milik Tuhan yang berharga, kita harus mendandani manusia batiniah kita dengan tidak mengizinkan sedikitpun kecemaran masuk ke dalam diri kita. Hanya dengan cara ini hidup kita bisa dinikmati oleh Tuhan dan kita dianggap berharga di hadapan-Nya.
Oleh karena itu, betapa pentingnya membangun pengertian yang benar dan keinginan yang kuat untuk hidup sesuai dengan pengertian yang benar yang kita pahami. Hanya ketika kita membangun hidup sesuai dengan pengertian yang benar, kita akan menjadi berharga di mata Allah.
Mari perhatikan kalimat dalam 1 Petrus 3:4: "roh yang lemah lembut dan tenteram." Kita harus menyadari betapa kacau diri kita, dan sering kali kita membuat orang-orang yang berinteraksi dengan kita menjadi tidak tenang, bahkan terluka, karena perbuatan dan sikap kita. Namun, seiring berjalannya waktu, semakin kita mengalami penyingkapan akan kebenaran dan semakin kita memiliki hubungan yang intim dengan Tuhan, hidup kita perlahan tapi pasti akan berubah hingga kita memiliki roh yang lembut dan tenteram.
Pernahkah Anda merenungkan, ketika suatu saat nanti kita bertemu dengan Tuhan, pada saat itu kita akan menyadari betapa besar, agung, mulia, dan dahsyatnya Tuhan. Namun, di balik keagungan, kemuliaan, dan kedahsyatan Tuhan tersebut, ternyata Dia masih peduli terhadap kita secara pribadi, sehingga kita bisa menjadi bernilai di mata-Nya, padahal kita bukanlah apa-apa dan bukan siapa-siapa. Amin.
25 Agustus 2024
Saya mengajak Anda untuk berjuang menghidupi kebenaran sampai hidup kita berubah. Jangan puas hanya menjadi pendengar atau pembicara kebenaran. Agar kita dapat mempraktikkan ajaran dan teladan hidup Tuhan Yesus, kita harus mencintai Tuhan yang telah memberikan ajaran-Nya kepada kita. Hanya dengan mencintai Tuhan, kita akan semakin ingin mengetahui isi dari setiap ajaran-Nya dan berjuang untuk menghidupinya. Ketika cinta kita kepada Tuhan bertumbuh, kita tidak akan mudah menyakiti hati-Nya.
Ketika Yusuf digoda oleh Ny. Potifar, ia berkata: "Bagaimanakah mungkin aku melakukan kejahatan yang besar ini dan berbuat dosa terhadap Allah?" (Kejadian 39:9b). Perkataan ini menunjukkan bahwa Yusuf pasti memiliki pengalaman pribadi dengan Tuhan. Meskipun pengalaman pribadinya tidak tertulis secara eksplisit dalam Alkitab, dari setiap peristiwa hidup yang dialaminya, Yusuf bisa melihat campur tangan Tuhan dalam hidupnya. Inilah yang membuat Yusuf tetap menunjukkan penghormatan kepada Tuhan, meskipun tidak ada seorang pun yang melihatnya.
Pertanyaannya: peristiwa mana yang membuat Yusuf bisa melihat campur tangan Tuhan? Ketika ia terlepas dari usaha saudara-saudaranya yang berusaha membunuhnya dan dimasukkan ke dalam sumur; ketika ia terbebas dari sumur, dan meskipun menjadi budak, semua itu dipandang oleh Yusuf sebagai campur tangan Tuhan dalam hidupnya. Oleh karena itu, ketika dihadapkan pada situasi di mana ia dengan mudah bisa berbuat dosa, Yusuf memilih untuk tidak melakukannya karena ia tidak ingin menyakiti hati Tuhan, lebih daripada menyenangkan dagingnya. Sikap seperti ini adalah sikap seseorang yang mencintai Tuhan lebih dari menuruti kesenangan dosa yang ada di depannya. Betapa kuatnya jika orang percaya semakin bertumbuh dalam mencintai Tuhan dengan benar.
Oleh karena itu, kita semakin mengerti bahwa Tuhan Yesus memberikan petunjuk kepada pengikut-Nya dengan menetapkan prinsip utama yang harus dipegang. Paulus mengulanginya dalam Kolose 3:23: "Apapun yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." Jadi, ketika kita semakin bertumbuh dalam mencintai Tuhan, kita tidak akan mengkhianati pasangan kita. Ketika menghadapi godaan, kita akan berkata seperti Yusuf: "Bagaimana mungkin aku berbuat dosa terhadap pasanganku yang telah Tuhan berikan kepadaku?"
Ketika kita memiliki kesempatan untuk melakukan sesuatu yang tidak benar, meskipun tidak ada orang yang melihatnya, kita tetap akan berkata: "Bagaimana mungkin aku melakukan kejahatan ini dan berbuat dosa terhadap Allah?" Oleh karena itu, belajarlah untuk semakin bertumbuh dalam mencintai Tuhan. Hanya dengan cinta yang semakin bertumbuh kepada Tuhan, kita tidak akan mudah menyakiti hati-Nya, sehingga kita dapat menjalani hidup sesuai dengan apa yang Tuhan inginkan.
Dengan semakin mencintai Tuhan, kita akan semakin mampu melihat perbaikan-perbaikan yang perlu kita lakukan agar hidup kita semakin indah di mata Tuhan dan sesama. Sesungguhnya, inilah kehidupan Kristen yang harus dijalani dan diperjuangkan oleh setiap orang percaya. Menjadi Kristen berarti mengenakan hidup Tuhan Yesus dalam hidup kita, sehingga orang lain dapat melihat Yesus di dalam diri kita. Seperti yang dikatakan oleh Paulus dalam Galatia 2:20: "Namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang sekarang kujalani dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku."
Jadi, jika setelah bertahun-tahun menjadi Kristen, seseorang tidak mengalami perubahan menjadi semakin serupa dengan kehidupan yang dijalani oleh Tuhan Yesus, maka orang tersebut bukanlah murid Tuhan Yesus yang baik. Murid yang baik pasti berubah sesuai dengan keinginan gurunya. Seseorang yang meneladani hidup Tuhan Yesus pasti akan memperlihatkan perubahan hidup yang dapat dirasakan oleh orang-orang di sekitarnya, karena keagungan pribadi Tuhan Yesus memancar melalui kehidupannya. Baik dalam kesuciannya, perkataannya, sikapnya terhadap orang lain, bahkan kepekaannya terhadap kebutuhan sesama. Kehidupannya akan selalu menjadi berkat bagi siapa pun yang dijumpainya, bahkan musuh-musuhnya akan mengakui bahwa orang ini adalah orang yang benar. Amin.
11 Agustus 2024
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
11 Agustus 2024
Saudaraku,
Jika kita merenungkan keberadaan diri kita dengan sungguh-sungguh, kita akan menyadari bahwa perasaan kita sangat dipengaruhi oleh situasi. Di situasi tertentu, kita mungkin merasa sangat mengasihi Tuhan, namun di situasi lain, kita bisa saja gagal menghormati Tuhan. Fenomena ini sering terjadi berulang kali dalam hidup kita. Dengan menyadari hal ini, kita harus berusaha menjadikan irama jiwa kita semakin stabil dan konsisten dalam mengasihi serta menghormati Tuhan.
Untuk mencapai irama jiwa yang stabil dan konsisten dalam mengasihi dan menghormati Tuhan, langkah pertama adalah menyadari dan berani mengakui bahwa jiwa kita sering kali tidak stabil. Setelah itu, kita harus bertekad untuk memperbaiki diri agar semakin mantap dalam mengasihi dan menghormati Tuhan. Pertanyaannya adalah, bagaimana kita dapat secara konkret mencapai stabilitas dalam kasih dan penghormatan kita kepada Tuhan?
Langkah pertama adalah memulai dari hal-hal sederhana dengan penuh ketekunan, yaitu dengan duduk diam di hadapan Tuhan setiap hari dan belajar dari kebenaran yang diajarkan oleh Yesus Kristus. Saya terus-menerus mengingatkan ini karena banyak orang belum terbiasa duduk diam dengan tekun di hadapan Tuhan dan belajar kebenaran setiap hari, padahal inilah kunci awal agar seseorang dapat semakin stabil dalam mengasihi dan menghormati Tuhan.
Mungkin Anda bertanya: Apa dasar pemikirannya? Ketika kita terus tekun dalam doa pribadi dan belajar kebenaran, pada titik tertentu Tuhan pasti akan menyatakan diri-Nya kepada kita. Saat Tuhan menyatakan diri-Nya, kita dapat merasakannya karena hati kita semakin tertuju pada-Nya. Namun, jika hati kita tidak diarahkan dengan tekun kepada Tuhan melalui doa pribadi dan belajar kebenaran, meskipun Tuhan menyatakan diri-Nya, kita mungkin tidak akan dapat mengenali kehadiran-Nya.
Oleh karena itu, kitalah yang harus berjuang untuk "mencari dan menemukan Tuhan", dan perjuangan ini dimulai dengan mendisiplinkan diri untuk tekun mencari wajah Tuhan baik dalam doa pribadi maupun dalam belajar kebenaran. Dengan membangun suasana jiwa seperti ini, kita akan semakin peka terhadap kehadiran Tuhan dalam setiap peristiwa yang kita alami.
Semakin sering kita merasakan kehadiran Tuhan, semakin tumbuh pula kasih kita kepada-Nya. Dalam keadaan inilah kita mulai merasakan betapa indahnya hidup bersama Tuhan, dan keindahan ini tidak bisa dibandingkan dengan apa pun. Keadaan inilah yang membuat kita semakin bertumbuh dalam kasih kepada Tuhan. Jika hubungan nyata dengan Tuhan terus terjalin, maka cinta kita kepada Tuhan akan semakin stabil, sehingga kita dapat menunjukkan rasa hormat kita kepada Tuhan dalam setiap peristiwa hidup yang kita alami. Itulah sebabnya Pemazmur berkata, "Kecaplah dan lihatlah, betapa baiknya Tuhan."
Hanya ketika kita semakin bertumbuh dalam mengasihi Tuhan, kita mampu menunjukkan penghormatan yang sejati kepada-Nya. Dan hanya mereka yang menghormati Tuhan dalam setiap aktivitas yang dilakukan yang akan mengalami perubahan hidup yang sejati, menjadi semakin sesuai dengan apa yang Tuhan inginkan. Oleh karena itu, sangat penting untuk membangun suasana jiwa yang semakin stabil dalam mengasihi Tuhan. Semakin kasih kita kepada Tuhan bertumbuh dan semakin stabil, semakin kita dapat memahami, meresapi, dan menjalankan setiap perkataan Tuhan.
Namun, mencapai tingkat ini bukanlah hal yang mudah. Kita harus jujur mengakui bahwa irama jiwa kita sering kali telah rusak karena terpengaruh oleh kesenangan dunia. Kita cenderung permisif terhadap irama jiwa yang telah rusak tersebut, dengan menganggap bahwa Tuhan akan mengerti dan menerima cacat karakter kita karena Dia Maha Kasih. Memang benar bahwa Tuhan Maha Kasih, tetapi kita harus melihat pribadi Tuhan secara utuh, di mana Tuhan juga Maha Adil. Sifat kasih Tuhan tidak dapat dipisahkan dari sifat keadilan-Nya. Keadilan Tuhan akan tampak jelas pada saat kita semua berdiri di hadapan pengadilan-Nya.
Bagi mereka yang tekun melakukan kehendak Tuhan, Dia akan berkata, "Baik sekali, hamba-Ku yang baik dan setia." Namun, bagi mereka yang selama hidupnya hanya mencari kesenangan sendiri tanpa memperhatikan perasaan Tuhan, Yesus akan dengan tegas berkata, "Aku tidak mengenal kamu." Pernyataan ini bukan ditujukan kepada orang yang tidak mengenal Tuhan, melainkan kepada mereka yang merasa dekat dengan Tuhan karena melakukan segala sesuatu atas nama-Nya (Matius 7:22-23).
Kenyataan ini seharusnya membuat kita gentar. Dalam kegentaran tersebut, kita harus berusaha mencari tahu bagaimana keberadaan kita di hadapan Tuhan saat ini—bagaimana perasaan Tuhan terhadap kita dan apa yang akan Tuhan katakan jika kita bertemu dengan-Nya saat ini. Oleh karena itu, kita harus belajar untuk terus-menerus mengevaluasi diri: jika hari ini kita menghadap Tuhan, apakah kita dapat mempertanggungjawabkan seluruh hidup yang telah kita jalani di hadapan-Nya? Amin.
28 Juli 2024
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
28 Juli 2024
Saudaraku,
Ketika seseorang sungguh-sungguh mengabdikan diri kepada Tuhan dalam rentang hidup yang singkat ini, maka cita rasa jiwa atau minat batinnya akan berubah. Jika dahulu kita menginginkan banyak hal dan selalu merasa ingin memiliki segala sesuatu yang kita lihat, kini tidak lagi demikian. Dari perjuangan untuk menemukan dan mengalami Tuhan, selera jiwa kita akan berubah; kita tidak lagi suka berkompromi dengan dosa sekecil apapun, merasa cukup dalam segala keadaan, dan tidak lagi menginginkan banyak hal. Hidup kita menjadi semakin sederhana dan penuh kedamaian karena selera jiwa kita telah berubah. Oleh karena itu, sebelum kita menutup mata, selera jiwa kita harus sudah berubah, dari kehidupan yang cenderung memuaskan keinginan diri sendiri menjadi kehidupan yang berfokus untuk menyenangkan hati Tuhan.
Dengan sungguh-sungguh berjuang mengisi hidup untuk mengerti dan melakukan kehendak Tuhan, kita sebenarnya sedang memperkaya diri kita sendiri. Tidak ada kekayaan dan keagungan yang melebihi Tuhan. Jadi, orang yang menemukan Tuhan adalah orang yang paling kaya di muka bumi ini. Inilah berkat yang tidak terbatas yang Tuhan sediakan bagi mereka yang serius dengan-Nya. Tuhan ingin kita menjadikan-Nya sebagai satu-satunya hasrat dalam hidup ini. Jika kita diibaratkan sebagai mempelai, anak, atau sahabat Tuhan, ini menunjukkan bahwa Tuhan tidak ingin kita berbagi dengan yang lain. Mencari Tuhan hanya untuk memperoleh berkat jasmani adalah tindakan yang tidak menghargai Tuhan, bahkan menyakiti hati-Nya. Tuhan ingin kita menjadi mempelai, anak, dan sahabat-Nya, namun kita menolaknya dengan memilih yang lain. Sikap seperti itu seolah-olah kita tidak menghargai Tuhan yang menyediakan berkat yang jauh lebih besar dan mulia daripada berkat jasmani.
Ketika kita diangkat menjadi anggota keluarga kerajaan Tuhan, kita tidak perlu meminta hal-hal yang ada dalam kerajaan, karena semuanya sudah menjadi bagian kita. Orang yang tidak dikenal akan membuat proposal, dan proposal tersebut bisa diterima atau ditolak. Namun, jika diterima, hanya sebatas menerima apa yang diminta. Sebaliknya, jika kita menjadi mempelai, anak, atau sahabat Tuhan, kita tidak perlu mengkhawatirkan kesusahan kita, karena mempelai, Bapa, dan sahabat kita mengetahuinya.
Saya mengatakan hal ini bukan berarti kerohanian saya selalu mulus. Kadang-kadang, saya juga tidak stabil. Namun, seiring berjalannya waktu dan dengan menerima penyingkapan akan kebenaran seperti ini, saya seharusnya semakin stabil dibandingkan dua tahun yang lalu. Yang menghibur hati kita di tengah masalah apapun yang kita hadapi adalah keyakinan bahwa semua ini pasti berakhir, dan kita akan menikmati buah dari keseriusan kita dengan Tuhan. Apa yang kita jalani juga akan diikuti oleh orang-orang yang kita kasihi. Inilah yang dimaksud dalam Alkitab: jika satu orang diselamatkan, maka seisi rumah juga diselamatkan. Ini tidak hanya berarti bahwa jika kita menjadi Kristen, keluarga kita juga ikut menjadi Kristen, tetapi jika kita hidup serius dengan Tuhan, maka orang-orang yang kita kasihi pun akan serius dengan Tuhan.
Meskipun kita akan terpisah karena kematian, perpisahan tersebut hanya sementara. Suatu saat nanti, kita akan berkumpul kembali dengan orang-orang yang kita kasihi di kekekalan. Inilah penghiburan terbesar kita dalam hidup ini, karena tidak mungkin Tuhan mempersatukan kita hanya untuk waktu yang singkat di dunia ini. Jika kita serius dengan Tuhan, maka kita akan menikmati keseriusan kita dengan Tuhan bersama-sama dengan orang yang kita kasihi hingga kekekalan.
Jadi, saya mengajak saudara untuk serius dengan Tuhan dalam menjalani sisa hidup ini. Cari Tuhan, temukan Tuhan, hingga saudara benar-benar memiliki hubungan pribadi dengan-Nya. Mulailah dengan mencari wajah Tuhan minimal 30 menit setiap hari, isi hidup dengan kebenaran, dan perhatikan setiap peristiwa dalam hidup saudara, karena Tuhan berbicara kepada kita melalui peristiwa-peristiwa tersebut. Jika kita sungguh-sungguh serius dengan Tuhan, pasti Tuhan memperhitungkannya, dan Dia akan mengizinkan diri-Nya untuk kita jumpai. Amin.
21 Juli 2024
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
21 Juli 2024
Saudaraku,
Agar kita hanya memiliki agenda hidup yang menuruti keinginan Tuhan, kita harus benar-benar menghayati bahwa kita sudah ditebus (dibeli) menjadi milik Tuhan sepenuhnya. Kesadaran ini seharusnya dibangun semakin kuat dalam hidup kita, karena hidup yang kita jalani di dunia ini berpacu dengan waktu. Artinya, seiring berjalannya waktu, kita diingatkan bahwa kesempatan untuk bersama-sama dengan Tuhan dalam kekekalan semakin berkurang jika kita tidak menjalani hidup sesuai kehendak-Nya.
Oleh karena itu, jika usia biologis kita sudah 50 tahun, apakah kita sudah mencapai suatu tingkat yang diinginkan Tuhan? Jika belum, maka kita harus berjuang keras untuk mengejar ketertinggalan kita. Inilah bentuk keseriusan kita dalam menjalani hidup. Dengan usia saya saat ini, apakah saya sudah benar-benar serius berjuang memuaskan hati Tuhan? Saya harus menemukan jawabannya. Jika saya menemukan bahwa saya belum benar-benar serius, maka saya harus berusaha menemukan di area mana saya belum serius dengan Tuhan. Kita harus belajar melihat dan meneropong dengan lebih detail kehidupan yang kita jalani.
Bagi orang yang benar-benar serius menjalani hidup yang berkenan di hadapan Tuhan, perjuangan untuk memuaskan hati Tuhan adalah perjuangan yang melebihi apapun, bahkan lebih dari nyawanya sendiri. Ketika anak masih kecil, urusannya hanya bermain dengan boneka atau mobil-mobilan, tetapi ketika sudah dewasa, kebutuhannya berbeda. Seharusnya, kebutuhan orang Kristen yang sudah lama mengikuti Tuhan Yesus tidak boleh sama seperti kebutuhan orang Kristen yang baru.
Pada awal-awal mengikuti Tuhan, kita membutuhkan mujizat dan memang mujizat demi mujizat kita alami. Namun, semakin lama mengikuti Tuhan, seolah-olah mujizat sudah tidak kita alami lagi. Hal ini terjadi karena Tuhan ingin mendidik kita supaya dewasa, karena hanya orang dewasa yang bisa mengerti kehendak Tuhan untuk dilakukan. Jadi, motivasi orang Kristen baru datang kepada Tuhan adalah supaya Tuhan menolong, memberi mujizat, atau jalan keluar atas masalah-masalah yang dihadapinya. Namun, semakin lama mengikuti Tuhan, motivasi kita datang dan mencari Tuhan adalah agar diberi kekuatan untuk menjalani hidup yang makin berkenan kepada Tuhan dan meminta Tuhan untuk menyelamatkan karakter kita di tengah masalah-masalah hidup yang kita hadapi.
Mari bayangkan, jika di tengah masalah berat yang kita alami, kita tidak meminta Tuhan menyelesaikan masalah tersebut, tetapi meminta Tuhan untuk menyelamatkan karakter kita, maka Tuhan pasti merespon keinginan kita, karena keinginan kita sama dengan keinginan Tuhan. Akhirnya, melalui masalah-masalah yang kita alami, hidup kita berubah menjadi seperti yang Tuhan inginkan. Masalahnya, bertahun-tahun kita diajarkan bahwa mencari Tuhan supaya Tuhan dapat menjawab kebutuhan-kebutuhan kita, bukan supaya kita bisa mengerti apa yang Tuhan inginkan untuk kita lakukan. Sebenarnya, jika kita mencari Tuhan hanya supaya dapat memperoleh pertolongan dan jawaban atas masalah yang kita alami, kita belum serius dengan Tuhan
Orang-orang Yahudi gagal menerima Yesus sebagai Juru Selamat karena orientasi berpikir mereka tidak sama seperti yang Yesus ajarkan. Mereka mengharapkan juru selamat atau mesias duniawi, seorang pemimpin politik yang bisa membebaskan mereka dari penindasan bangsa Romawi. Namun, Yesus adalah Juru Selamat dari dosa, karena Kerajaan-Nya bukan dari dunia ini. Jadi, tujuan Yesus menebus kita hanya satu, yaitu agar kita menjadi orang yang berkenan kepada Bapa. Orang yang serius dengan Tuhan akan memfokuskan diri pada hal ini.
Mungkin Anda bertanya, "Tetapi kita punya persoalan, bukan?" Selama kita masih hidup, kita pasti akan mengalami masalah. Namun, jika kita mau serius dengan Tuhan, maka kita harus memiliki prinsip bahwa tidak ada masalah yang lebih besar daripada berjuang untuk hidup berkenan di hadapan Tuhan.
Bagaimana dengan masalah-masalah hidup? Pertama, terimalah kenyataan bahwa persoalan yang kita alami kemungkinan besar adalah akibat dari kesalahan kita sendiri. Jadi, terimalah tuaian ini karena kita telah menabur. Kedua, walaupun tuaian itu menyakitkan, Allah memakainya sebagai sarana untuk mendewasakan kita. Ketiga, masalah-masalah itu pasti akan selesai pada waktunya ketika kita membawa diri kita untuk dibentuk. Sehingga, kita bisa berkata seperti pemazmur: "Sekalipun dagingku dan hatiku habis lenyap, gunung batuku dan bagianku tetaplah Allah selamanya." Amin.
14 Juli 2024
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
14 Juli 2024
Saudaraku,
Setiap orang memiliki sudut pandang yang berbeda mengenai bagaimana memandang hidup dengan serius. Banyak orang menganggap bahwa mereka yang serius dalam menjalani hidup adalah mereka yang bekerja keras untuk mencapai apa yang mereka inginkan. Misalnya, jika seseorang ingin menjadi pengusaha sukses, maka ia akan bekerja keras untuk meraih cita-citanya. Begitu juga, jika seseorang ingin menjadi murid atau mahasiswa yang sukses, ia akan belajar dengan tekun untuk memperoleh nilai yang sempurna.
Namun, ketika pikiran kita diperbarui oleh kebenaran sehingga kita menyadari betapa pentingnya meraih kehidupan kekal bersama Tuhan, maka kita akan berjuang untuk mencapainya. Perjuangan ini melibatkan membangun kehidupan yang berjalan bersama Tuhan dalam keseharian kita, seperti yang dilakukan oleh Henokh, Musa, Abraham, Ishak, Yakub, Yusuf, Nuh, Paulus, Timotius, dan tokoh-tokoh lain yang namanya tertulis dalam Alkitab.
Bagi sebagian orang, pernyataan ini mungkin dianggap terlalu fanatik, tidak realistis, dan tidak masuk akal di zaman sekarang. Namun, jika Tuhan yang kita sembah adalah Tuhan yang sama, maka di zaman apapun, setiap orang percaya diberi kesempatan yang sama untuk memiliki pengalaman berjalan bersama Tuhan. Tuhan menyediakan diri-Nya secara berlimpah untuk dialami oleh setiap orang percaya sepanjang zaman. Persoalannya adalah apakah orang percaya mau menggunakan kesempatan yang Tuhan berikan untuk mengalami-Nya secara berlimpah atau tidak.
Sebagai contoh, jika Tuhan menyediakan 1000, tetapi kita hanya ingin meraih 10, atau bahkan sama sekali tidak ingin meraihnya, maka kita sedang menyia-nyiakan kesempatan yang sangat mulia dan berharga yang Tuhan sediakan. Jika kita mengaku sebagai anak-anak Allah, maka sudah seharusnya kita mengalami Tuhan secara melimpah. Bagaimana mungkin kita memanggil Allah sebagai Bapa tetapi tidak memiliki pengalaman berjalan bersama Bapa yang diwakili oleh Roh Kudus-Nya?
Jadi, jika kita serius dengan Tuhan, kita tidak lagi mempersoalkan apakah kita bisa berhasil menurut ukuran orang lain, karena hal itu bukan lagi tujuan utama kita. Apakah ini berarti kita menjadi orang yang bermental minimalis? Tidak sama sekali. Kita harus tetap berprestasi dalam studi, karir, pekerjaan, dan bisnis karena prestasi yang kita raih adalah bentuk kesungguhan kita dalam mempertanggungjawabkan hidup yang Tuhan berikan kepada kita. Semua prestasi yang bisa kita raih, kita persembahkan kepada Tuhan sebagai bentuk pengabdian kita kepada-Nya.
Jika kita pandai dan berprestasi dalam bidang apa saja, kita bisa menjadi orang berpengaruh di masyarakat. Semua pengaruh tersebut kita pergunakan agar banyak orang bisa mengenal dan mengalami Tuhan melalui hidup kita, sehingga kita bisa menjadi berkat bagi sesama.
Namun, memiliki hubungan interpersonal dengan Tuhan tidaklah mudah, karena Tuhan tampaknya tidak ada secara fisik. Keadaan inilah yang membuat banyak orang tidak bisa menghargai Tuhan dalam setiap aktivitas yang dijalaninya. Ketika berbuat dosa, semuanya terlihat baik-baik saja, dan ketika berjuang hidup benar, Tuhan juga tidak langsung memberi pujian dan penghargaan. Keadaan ini membuat seseorang ceroboh dalam menjalani hidupnya. Oleh karena itu, tidak heran jika banyak orang tenggelam dalam berbagai kesenangan yang tidak pernah berhenti, sampai mereka tidak pernah mempersiapkan diri untuk memasuki kehidupan kekalnya.
Seharusnya, 70 tahun umur hidup kita di bumi hanya digunakan untuk mempersiapkan diri sebaik mungkin untuk memasuki kehidupan kekal. Karena 70 tahun usia kita di bumi yang kita perjuangkan untuk menjalani hidup benar, tidak sebanding dengan kesempatan untuk menikmati hidup kekal bersama Tuhan Yesus selamanya. Paulus berkata dalam 2 Korintus 4:17: "Sebab penderitaan ringan yang sekarang ini, mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal yang melebihi segalanya, jauh lebih besar daripada penderitaan kami."
Jika 70 tahun usia kita yang sangat singkat di dunia ini saja kita tidak serius dengan Tuhan, bagaimana mungkin kita bisa serius dengan Tuhan di kehidupan kekal? Amin.
07 Juli 2024
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
07 Juli 2024
Saudaraku,
Setelah Tuhan Yesus mengimpartasikan seluruh hidup-Nya kepada para murid, Dia berkata dalam amanat agung-Nya, "Jadikan semua bangsa murid-Ku." Ini berarti Tuhan Yesus menginginkan agar para murid mengajarkan apa yang telah Dia ajarkan, karena syarat menjadi murid Tuhan Yesus adalah menghidupi ajaran-Nya. Generasi pertama setelah kenaikan Tuhan Yesus ke surga adalah generasi yang benar-benar menghidupi ajaran-Nya, meskipun harus dibayar dengan harga yang mahal, yaitu dengan seluruh hidup mereka bahkan nyawa mereka pertaruhkan. Melalui hidup yang dijalani oleh generasi pertama inilah, orang luar menjuluki mereka sebagai orang Kristen. Seharusnya sepanjang zaman, kehidupan Kristen adalah menghidupi ajaran dan teladan hidup Tuhan Yesus. Agar dapat meneladani dan menghidupi ajaran Tuhan Yesus, kita harus berani melepaskan apapun, termasuk hak hidup.
Setelah menyampaikan amanat agung tersebut, Tuhan Yesus memberi janji bahwa Ia akan menyertai sampai kesudahan zaman. Tuhan Yesus akan menyertai murid-murid-Nya sampai kesudahan zaman hanya ketika mereka menjalankan amanat agung-Nya. Janji Tuhan Yesus ini juga berlaku bagi kita. Jika kita menjalankan amanat agung Tuhan Yesus, yaitu menjadikan semua bangsa murid Tuhan Yesus, maka Tuhan Yesus akan menyertai kita. Sebaliknya, jika kita tidak memenuhi amanat agung Tuhan Yesus, maka tidak ada kewajiban bagi Tuhan untuk menyertai kita. Jika Tuhan yang Maha Kuasa menyertai kita, maka tidak ada yang perlu kita takuti dalam hidup ini. Makanya Paulus berkata dalam Roma 8:35: "Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan atau kelaparan atau ketelanjangan atau bahaya atau pedang...," (37) "dalam semuanya itu kita lebih dari orang yang menang," (38) "sebab aku yakin bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang," (39) "atau kuasa-kuasa, baik yang di atas maupun yang di bawah ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita."
Jadi, jangan melihat penyertaan Tuhan hanya dengan terjadinya manifestasi mujizat. Penyertaan Tuhan membuat kita tidak takut menghadapi apapun juga, karena kita yakin tidak ada yang dapat memisahkan kita dari kasih Kristus. Tujuan Tuhan menyertai kita adalah untuk mengajar, mendidik, menegur, dan menasihati, sehingga kita bisa menjalani hidup menurut keinginan Tuhan. Ketika kita ada dalam proses perubahan karena didikan dan ajaran Tuhan, maka kita memiliki keyakinan yang kokoh bahwa tidak ada yang dapat memisahkan kita dari kasih Kristus.
Semakin kita berjuang menghidupi ajaran dan didikan Tuhan Yesus, semakin kita menyadari bahwa ada banyak hal dalam hidup kita yang perlu diperbaiki. Di tengah kesibukan apapun, kita belajar untuk menangkap ajaran, didikan, dan nasihat Tuhan, supaya dengan berjalannya waktu, kita semakin menyesuaikan hidup kita dengan keinginan Tuhan dan berubah menjadi pribadi yang benar-benar layak dianggap sebagai murid Tuhan Yesus. Sesungguhnya inilah yang dimaksud oleh Tuhan Yesus ketika Ia mengatakan bahwa Ia menyertai kita sampai kesudahan zaman.
Jadi, ketika Tuhan berkata bahwa Ia menyertai kita, hal itu tidak boleh dianggap hanya berkaitan dengan hal-hal yang spektakuler, seperti sakit sembuh, lemah dikuatkan, buta melihat, atau timpang berjalan. Penyertaan Tuhan yang sesungguhnya adalah untuk mendidik, menasihati, menegur, dan membimbing kita supaya kita bisa menjadi pribadi seperti yang diinginkan-Nya. Hanya ketika kita bertumbuh menjadi pribadi seperti yang Tuhan inginkan atau menjadi murid Tuhan Yesus, kita bisa memuridkan orang lain supaya mereka pun dapat menjadi murid Tuhan Yesus. Amin.
23 Juni 2024
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
23 Juni 2024
Saudaraku,
Setelah kematian, banyak orang baru menyadari bahwa dunia ini, dengan segala kesenangan yang dianggap dapat memenuhi kehausan jiwa, ternyata hanya fatamorgana atau ilusi semata. Jika kita memahami kebenaran ini, rasa haus kita tidak lagi terarah pada hal-hal yang bersifat materi, karena kita hanya mengarahkannya kepada Tuhan. Jika hal ini dilakukan secara konsisten dan tekun, maka kita dapat menjalani hidup sesuai dengan kehendak Tuhan. Sebaliknya, jika kita tidak menaruh rasa haus hanya kepada Tuhan, kita tidak akan bisa hidup sesuai dengan kehendak-Nya.
Ketika seseorang sampai di kekekalan, banyak yang baru menyadari akan kehausan yang sejati yang harus mereka miliki. Seperti yang digambarkan dalam Lukas 16: "Aku haus, Bapa Abraham, suruhlah Lazarus memberikan setetes air pada lidahku." Ini tentu bukan kehausan bagi lidah jasmani, karena orang mati tidak memiliki fisik. Hanya saat kedatangan kedua Tuhan Yesus, semua orang yang telah mati akan menerima tubuh kebangkitan, di mana dengan tubuh kekal tersebut seseorang akan menerima kemuliaan kekal atau penderitaan kekal. Jadi, "lidah" yang dimaksud di sini adalah lidah batin.
Jika kita terus hidup dalam ketidakbenaran, maka pada suatu titik kita tidak dapat lagi berbalik. Kita tahu bahwa apa yang kita lakukan salah dan tidak benar, tetapi kita tetap tidak sanggup untuk berpaling dari jalan-jalan yang salah tersebut, bahkan cenderung menikmatinya. Sebaliknya, jika kita berjuang untuk hidup benar, pada suatu titik kita tidak lagi bisa hidup dalam keinginan untuk tidak hidup benar. Jadi, ada dua jenis titik tanpa kembali. Pertama, ketika seseorang membiasakan diri hidup dalam kesucian Tuhan, mereka tidak bisa lagi kembali ke kehidupan yang lama. Kedua, jika seseorang terus-menerus menuruti keinginan daging, mereka tidak lagi bisa hidup dalam kehendak Tuhan, meskipun mereka menyadari bahwa yang mereka lakukan salah, mereka tetap tidak sanggup untuk menolaknya.
Kita harus memahami bahwa iblis tidak dapat memaksa kita masuk neraka, begitu pula Tuhan tidak dapat memaksa kita masuk surga. Semua itu tergantung pada bagaimana kita mengarahkan kemudi hidup ini. Jika kita mengarahkan hidup kita untuk bergaul dengan Tuhan, maka seiring berjalannya waktu, kita akan memiliki kesaksian di dalam batin bahwa Dia menyertai, menuntun, mengarahkan, dan menasihati kita, sehingga kita dapat menjalani hidup sesuai dengan kehendak-Nya. Namun, pengalaman berjalan bersama Tuhan bukanlah pengalaman yang mudah, karena ketika kita berbuat dosa dan terus-menerus melakukan kesalahan, seakan-akan Tuhan tidak terganggu. Begitu pula ketika kita hidup dalam kebersihan dan kekudusan, berusaha untuk menyenangkan-Nya, seakan-akan Tuhan tidak merasa senang atau memberikan hadiah apapun kepada kita.
Namun, jika kita tetap bertekun mencari wajah Tuhan dan berjuang untuk hidup benar, maka kita akan memiliki kesaksian di dalam batin bahwa Allah itu hidup. Sebaliknya, jika kita tidak berjuang untuk mencari wajah Tuhan dan hidup benar, kita akan merasa bahwa Allah tidak ada, dan akibatnya mudah jatuh dalam dosa.
Pertanyaannya adalah: saat ini, apakah kita berada pada titik tanpa kembali untuk mendekatkan diri kepada Tuhan atau untuk semakin jauh dari-Nya? Agar kita dapat semakin mendekat kepada Tuhan, seringkali Dia mengijinkan kita mengalami situasi-situasi yang tidak kita inginkan, seperti masalah ekonomi, kesehatan, anak-anak, rumah tangga, pekerjaan, dan sebagainya. Semua peristiwa yang tidak menyenangkan tersebut, Tuhan mengizinkannya agar kita sungguh-sungguh mencari-Nya dan memiliki pengalaman pribadi berjalan bersama-Nya. Dalam pergaulan dengan Tuhan ini, kita dapat merasakan bahwa hanya Dia-lah sumber kebahagiaan dalam hidup ini. Amin.
16 Juni 2024
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
16 Juni 2024
Saudaraku,
Dalam Matius 4:4, Tuhan Yesus berkata, "Manusia hidup bukan hanya dari roti saja, tetapi dari setiap Firman yang keluar dari mulut Allah." Pernyataan ini menunjukkan bahwa selain makanan jasmani yang kita nikmati setiap hari, ada juga makanan rohani yang harus kita asup dan nikmati. Kita perlu memahami bahwa tidak hanya tubuh kita yang memiliki kebutuhan akan kelezatan, tetapi juga jiwa kita.
Ketika seseorang mengisi hidupnya dengan kelezatan-kelezatan dunia, ia cenderung terikat pada kesenangan-kesenangan yang dunia tawarkan. Ini karena ia menganggap kesenangan-kesenangan tersebut sebagai satu-satunya sumber kebahagiaan dalam hidupnya. Ketika kita mencari kebahagiaan, kelengkapan, dan keutuhan melalui harta dan kesenangan dunia, maka kita akan mengabdikan hidup kita sepenuhnya padanya.
Namun, jika kita merasa bahagia, lengkap, dan utuh karena hubungan yang nyata dengan Tuhan, kita akan mengikatkan diri hanya kepada-Nya. Meskipun mengikatkan diri kepada Tuhan tidak selalu mudah karena kita tidak bisa melihat-Nya, merasakan-Nya, atau langsung menikmati-Nya seperti kesenangan-kesenangan dunia, hal ini tetaplah penting.
Tidaklah mengherankan jika banyak orang lebih memilih mengabdikan hidup mereka pada harta dan kesenangan dunia.
Meskipun tampaknya mengikatkan diri kepada Tuhan, tetapi dalam keseharian mereka justru lebih cenderung mengikatkan diri kepada harta dan segala kesenangan yang ditawarkan dunia. Ironisnya, mereka merasa baik-baik saja bahkan merasa dekat dengan Tuhan. Mungkin Anda bertanya, "Apakah tidak boleh memiliki harta?" Tentu tidak dilarang memiliki harta, tetapi hati kita tidak boleh terikat sepenuhnya pada harta tersebut. Sebaliknya, harta yang Tuhan percayakan kepada kita harus kita gunakan untuk mengabdi kepada-Nya dan menjadi berkat bagi banyak orang, bukan untuk kepuasan dan kebahagiaan pribadi.
Dalam Yohanes 7:37, Tuhan Yesus dengan jelas dan tegas berkata, "Barangsiapa haus, baiklah ia datang kepada-Ku dan minum." Melalui pernyataan ini, Tuhan Yesus ingin menyampaikan bahwa hanya Dia yang bisa memuaskan dahaga jiwa kita. Desain Tuhan untuk mengisi dahaga jiwa kita hanya melalui hubungan dengan-Nya adalah bentuk perlindungan atas ciptaan-Nya. Hanya dengan memenuhi dahaga jiwa kita dengan Tuhan, kita bisa hidup sesuai dengan kehendak-Nya dan mendapatkan tempat di kemah abadi ketika bersama-Nya.
Namun, banyak orang justru mencoba memenuhi dahaga jiwa mereka dengan hal-hal selain Tuhan, seperti harta, kesenangan duniawi, dan kepuasan jasmani. Dengan mengejar hal-hal tersebut, mereka mungkin merasa bahwa hidup mereka semakin lengkap, bahagia, dan utuh. Padahal, dengan terus-menerus mencari kepuasan di luar Tuhan, manusia bisa terpisah dari-Nya selamanya. Seumur hidup mereka mungkin tidak pernah mengenal atau merasakan kehausan akan Tuhan. Pada akhirnya, setiap orang akan menyadari bahwa yang sejati yang mereka butuhkan hanyalah Tuhan, bukan hal lain.
Oleh karena itu, kehausan akan Tuhan seharusnya dibangun selama kita hidup di dunia ini. Jika kita baru merasakan "haus" akan Tuhan di akhirat, maka itu sudah terlambat. Amin.
09 Juni 2024
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
09 Juni 2024
Saudaraku,
Dalam menjalani kehidupan, kita harus melatih diri agar satu-satunya keinginan kita adalah melakukan kehendak Bapa dan menyelesaikan pekerjaan-Nya. Dengan tekad seperti ini, kita menggunakan kemampuan kita sesuai dengan kehendak Tuhan. Orang yang mengarahkan keinginannya sesuai dengan keinginan Tuhan akan merasakan kehidupannya dinikmati oleh Tuhan dan sesama. Namun, seringkali kita sudah memiliki banyak keinginan dan terbiasa dengan kehidupan yang tidak terarah. Oleh karena itu, sisa hidup yang kita jalani harus kita perjuangkan untuk menyangkal diri. Menyangkal diri bukan hanya tentang tidak melakukan hal-hal yang melanggar moral, tetapi juga tidak melakukan apa pun yang diluar kehendak Allah. Ketika anak-anak sekolah, kuliah, ibu-ibu menjadi ibu rumah tangga, dan bapak-bapak bekerja atau berbisnis, semuanya harus dilakukan untuk Tuhan. Alkitab mengatakan, "Baik kau makan atau minum, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Tuhan." Gaya hidup seperti ini adalah gaya hidup yang seharusnya dijalani oleh setiap orang percaya. Jika saya berbicara tentang hal ini, saya harus lebih dulu berjuang dengan sungguh-sungguh, belajar, dan berusaha lebih serius agar dapat memimpin orang lain. Sebab, seorang mentor harus lebih pandai dari yang dia bimbing.
Ciri sejati dari kebenaran adalah kemampuannya untuk "mengubah hidup," baik hidup yang mengajar maupun yang diajar. Ini tidak hanya tentang memindahkan "ilmu" dari satu pihak ke pihak lain, tetapi juga tentang mengubah kedua belah pihak. Jika Anda dilengkapi dengan kebenaran semacam ini, cinta kepada Tuhan pasti akan berkobar. Meskipun mungkin ada yang merasa bingung karena hal ini bertentangan dengan konsep yang mereka miliki selama ini. Sebagai contoh, konsep bersyukur kepada Tuhan dan menganggap Tuhan baik karena semua keinginan kita dipenuhi. Namun, Tuhan yang memenuhi semua keinginan kita tidaklah baik, karena sifat dosa manusia cenderung menghasilkan banyak keinginan, dan memenuhi semua keinginan tersebut bukanlah tindakan baik. Kita perlu diarahkan oleh Tuhan ke arah kehidupan yang kekal, yang sejati. Oleh karena itu, Tuhan yang baik sebenarnya tidak akan memenuhi semua keinginan kita; bahkan, Dia mungkin akan membiarkan kita mengalami banyak masalah sebagai bagian dari rencana-Nya. Masalah-masalah ini, bagaimanapun, adalah panggilan untuk kita menyadari bahwa Tuhan adalah satu-satunya sumber kebahagiaan sejati dan penyelamatan dari kebinasaan. Amin.
02 Juni 2024
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
02 Juni 2024
Saudaraku,
Yakobus 4:5 menyatakan “Janganlah kamu menyangka, bahwa Kitab Suci tanpa alasan berkata: "Roh yang ditempatkan Allah di dalam diri kita, diingini-Nya dengan cemburu”.
Allah tidak menghendaki agar Roh yang ditempatkan-Nya dalam diri kita terjerumus ke dalam nafsu daging yang akhirnya membawa kita ke dalam kebinasaan. Ayat ini dengan jelas menunjukkan bahwa hidup kita adalah milik Tuhan. Meskipun khotbah yang menantang untuk mempersembahkan seluruh hidup kepada Tuhan mungkin membuat beberapa orang tidak nyaman, namun jika kita berani merespons, kita akan mengalami pembentukan dan pembelajaran secara pribadi dari Tuhan.
Setiap individu istimewa di hadapan Tuhan, dan setiap individu memiliki kurikulum yang unik untuk dipelajari dan diperkuat oleh Tuhan melalui berbagai peristiwa hidup. Jika kita memperhatikan dengan seksama setiap peristiwa yang kita alami, kita akan dapat melihat bagaimana Tuhan membentuk dan membimbing kita. Ini memperkuat hubungan intim kita dengan Tuhan, seperti ketika kita belajar secara pribadi dari seorang dosen, yang membimbing kita menuju kedewasaan.
Setelah kita dewasa secara rohani, Tuhan akan mempercayakan kita dengan tugas-tugas-Nya yang spesifik dan rahasia. Melalui pemenuhan tugas-tugas tersebut, kita akan mengalami ikatan emosional yang lebih dalam dengan Tuhan. Namun, hanya sedikit orang yang mencapai tingkat ini. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk menemukan bagian-bagian dari rencana Tuhan yang hanya kita dan Dia saja yang tahu. Ini menunjukkan bahwa Tuhan menginginkan hubungan yang eksklusif dengan kita, sehingga kita merasa menjadi bagian dari keluarga-Nya. Namun, jika kita tidak memiliki kerinduan yang tulus terhadap Tuhan, maka kita mungkin tidak akan memperhatikan hal-hal tersebut.
Yakobus 4:1-3 “4:1 Dari manakah datangnya sengketa dan pertengkaran di antara kamu? Bukankah datangnya dari hawa nafsumu yang saling berjuang di dalam tubuhmu? 4:2 Kamu mengingini sesuatu, tetapi kamu tidak memperolehnya, lalu kamu membunuh; kamu iri hati, tetapi kamu tidak mencapai tujuanmu, lalu kamu bertengkar dan kamu berkelahi. Kamu tidak memperoleh apa-apa, karena kamu tidak berdoa. 4:3 Atau kamu berdoa juga, tetapi kamu tidak menerima apa-apa, karena kamu salah berdoa, sebab yang kamu minta itu hendak kamu habiskan untuk memuaskan hawa nafsumu”. Menggambarkan sengketa dan pertengkaran di antara orang-orang, yang berasal dari hawa nafsu yang saling bertentangan di dalam diri mereka. Mereka menginginkan sesuatu, tetapi tidak memperolehnya, sehingga terjerumus ke dalam tindakan-tindakan yang merugikan, seperti pembunuhan, iri hati, pertengkaran, dan perkelahian. Mereka tidak memperoleh apa pun karena mereka tidak mengarahkan keinginan mereka kepada Tuhan melalui doa, atau jika mereka berdoa, mereka tidak menerima jawaban karena mereka meminta dengan motivasi yang salah, yaitu untuk memuaskan hawa nafsu mereka sendiri.
Ini adalah ciri orang yang hidupnya ditandai oleh keinginan bebas, merasa memiliki hak untuk mengejar apapun yang diinginkannya. Namun, sebenarnya keinginan tersebut harus diarahkan kepada Tuhan. Di dunia yang rusak ini, di mana kekuatan jahat seperti iblis dan godaan duniawi mengintai, memiliki keinginan tanpa mempertimbangkan kehendak Allah dapat menjadi sangat berbahaya. Ini sulit dimengerti oleh orang yang tidak pernah merasakan perjuangan rohani, namun bagi mereka yang berada dalam pertarungan spiritual, mereka dapat memahami pentingnya hal ini.
Ketika seseorang merasakan kebahagiaan dalam sesuatu yang duniawi, sebenarnya hatinya terikat pada hal tersebut, mengarahkan dirinya dan mengabdikan dirinya kepadanya. Dengan demikian, sesuatu yang seharusnya menjadi pelayan bagi mereka malah menjadi tuan mereka, dan iblis selalu berusaha menggantikan posisi Allah dalam hidup mereka. Oleh karena itu, ketika kita terikat pada sesuatu yang bukan berasal dari Allah, pada dasarnya kita sedang menyembah iblis.
Karena itu, sangatlah berbahaya jika kita membiarkan keinginan kita terjerumus di tengah-tengah godaan dunia yang jahat dan terkutuk ini. Amin.
26 Mei 2024
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
26 Mei 2024
Saudaraku,
Menjalin hubungan yang kokoh dengan Tuhan Yesus adalah sebuah perjalanan spiritual yang mendalam. Sebagaimana Alkitab menyatakan, tanpa Anak, tidak ada Bapa, mengingatkan kita akan pentingnya hubungan kita dengan-Nya. Oleh karena itu, sebagai umat yang dipilih, kita diundang untuk bergantung sepenuhnya kepada Tuhan dan terikat dalam ikatan yang kuat dengan-Nya.
Janji Yesus untuk menyertai kita sepanjang masa mengingatkan kita bahwa iman kita harus tercermin dalam kehidupan kita sehari-hari. Ini membutuhkan keberanian untuk menetapkan prinsip bahwa kita hanya menginginkan Tuhan dan tidak ada yang lain. Kita harus siap untuk melepaskan segala keinginan duniawi, karena hanya Dia yang bisa memenuhi hati kita sepenuhnya.
Bagi mereka yang belum menikah atau tidak memiliki fasilitas seperti orang lain, mereka tidak harus merasa terbebani atau merasa kurang. Dalam perjuangan ini, kita mungkin merasa telah menyerahkan segalanya kepada Tuhan, namun masih ada bagian dari diri kita yang belum sepenuhnya kita serahkan kepada-Nya.
Melalui perjalanan waktu, Tuhan akan memperlihatkan kepada kita bahwa ada hal-hal yang masih kita pertahankan. Saat kita memutuskan untuk melepaskan, hubungan kita dengan Tuhan akan menjadi lebih intim lagi. Ini adalah siklus dalam kehidupan rohani kita, di mana kita terus merespons panggilan-Nya untuk pertumbuhan dan pembentukan.
Meskipun kita mungkin memiliki harga diri dan keinginan untuk dihormati oleh manusia, tetapi segalanya harus dipersembahkan untuk kemuliaan Tuhan, bukan untuk memuaskan ego kita sendiri. Membangun relasi yang erat dengan Tuhan membutuhkan pengorbanan seluruh hidup kita, bahkan nyawa kita, karena hanya dengan melepaskan segalanya kita bisa benar-benar memiliki-Nya.
Pada usia yang lebih matang, kita mungkin mengalami kesulitan untuk melepaskan belenggu dunia, namun dengan tekad yang sungguh-sungguh, kita bisa melepaskan segala beban dan dosa yang menyesatkan. Ini seperti menyelesaikan proyek yang mendekati deadline; membutuhkan ketekunan dan tekad yang kuat untuk menyelesaikannya.
Jadi, marilah kita terus berjalan dalam iman, siap untuk melepaskan segala sesuatu yang menghalangi hubungan kita dengan Tuhan. Karena hanya dengan melepaskan segalanya kita bisa benar-benar memiliki-Nya dan hidup dalam kebenaran-Nya.
Mungkin ada pertanyaan tentang apakah menjadi kaya adalah hal yang tidak diperbolehkan. Namun, perlu dipahami bahwa keinginan untuk kekayaan seharusnya tidak hanya berasal dari niat untuk mengikat diri lebih dalam dengan dunia, tetapi juga untuk melayani Tuhan. Penting untuk diingat bahwa kebaikan Tuhan tidak hanya terlihat dari kesuksesan duniawi dan kekayaan materi.
Banyak orang Kristen bersyukur atas berkat yang mereka terima, seperti kesuksesan dalam bisnis, keluarga yang bahagia, atau kesuksesan anak-anak mereka. Namun, apakah ini benar atau salah? Jawabannya tergantung pada bagaimana kita memandangnya. Salahnya terletak pada kesenangan diri sendiri yang semata-mata mengambil keuntungan dari berkat tersebut, tanpa memperhatikan panggilan untuk melayani Tuhan.
Hal yang benar adalah ketika kita menerima berkat dari Tuhan, kita juga disiapkan untuk melayani-Nya tanpa terganggu oleh kekayaan atau kesuksesan dunia. Banyak orang menginginkan kekayaan, kehormatan, dan kedudukan, tetapi seringkali berhenti pada kesenangan dan keuntungan yang diperoleh, tanpa memberikan yang terbaik kepada Tuhan.
Namun, jika hati kita haus akan Tuhan, kita akan mengerti mengapa Tuhan tidak puas dengan hidup kita yang hanya mempersembahkan sisa-sisa. Hidup ini adalah kesempatan bagi kita untuk membuktikan cinta dan kesetiaan kita kepada Tuhan. Kiranya kita dapat mengambil kesempatan ini dengan sungguh-sungguh. Amin.
19 Mei 2024
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
19 Mei 2024
Saudaraku,
Karena manusia berasal dari Allah, hubungan manusia dengan-Nya tidak dapat dipisahkan. Salah satu aspek yang sering diabaikan adalah bahwa roh manusia berasal dari Allah. Ini berarti bahwa roh manusia adalah karunia dari Allah, bukanlah sama dengan Roh Allah. Yakobus 4:5 menggambarkan bahwa Allah dengan penuh kasih sayang menginginkan agar roh manusia kembali kepada-Nya sebagai pencipta. Ibrani 12:9 menegaskan bahwa karena Allah adalah Bapa dari segala roh, maka roh manusia juga berasal dari-Nya. Allah adalah asal dari segala sesuatu, sumber dari segala hikmat, berkat, dan kebijaksanaan. Dari-Nya pula berasal roh yang ditempatkan di dalam diri manusia, menjadikan manusia sebagai makhluk yang berhubungan dengan-Nya.
Idealnya, manusia adalah bagian dari kehidupan Allah yang merupakan Bapanya. Namun, perpisahan manusia dari Allah terjadi karena manusia gagal mencapai standar moral Allah. Akibat jatuhnya manusia dalam dosa adalah kehilangan kemuliaan Allah, sehingga manusia tidak dapat sepenuhnya menjadi bagian dari kehidupan Allah sebagai Bapanya. Namun, keselamatan yang diberikan melalui Yesus Kristus memberikan akses dan kesempatan bagi manusia untuk kembali kepada-Nya.
Doa Yesus dalam Yohanes 17 menyoroti hubungan yang erat antara Allah, Yesus, dan manusia yang percaya. Ini menunjukkan dimensi kehidupan rohani yang luar biasa, yang mungkin tidak dipahami oleh orang di luar gereja. Tujuan dari kesatuan yang Yesus doakan bukanlah tentang organisasi, melainkan kesatuan dalam iman yang benar, membentuk gereja yang tidak terlihat secara fisik. Gereja yang sejati tidak hanya terdiri dari struktur organisasi atau bangunan, tetapi terdiri dari individu-individu di sepanjang zaman dan di berbagai tempat yang hidup dalam iman dan persekutuan dengan Allah.
Di mana pun kita berada, selalu ada orang-orang yang hidup sesuai dengan kehendak-Nya, yaitu mereka yang mengalami transformasi dari kodrat dosa menuju kodrat ilahi. Mereka adalah bagian dari gereja yang tidak terlihat, yang pada akhir zaman akan diakui, dan dapat berasal dari berbagai latar belakang organisasi gereja.
Namun, tantangan dan godaan dalam kehidupan orang Kristen adalah bagaimana mengikat mereka dalam anggotaan gereja, kesetiaan pada denominasi, dan mendukung kelangsungan gereja dengan memberikan sumbangan uang, pikiran, dan tenaga. Padahal, hal tersebut bukanlah yang paling penting. Yang terutama adalah pembaharuan pikiran dan perubahan kodrat, karena melalui proses ini, kita menjadi bagian dari gereja yang tidak terlihat (unseen church), sama halnya dengan menjadi bagian dari kehidupan Allah sebagai Bapa.
Ketika kita sungguh-sungguh mengalami hal ini, kita akan bersedia melakukan segala sesuatu sesuai kehendak-Nya, asalkan kita menjadi bagian dari-Nya. Hal ini dijelaskan dalam Ibrani 12:10, bahwa orang tua mendidik kita sesuai dengan kebijaksanaan mereka, tetapi Bapa menghajar kita untuk kebaikan yang sesuai dengan kehendak-Nya, sehingga kita dapat memiliki bagian dalam kekudusan-Nya.
Hanya ketika kita aktif dalam kekudusan Allah, kita dapat memiliki relasi eksklusif dengan-Nya sebagai anak-anak-Nya. Kita tidak boleh meremehkan makna menjadi anak-anak Allah, karena itu adalah hubungan yang sangat istimewa. Meskipun kita memiliki banyak anak rohani, sahabat, dan teman, hubungan dengan Allah sebagai Bapa tetaplah eksklusif. Amin.
12 Mei 2024
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
12 Mei 2024
Saudaraku,
Dalam 2 Petrus 3:3, ditegaskan bahwa pengetahuan utama yang harus dimiliki adalah bahwa pada hari-hari terakhir akan muncul pengejek-pengejek yang mengolok-olok, yang hidup sesuai dengan hawa nafsu mereka sendiri. Istilah "hawa nafsu" tidak hanya mencakup tindakan amoral, tetapi juga merujuk pada keinginan yang bertentangan dengan kehendak Tuhan. Dalam pandangan dunia, seseorang mungkin mengikuti keinginannya sendiri, tetapi sebagai anak-anak Tuhan, kita dituntut untuk melakukan kehendak Bapa. Hanya ketika kita memiliki pemahaman akan kebenaran dan menjalin hubungan yang nyata dengan Tuhan, kita akan mengukur setiap tindakan, pemikiran, dan perkataan kita sesuai dengan kehendak-Nya. Saat kita bertekad untuk melakukannya, Tuhan akan menggunakan peristiwa-peristiwa dalam hidup kita sebagai sarana penyembuhan untuk mengubah hati dan pikiran kita.
Ayat 4, 5, dan 6 “Kata mereka: "Dimanakah janji tentang kedatangan-Nya itu? Sebab sejak bapa-bapa leluhur kita meninggal, segala sesuatu tetap seperti semula, pada waktu dunia diciptakan." Mereka sengaja tidak mau tahu, bahwa oleh firman Allah langit telah ada sejak dahulu, dan juga bumi yang berasal dari air dan oleh air, dan bahwa oleh air itu, bumi yang dahulu telah binasa, dimusnahkan oleh air bah”, menunjukkan bagaimana beberapa orang menolak untuk percaya bahwa janji kedatangan Tuhan akan digenapi. Mereka berpikir bahwa karena segala sesuatu berjalan seperti biasa sejak zaman nenek moyang, maka tidak ada perhitungan atau konsekuensi yang akan terjadi. Namun, mereka sengaja mengabaikan fakta bahwa langit dan bumi diciptakan oleh firman Allah, dan bahwa pernah ada penghukuman melalui banjir besar.
Ayat 7 “Tetapi oleh firman itu juga langit dan bumi yang sekarang terpelihara dari api dan disimpan untuk hari penghakiman dan kebinasaan orang-orang fasik”, mengungkapkan bahwa sama seperti langit dan bumi di masa lalu dilestarikan oleh firman Tuhan dari air, sekarang mereka disimpan untuk hari penghakiman dan kebinasaan bagi orang-orang yang fasik.
Jika dalam masa lalu bumi telah dihancurkan oleh banjir besar, maka sekarang tidak lagi bumi dan langit dilestarikan dari air, tetapi dari api. Mereka disimpan untuk hari penghakiman dan kebinasaan bagi orang-orang fasik. Dengan demikian, bumi akan menjadi lautan api, dan orang-orang yang tidak beriman dan hidup dalam ketidaktaatan akan mengalami kebinasaan bersama dengan bumi yang menjadi lautan api tersebut. Oleh karena itu, saat ini adalah waktu yang tepat bagi kita untuk melakukan introspeksi, apakah kita termasuk dalam golongan orang-orang fasik yang tidak memperhatikan Tuhan dan tidak takut akan-Nya.
Dalam ayat 8 “Akan tetapi, saudara-saudaraku yang kekasih, yang satu ini tidak boleh kamu lupakan, yaitu, bahwa di hadapan Tuhan satu hari sama seperti seribu tahun dan seribu tahun sama seperti satu hari”, ditegaskan bahwa waktu dalam pandangan Tuhan tidaklah sama seperti waktu manusia. Satu hari bagi Tuhan sama seperti seribu tahun, dan seribu tahun sama seperti satu hari. Oleh karena itu, kita tidak dapat dengan pasti menentukan kapan kedatangan-Nya, karena apa yang kita anggap lama bagi-Nya mungkin hanya sebentar, dan sebaliknya.
Ayat 9 “Tuhan tidak lalai menepati janji-Nya, sekalipun ada orang yang menganggapnya sebagai kelalaian, tetapi Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat”, menegaskan bahwa Tuhan tidak melupakan janji-Nya, meskipun bagi sebagian orang tampak seperti kelalaian-Nya. Namun, hal itu adalah kesabaran Tuhan terhadap umat-Nya, karena kehendak-Nya adalah agar tidak ada yang binasa.
Peristiwa yang akan datang ini pasti, sehingga kita diharapkan untuk mengevaluasi perjalanan hidup kita dan terus hidup dalam pertobatan yang berkelanjutan. Meskipun kejahatan semakin menguat, Tuhan menanti kita untuk bertobat. Oleh karena itu, saya mengajak Anda untuk hidup dengan benar dan memperhatikan apa yang Anda dengar sehingga tidak merugikan diri sendiri. Saatnya bagi kita untuk mencari Tuhan dengan sungguh-sungguh dan mengisi hari-hari kita dengan berjalan bersama-Nya serta mengalami kehadiran-Nya.
Seperti yang dinyatakan dalam ayat 10, hari Tuhan akan tiba tiba-tiba seperti pencuri. Pada hari itu, langit akan bergemuruh dengan kekuatan yang luar biasa, dan unsur-unsur dunia akan hancur dalam api. Bumi dan segala isinya akan lenyap. Kengerian dari peristiwa ini melebihi segala yang bisa kita bayangkan, begitu juga dengan keindahan surga yang melampaui pemikiran kita.
Ayat 11 “Jadi, jika segala sesuatu ini akan hancur secara demikian, betapa suci dan salehnya kamu harus hidup”, menekankan betapa suci dan salehnya Tuhan. Hanya mereka yang mengenal Tuhan yang dapat memahami pikiran dan perasaan-Nya, dan itulah kesucian yang diinginkan Tuhan.
Dalam ayat 12 “yaitu kamu yang menantikan dan mempercepat kedatangan hari Allah. Pada hari itu langit akan binasa dalam api dan unsur-unsur dunia akan hancur karena nyalanya”, kita diajak untuk menantikan kedatangan Tuhan dengan hati yang siap, dengan membebaskan diri dari belenggu dosa dan kesenangan dunia. Ketika kita mampu menolak godaan dosa dan tidak terpaku pada kesenangan dunia, kita dapat dengan benar menantikan kedatangan Tuhan. Meskipun terdengar ekstrem, ini adalah standar hidup yang benar yang harus dijalani oleh orang percaya yang ingin hidup di hadapan Tuhan. Amin.
05 Mei 2024
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
5 Mei 2024
Saudaraku,
Jika kita mengalami hubungan pribadi dengan Tuhan, kita akan lebih mempertimbangkan apakah setiap tindakan, perkataan, dan pemikiran kita membuat kita nyaman atau tidak. Dalam Alkitab, diceritakan tentang seorang bernama Yusuf yang menghadapi banyak tekanan dan godaan dalam perjalanannya. Namun, karena pengalamannya berjalan bersama Tuhan, ia tidak tergoda atau terhanyut oleh tekanan dan godaan yang dihadapinya. Ketika Yusuf dihadapkan pada godaan oleh istri Potifar, ia menyatakan dalam Kejadian 39:9b, "Bagaimana mungkin aku melakukan dosa yang besar ini dan berbuat dosa terhadap Allah?" Pernyataan Yusuf ini mencerminkan pengalaman nyatanya berjalan bersama Tuhan.
Meskipun Yusuf mengalami perlakuan yang tidak adil dari saudara-saudaranya dan dibuang ke dalam sumur, terasa seolah Tuhan tidak hadir dan tidak memberikan pertolongan. Namun, saat berada dalam kegelapan sumur, Yusuf mulai merasakan tangan Tuhan yang membantunya, sehingga dia diangkat dari dalam sumur. Namun, nasib belum memihak, karena dia kemudian dijual menjadi budak. Meskipun kehidupannya tidak sesuai dengan harapannya, Yusuf tidak berkeluh kesah, melainkan melaksanakan tugasnya dengan sungguh-sungguh. Akibatnya, dia dipercaya menjadi budak kepercayaan Tuan Potifar.
Namun, cobaan besar datang saat Yusuf digoda oleh Nyonya Potifar. Meskipun mematuhi godaan itu bisa membuat hidupnya lebih nyaman dan aman, Yusuf memilih untuk tidak menuruti godaan dosa tersebut. Akibatnya, dia harus masuk penjara. Namun, Yusuf tetap memegang teguh imannya pada Tuhan yang memimpin hidupnya, seperti yang ia tunjukkan saat berkata, "Bagaimana mungkin aku melakukan dosa yang besar ini dan berbuat dosa terhadap Allah?" Situasi ini menunjukkan bahwa meskipun berada di lingkungan yang penuh godaan, Yusuf tetap mempertahankan hubungan yang erat dengan Tuhan.
Dalam perjalanan hidup ini, terkadang kita mengalami kesulitan melihat pertolongan Tuhan, sehingga terasa seolah Tuhan tidak memperhatikan penderitaan kita. Namun, pada saat-saat seperti itu, penting bagi kita untuk tetap teguh dan berpegang pada Tuhan, karena hidup yang dekat dengan-Nya akan membawa berkat. Akhirnya, Yusuf dipercayai oleh Tuhan untuk menyelamatkan banyak orang, termasuk keluarganya, dari bencana kelaparan.
Jika Yusuf menyerah pada tekanan dan godaan yang dihadapinya, dia tidak akan dapat digunakan oleh Tuhan untuk menyelesaikan rencana-Nya yang besar. Bukankah perjalanan hidup kita pun serupa dengan apa yang dialami Yusuf? Kita sadar bahwa setiap orang harus mengalami "siklus" dalam hidupnya. Oleh karena itu, kita tidak harus menghindari masalah atau terus-menerus meminta Tuhan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang kita hadapi. Sebaliknya, kita harus menjaga hati agar tidak menjadi pahit karena keadaan yang kita hadapi, berusaha melakukan yang terbaik yang masih dapat kita lakukan, dan tetap berjuang untuk melakukan kehendak Tuhan di tengah-tengah segala situasi. Amin.
21 April 2024
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
21 April 2024
Saudaraku,
Dalam hidup ini, penting bagi kita untuk memastikan bahwa kita berjalan bersama Tuhan, sehingga kita dapat hidup yang semakin berkenan kepada-Nya, sebagaimana yang digambarkan dalam perjuangan Paulus yang tertuang dalam 2 Korintus 5:9, "Aku berusaha baik aku diam di dalam tubuh ini, maupun diam di luar tubuh ini, supaya aku berkenan kepada-Nya." Berkenan kepada-Nya berarti diterima oleh Tuhan. Oleh karena itu, kita harus berjuang untuk mencari wajah Tuhan sampai kita menemukan-Nya, karena hanya dengan menemukan wajah-Nya, hidup kita akan memancarkan kemuliaan-Nya.
Ketika kita berinteraksi dengan orang lain, mereka akan merasakan keberbedaan dalam diri kita. Ketika kita menyampaikan kebenaran, kebenaran tersebut akan berbeda karena kekuatan ilahi terpancar dari hidup kita yang dipengaruhi oleh persekutuan kita dengan Tuhan. Jika Anda mendengarkan pesan ini, jangan hanya setuju dengan apa yang saya katakan, tetapi Anda juga harus mengalami sendiri dalam hidup Anda. Karena jika kita percaya bahwa Allah itu hidup, kita harus menemukan Allah yang kita percayai sebagai Allah yang hidup dalam hidup kita.
Banyak orang percaya bahwa Allah itu ada, terutama di negara kita yang memegang teguh nilai-nilai keagamaan, namun tidak semua orang benar-benar mengalami Tuhan dalam kehidupan mereka. Oleh karena itu, jika kita ingin menemukan Tuhan, kita harus fokus pada-Nya, melebihi segala hal lain, bahkan keinginan kita untuk menyelesaikan masalah-masalah yang kita hadapi. Meskipun kita mungkin terpengaruh oleh masalah-masalah tersebut, kita tidak boleh tenggelam di dalamnya. Menemukan Tuhan mungkin lebih sulit daripada mencari jarum yang jatuh di jerami, tetapi jika kita sudah menemukan-Nya, kita tidak akan melepaskan-Nya.
Masalahnya adalah bahwa banyak orang merasa puas dengan kondisi rohani mereka saat ini, baik dengan pengetahuan teologis yang dimiliki maupun posisi mereka dalam pelayanan, padahal mereka belum pernah mengalami pertemuan pribadi dengan Tuhan. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika hidup mereka tidak pernah berubah. Namun sebaliknya, semakin kita menemukan Tuhan, semakin hidup kita berubah menjadi seperti karakter yang kita temui dalam Tuhan.
Untuk menemukan Tuhan, penting bagi kita untuk memenuhi hidup kita dengan kebenaran. Kebenaran yang kita terima akan menjadi panduan dalam membangun hubungan yang nyata dengan Tuhan, dan hubungan yang nyata dengan Tuhan pasti akan mengubah hidup kita. Inilah sebabnya mengapa guru kebenaran harus memiliki pengalaman pribadi yang mendalam dengan Tuhan terlebih dahulu. Sebagai contoh, RK memberikan panduan kepada kita untuk memahami kebenaran secara konseptual (logos), namun dari pengertian konseptual ini, kita juga harus mencari suara Tuhan melalui pengalaman hidup kita (rhema).
Seorang pembicara harus memiliki pemahaman konseptual yang kuat (melalui belajar teologi, memahami latar belakang Alkitab, bahasa asli, pendekatan linguistik, sejarah, analisis, dan aspek-aspek lainnya), tetapi ini tidak cukup. Konsep-konsep tersebut harus dialami melalui pengalaman pribadi berjalan bersama Tuhan. Jadi, jika seseorang hanya memiliki pemahaman konseptual tanpa pengalaman pribadi yang dalam dengan Tuhan, maka mereka cenderung menjadi farisi dan tidak mampu mengubah orang lain. Di sisi lain, jika Firman Tuhan disampaikan tanpa pemahaman konseptual yang benar, itu dapat menyesatkan banyak orang bahkan membahayakan pendengarnya.
Oleh karena itu, konsep-konsep tersebut harus dibuktikan melalui pengalaman berjalan bersama Tuhan, bukan hanya berupa teori. Amin.
21 April 2024
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
21 April 2024
Saudaraku,
Dalam hidup ini, penting bagi kita untuk memastikan bahwa kita berjalan bersama Tuhan, sehingga kita dapat hidup yang semakin berkenan kepada-Nya, sebagaimana yang digambarkan dalam perjuangan Paulus yang tertuang dalam 2 Korintus 5:9, "Aku berusaha baik aku diam di dalam tubuh ini, maupun diam di luar tubuh ini, supaya aku berkenan kepada-Nya." Berkenan kepada-Nya berarti diterima oleh Tuhan. Oleh karena itu, kita harus berjuang untuk mencari wajah Tuhan sampai kita menemukan-Nya, karena hanya dengan menemukan wajah-Nya, hidup kita akan memancarkan kemuliaan-Nya.
Ketika kita berinteraksi dengan orang lain, mereka akan merasakan keberbedaan dalam diri kita. Ketika kita menyampaikan kebenaran, kebenaran tersebut akan berbeda karena kekuatan ilahi terpancar dari hidup kita yang dipengaruhi oleh persekutuan kita dengan Tuhan. Jika Anda mendengarkan pesan ini, jangan hanya setuju dengan apa yang saya katakan, tetapi Anda juga harus mengalami sendiri dalam hidup Anda. Karena jika kita percaya bahwa Allah itu hidup, kita harus menemukan Allah yang kita percayai sebagai Allah yang hidup dalam hidup kita.
Banyak orang percaya bahwa Allah itu ada, terutama di negara kita yang memegang teguh nilai-nilai keagamaan, namun tidak semua orang benar-benar mengalami Tuhan dalam kehidupan mereka. Oleh karena itu, jika kita ingin menemukan Tuhan, kita harus fokus pada-Nya, melebihi segala hal lain, bahkan keinginan kita untuk menyelesaikan masalah-masalah yang kita hadapi. Meskipun kita mungkin terpengaruh oleh masalah-masalah tersebut, kita tidak boleh tenggelam di dalamnya. Menemukan Tuhan mungkin lebih sulit daripada mencari jarum yang jatuh di jerami, tetapi jika kita sudah menemukan-Nya, kita tidak akan melepaskan-Nya.
Masalahnya adalah bahwa banyak orang merasa puas dengan kondisi rohani mereka saat ini, baik dengan pengetahuan teologis yang dimiliki maupun posisi mereka dalam pelayanan, padahal mereka belum pernah mengalami pertemuan pribadi dengan Tuhan. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika hidup mereka tidak pernah berubah. Namun sebaliknya, semakin kita menemukan Tuhan, semakin hidup kita berubah menjadi seperti karakter yang kita temui dalam Tuhan.
Untuk menemukan Tuhan, penting bagi kita untuk memenuhi hidup kita dengan kebenaran. Kebenaran yang kita terima akan menjadi panduan dalam membangun hubungan yang nyata dengan Tuhan, dan hubungan yang nyata dengan Tuhan pasti akan mengubah hidup kita. Inilah sebabnya mengapa guru kebenaran harus memiliki pengalaman pribadi yang mendalam dengan Tuhan terlebih dahulu. Sebagai contoh, RK memberikan panduan kepada kita untuk memahami kebenaran secara konseptual (logos), namun dari pengertian konseptual ini, kita juga harus mencari suara Tuhan melalui pengalaman hidup kita (rhema).
Seorang pembicara harus memiliki pemahaman konseptual yang kuat (melalui belajar teologi, memahami latar belakang Alkitab, bahasa asli, pendekatan linguistik, sejarah, analisis, dan aspek-aspek lainnya), tetapi ini tidak cukup. Konsep-konsep tersebut harus dialami melalui pengalaman pribadi berjalan bersama Tuhan. Jadi, jika seseorang hanya memiliki pemahaman konseptual tanpa pengalaman pribadi yang dalam dengan Tuhan, maka mereka cenderung menjadi farisi dan tidak mampu mengubah orang lain. Di sisi lain, jika Firman Tuhan disampaikan tanpa pemahaman konseptual yang benar, itu dapat menyesatkan banyak orang bahkan membahayakan pendengarnya.
Oleh karena itu, konsep-konsep tersebut harus dibuktikan melalui pengalaman berjalan bersama Tuhan, bukan hanya berupa teori. Amin.
14 April 2024
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
14 April 2024
Saudaraku,
Tidak ada yang lebih besar dan lebih mulia daripada memahami dan melaksanakan kehendak Tuhan sampai hidup kita berubah sesuai dengan keinginan-Nya. Ketika kita semakin memahami dan melaksanakan kehendak Tuhan, hidup kita akan diberkati-Nya, menjadi berkat bagi sesama, dan meninggalkan jejak yang menginspirasi banyak orang. Ketika akhir hayat tiba, kita akan dimuliakan bersama dengan Tuhan.
Kekristenan yang kita anut adalah perjuangan untuk merubah pola pikir sehingga kita dapat memahami dan melaksanakan kehendak Tuhan. Dalam perjalanan ini, cara berpikir dan motivasi hidup kita menjadi berbeda dengan mayoritas, karena kita semakin menyadari bahwa kita adalah anak-anak Allah yang memiliki kedudukan yang istimewa di jagad raya ini.
Kesadaran dan penghayatan akan kebesaran Allah hanya akan semakin memperkuat ketika kita berusaha memahami dan melaksanakan kehendak-Nya dalam kehidupan kita.
Ketika kita berusaha memahami dan melaksanakan kehendak Tuhan, itu berarti kita sedang mencari dan mendekatkan diri kepada-Nya. Semakin kita mendekat kepada-Nya, semakin dalam pemahaman kita akan identitas kita sebagai anak-anak Allah yang diberkati dengan segala kemurahan-Nya. Kesadaran akan kedaulatan kita sebagai anak-anak Allah tidak hanya bergantung pada akal budi semata, tetapi juga harus dirasakan secara pribadi hingga kita benar-benar memiliki keyakinan yang kuat bahwa kita adalah bagian dari kebesaran-Nya yang meliputi alam semesta dan seluruh jagad raya.
Betapa luar biasanya ketika kita mampu merasakan bahwa kita adalah anak dari Yang Maha Agung, Sang Pencipta yang memiliki segala kuasa, kemuliaan, dan kerajaan yang tak terbatas. Namun, mempertahankan pemahaman yang kokoh seperti ini tidaklah mudah. Mereka yang konsisten dalam menjalani hidup dengan kesadaran akan kebesaran Tuhan dapat disebut sebagai mereka yang benar-benar telah menemukan-Nya.
Orang yang telah menemukan Tuhan tidaklah takut menghadapi apapun, kecuali satu hal, yaitu takut menyakiti hati-Nya dan berbuat dosa dalam kehidupan-Nya. Meskipun kita belum pernah melihat-Nya secara fisik, namun melalui pengalaman berjalan bersama Tuhan, kita memiliki kesaksian dalam hati betapa Agung dan Mulia-Nya Tuhan. Kesadaran akan kebesaran-Nya adalah yang mendorong kita untuk menghormati-Nya dan menjauhi perbuatan yang dapat menyakiti hati-Nya.
Oleh karena itu, kita harus berjuang dengan tekun dan sungguh-sungguh agar kita dapat menemukan Tuhan. Ini bisa dilakukan melalui doa pribadi, mempelajari kebenaran, merenungkan setiap peristiwa hidup yang kita alami, serta bertekun dalam pencarian-Nya. Meskipun terkadang kita merasa seolah-olah doa-doa kita hanya terombang-ambing di udara, namun jika kita tekun dalam pencarian-Nya, Tuhan pasti akan mengabulkan doa-doa kita.
Hal yang sama berlaku dalam usaha memahami kebenaran. Meskipun awalnya kita mungkin tidak sepenuhnya memahami, namun dengan ketekunan dalam belajar, Tuhan akan menyatakan kebenaran-Nya kepada kita. Demikian pula, ketika kita fokus pada Tuhan dalam setiap peristiwa yang kita alami, kita akan melihat kehadiran-Nya di dalamnya.
Tanpa tekun, kita tidak akan pernah bisa menemukan Tuhan. Namun, dengan ketekunan, seiring berjalannya waktu, kita akan memiliki kesaksian dalam hati bahwa Tuhan senantiasa menyertai, menuntun, dan mengarahkan hidup kita sesuai dengan kehendak-Nya. Amin.
07 April 2024
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
07 April 2024
Saudaraku,
Jika kita memutuskan untuk mengisi sisa hari-hari kita dengan berjuang hidup sesuai dengan kehendak Tuhan, meskipun mungkin dianggap bodoh oleh orang-orang yang mencari sensasi, maka itu bukanlah masalah. Sebab, pada akhirnya, pada masa kekekalan nanti, akan terbukti bahwa keputusan yang kita ambil adalah yang benar. Hari ini mungkin kita belum dapat membuktikan kebenaran dari keputusan yang kita ambil, tetapi suatu hari nanti, dengan pasti, kita akan menyadari bahwa segala jerih payah yang kita lakukan tidaklah sia-sia.
Perhatikanlah keputusan Abraham pada masanya yang pasti dianggap bodoh oleh banyak orang. Sejak ia meninggalkan kota kelahirannya, ia mengalami berbagai kesulitan dan kenyamanan yang tidak pasti. Semua itu harus dihadapi dan hingga kini dia belum bisa membuktikan bahwa keputusannya adalah yang benar. Tetapi, hari ini, bersama-sama kita tahu bahwa selain mendapatkan gelar sebagai bapak orang percaya dan sahabat Allah, yang lebih penting adalah kemuliaan bersama-sama dengan Allah untuk selamanya.
Jika hari ini Anda memutuskan untuk menjalani hidup dengan mengikuti kehendak Tuhan, mungkin hidup Anda akan terasa lebih sulit. Namun, tetaplah teguh dengan keputusan Anda, karena suatu hari nanti, Anda akan melihat bahwa segala jerih payah Anda bersama Tuhan tidak akan sia-sia.
Oleh karena itu, tetaplah berjuang dan kerjakan keselamatan dengan takut dan gentar. Jangan menyerah terhadap tekanan masalah yang Anda alami, godaan dosa, atau kekecewaan karena keadaan yang tidak sesuai dengan harapan Anda. Jika Anda ingin sedikit teduh, maka bersyukurlah kepada Tuhan atas segala keadaan tersebut. Sebab, Tuhan mengijinkannya untuk kebaikan kita pada akhirnya, untuk memperkuat otot rohani kita jika kita meresponsinya dengan benar.
Kita telah melewati berbagai tahapan dalam perjalanan hidup kita, dan Tuhan telah membentuk kita sehingga kita menjadi seperti apa yang kita adalah saat ini. Oleh karena itu, selama kita masih bernapas, kita harus terus melangkah maju menuju garis finish yang Tuhan tetapkan. Bersyukurlah untuk setiap peristiwa hidup yang membentuk diri kita, meskipun pada awalnya saat mengalami situasi yang memperkuat otot rohani terasa sakit dan berat, bahkan kita mengalami jatuh bangun dalam melewati proses hidup tersebut.
Bapa di sorga tetap luar biasa, dan Dia tetap sabar menuntun kita sampai pada titik dimana kita berada saat ini. Jadi, jika kita terus belajar untuk mengarahkan hati kita kepada Tuhan dan berjuang untuk terus memperbaiki diri, maka kita akan tiba di pelabuhan akhir hidup kita, dan disitulah kita akan menyadari bahwa segala jerih payah kita bersama Tuhan tidak akan sia-sia.
Jadi, kita harus memiliki keinginan yang kuat untuk berubah menjadi seperti yang diinginkan Tuhan, karena hanya dengan memiliki keinginan yang kuat untuk menjadi seperti yang diinginkan-Nya, kita tidak akan ceroboh dalam menjalani hidup ini. Semakin kuat keinginan kita untuk berubah menjadi seperti yang diinginkan Tuhan, semakin berhati-hati kita dalam menjalani hidup, bahkan kita akan mengalami perubahan yang menjadikan kepribadian kita semakin agung.
Kehidupan seperti ini seharusnya menjadi tujuan utama yang harus kita perjuangkan untuk meraihnya, karena jika kita memanggil Allah yang Maha Agung dan Mulia dengan sebutan "Bapa", maka hidup yang kita jalani harus mencerminkan karakter yang Maha Agung dari Sang Bapa. Hidup yang Maha Agung adalah hidup yang diperagakan oleh Putra Tunggal Bapa, yaitu Tuhan kita Yesus Kristus. Oleh karena itu, konsekuensi dari memanggil Allah sebagai Bapa adalah hidup seperti yang Bapa inginkan, karena 1 Petrus 1:17 mengatakan: "Dan jika kamu memanggil Dia Bapa, yaitu Dia yang tanpa memandang muka menghakimi semua orang menurut perbuatannya, maka hendaklah kamu hidup dalam ketakutan selama kamu menumpang di dunia ini."
Karena itu, ketika kita memanggil-Nya sebagai Bapa, kita harus sadar bahwa akan datang hari ketika Dia tidak hanya mendengar perkataan dari mulut kita, tetapi juga melihat perbuatan kita. Memahami kebenaran ini seharusnya mendorong kita untuk serius berjuang untuk terus menerus mengoreksi dan memperbaiki diri kita, agar kita dianggap layak memanggil Allah semesta alam sebagai Bapa. Amin.
17 Maret 2024
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
17 Maret 2024
Saudaraku,
Agar kita hanya mengikuti kehendak Tuhan dalam hidup kita, kita harus benar-benar memahami bahwa kita telah ditebus sepenuhnya oleh-Nya. Kesadaran ini perlu semakin diperkuat dalam kehidupan kita karena waktu terus berlalu. Saat berjalannya waktu, kita diingatkan bahwa kesempatan untuk bersama dengan Tuhan di kekekalan semakin berkurang. Oleh karena itu, kita perlu terus mengingatkan diri sendiri bahwa kehidupan kita di dunia ini adalah upaya untuk mencapai standar yang dikehendaki oleh Tuhan.
Standar yang dikehendaki oleh Tuhan adalah cara Dia menjalani kehidupan ketika Ia turun dalam bentuk manusia, sama seperti kita. Jika kita merasa bahwa kita masih belum mencapai standar kehidupan yang Yesus jalani, maka kita harus bersungguh-sungguh dalam mengejar ketinggalan tersebut. Hal ini menunjukkan keseriusan kita dalam menjalani hidup ini.
Bagi seseorang yang serius dalam menjalani kehidupan yang berkenan kepada Tuhan, perjuangan untuk memenuhi hati-Nya adalah perjuangan yang melebihi segala hal, bahkan melebihi nyawanya sendiri. Inilah yang seharusnya menjadi kebutuhan bagi orang Kristen yang sudah lama berjalan bersama Tuhan Yesus. Oleh karena itu, kebutuhan mereka tidak boleh sama dengan kebutuhan orang Kristen yang baru memulai perjalanan iman.
Ketika awal-awal berjalan bersama Tuhan, kita sering membutuhkan Tuhan untuk melakukan mujizat demi mujizat dalam hidup kita. Namun, seiring berjalannya waktu, terkadang kita merasa seperti mujizat-mujizat tersebut tidak lagi terjadi. Hal ini disebabkan karena Tuhan sedang mendidik kita untuk menjadi orang dewasa dalam iman, karena hanya orang dewasa yang bisa memahami kehendak Tuhan yang lebih dalam.
Oleh karena itu, semakin lama kita berjalan bersama Tuhan, motivasi kita adalah agar diberikan kekuatan oleh Tuhan untuk menyelamatkan karakter kita di tengah-tengah masalah yang kita hadapi. Jika kita berada di tengah-tengah masalah, kita tidak hanya meminta Tuhan untuk menyelesaikan masalah tersebut, tetapi kita meminta Tuhan untuk menyelamatkan karakter kita. Tuhan selalu merespons permohonan ini karena keinginan kita selaras dengan keinginan-Nya. Akibatnya, masalah-masalah yang kita alami akan membentuk hidup kita sesuai dengan kehendak Tuhan, dan ketika masalah-masalah tersebut berangsur-angsur selesai, kita akan lebih menghargai Tuhan.
Namun, jika kita hanya mencari Tuhan agar Dia menyelesaikan masalah-masalah kita, maka hidup kita tidak akan berubah di balik setiap masalah yang kita hadapi. Masalah-masalah tersebut diajarkan kepada kita selama bertahun-tahun bahwa mencari Tuhan hanya untuk memperoleh pertolongan dan jawaban atas masalah yang kita alami adalah tanda bahwa kita belum serius bersama Tuhan. Sebenarnya, mencari Tuhan seharusnya bukan hanya agar Dia memenuhi kebutuhan kita, tetapi juga agar kita dapat memahami dan melaksanakan kehendak-Nya.
Orang-orang Yahudi tidak berhasil menerima Yesus sebagai Juru Selamat karena orientasi berpikir mereka tidak sejalan dengan ajaran yang Yesus ajarkan. Mereka mengharapkan seorang Juru Selamat yang akan membebaskan mereka dari penindasan oleh kekuasaan Romawi, sementara Yesus datang sebagai Juru Selamat dari dosa, dengan Kerajaan-Nya bukan berasal dari dunia ini. Oleh karena itu, tujuan penebusan yang Yesus bawa hanya satu, yaitu bagaimana kita dapat hidup yang berkenan kepada Bapa, dan orang yang serius bersama Tuhan akan memahami hal ini.
Mungkin ada yang bertanya, "Bagaimana dengan semua masalah sehari-hari yang harus kita hadapi?" Selama kita hidup, pasti akan menghadapi masalah, tetapi jika kita serius dengan Tuhan, maka kita harus memiliki prinsip bahwa tidak ada masalah yang lebih besar daripada berjuang untuk hidup yang berkenan di hadapan Tuhan. Jadi, ketika kita mengalami masalah sehari-hari, pertama-tama, kita harus menerima kenyataan tersebut sebagai bagian dari keadaan yang harus kita hadapi. Beberapa masalah yang kita alami mungkin adalah akibat dari kesalahan kita sendiri, dan dalam hal ini, kita harus menerima konsekuensi tersebut sebagai hasil dari tindakan kita.
Kedua, meskipun konsekuensi tersebut mungkin menyakitkan, Tuhan dapat menggunakan mereka sebagai sarana untuk membuat kita lebih dewasa dalam iman. Ketiga, semua masalah pasti akan berakhir pada waktunya ketika kita membiarkan diri kita dibentuk oleh Tuhan, Amin.
3 Maret 2024
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
3 Maret 2024
Saudaraku,
Sejak kematian Tuhan Yesus di kayu salib, dosa kita telah dipikul dan diselesaikan. Namun, yang masih perlu diselesaikan adalah kodrat dosa yang masih melekat dalam diri kita. Oleh karena itu, kita dituntut untuk berjuang membersihkan kodrat dosa tersebut. Proses pembaharuan pikiran yang berkelanjutan sangat diperlukan agar kita mampu mengatasi kodrat dosa yang masih ada. Ketika pikiran kita diperbaharui oleh kebenaran, kita akan semakin mengerti kehendak Allah, mengetahui apa yang baik, berkenan, dan sempurna dalam hidup kita.
Hanya melalui proses pembaharuan pikiran, kita dapat mengalami perubahan dalam cara hidup kita. Ketika pembaharuan pikiran terjadi secara efektif, sikap hati kita akan menjadi benar di hadapan Tuhan, karena proses tersebut mengubah sikap batin kita. Sikap hati yang terbentuk melalui pembaharuan ini akan membimbing kita untuk semakin tidak berniat berbuat dosa, karena kita memiliki ketakutan dan penghormatan yang patut kepada Allah, dan sebagai akibatnya, hati kita tidak lagi terikat pada kesenangan dunia. Akhirnya, ketakutan dan penghormatan yang benar kepada Allah akan menjadi bagian tak terpisahkan dari diri kita. Dalam kondisi ini, kita sedang "melukis" wajah batiniah kita dengan lukisan yang indah dan abadi. Jika seseorang hanya meminta ampun kepada Tuhan di ujung hidupnya, dengan harapan bisa mengubah lukisan hidupnya yang buruk menjadi bagus dalam sekejap, itu adalah kebodohan dan kebohongan. Hal ini dianggap kebodohan karena nalar atau akal budi yang diberikan oleh Tuhan tidak digunakan dengan baik.
Hal ini disebabkan oleh penerimaan terus-menerus akan kebenaran palsu, yang mengarahkan orang percaya untuk merasa yakin bahwa mereka akan diterima oleh Tuhan meskipun keadaan batiniah mereka buruk. Akibat dari kebodohan ini adalah fokus orang percaya hanya pada hal-hal yang terlihat secara lahiriah, tanpa pernah memperbaiki keadaan batiniah mereka. Hidup dalam kebohongan terjadi ketika seseorang yang hidup dalam dosa masih merasa bahwa keadaan rohaninya baik-baik saja. Jika hal ini terus berlanjut, bahkan hidup dalam kebohongan pun tidak akan membuat mereka merasa bersalah. Keadaan ini membuat seseorang membangun keyakinan palsu bahwa mereka bisa bertobat di saat-saat terakhir dan masih aman. Namun, meskipun ada kesempatan bertobat pada saat-saat terakhir, lukisan batiniah manusia masih buruk, dan ironisnya, mereka tidak lagi memiliki kesempatan untuk memperbaiki diri. Inilah yang menyatakan bahwa di hadapan pengadilan Kristus, mereka yang menjalani hidup tidak benar tidak akan mampu berdiri di hadapan Tuhan. Pada saat itu, setiap orang akan dapat melihat dan menilai keberadaan dirinya yang sesungguhnya. Oleh karena itu, di hadapan Tuhan, kita "telanjang", artinya tidak ada yang dapat kita sembunyikan, bahkan kita pun dapat melihat dan menilai keberadaan diri kita sendiri untuk mengetahui apakah kita layak di hadapan Tuhan. Oleh karena itu, kita harus mengisi hidup kita dengan cara yang memperbaiki diri kita secara berkelanjutan, sehingga kita selalu berkenan kepada Tuhan, Amin.
25 Februari 2024
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
25 Februari 2024
Saudaraku,
Jika seseorang terbiasa hidup tidak benar, maka untuk berubah akan terasa sangat berat karena kehidupan yang tidak benar tersebut dibangun melalui serangkaian pilihan yang salah dalam perjalanan hidupnya. Untuk membangun kehidupan yang benar, seseorang harus memiliki tekad untuk selalu memilih yang benar dalam setiap peristiwa yang dihadapinya. Oleh karena itu, jika seseorang terus-menerus mengabaikan untuk memilih yang benar, maka dengan pasti dia tidak akan mampu memperbaiki dirinya lagi karena kerusakan yang sudah terlalu besar. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika kita melihat orang-orang tertentu, meskipun sudah lanjut usia, tetap tidak bisa melepaskan diri dari perilaku yang dipandang banyak orang sebagai perilaku yang tidak benar bahkan cenderung memalukan.
Hanya orang-orang yang bersedia merespons pembentukan dari Tuhanlah yang akan mengalami proses perubahan menjadi seperti yang diinginkan Tuhan. Dalam merespons proses pembentukan Tuhan, pasti akan terasa sangat menyakitkan dan rasa sakit yang dialami oleh setiap orang akan berbeda-beda tergantung pada sejauh mana kerusakan yang dialaminya. Namun, yang menjadi penghiburan bagi orang-orang yang merespons proses pembentukan Tuhan dengan benar adalah pernyataan Tuhan Yesus dalam Lukas 22:28-29: “Kamu-lah yang tetap tinggal bersama-sama dengan Aku dalam segala pencobaan yang Aku alami dan Aku menetapkan hak-hak Kerajaan bagi kamu, sama seperti Bapa-Ku menetapkannya bagi-Ku.”
Perhatikan bagian “tinggal bersama-sama dengan Aku dalam segala pencobaan yang Aku alami”, yang menunjukkan bahwa hanya murid-murid yang tetap setia bersama-sama dengan Tuhan Yesus dan merasakan serta mengalami pencobaan yang dialami oleh-Nya. Jika Tuhan Yesus mengatakan hal ini, berarti pada saat itu ada banyak murid dan pengikut, namun hanya murid-murid tertentu yang tetap setia bersama-sama dengan Tuhan Yesus dalam setiap situasi yang dianggap penting oleh Tuhan Yesus untuk menerima hak-hak Kerajaan-Nya.
Pertanyaan yang harus kita tanyakan kepada diri kita sendiri adalah apakah kita termasuk dalam kategori sebagai murid yang dianggap oleh Tuhan Yesus untuk bersama-sama dengan-Nya atau tidak? Jika kita berani mengevaluasi diri sendiri, maka kita bisa mengukur apakah kita termasuk dalam kategori murid yang memiliki kedekatan emosional dengan Tuhan Yesus atau tidak. Hanya orang yang memiliki kedekatan emosional dengan Tuhan yang dapat merasakan apa yang dirasakan oleh Tuhan, dan itulah yang membuat kita mampu menjalani hidup yang benar dalam kehidupan sehari-hari.
Jadi, hanya orang-orang yang "tinggal bersama Tuhan Yesus dalam segala pencobaan yang dialami-Nya" atau orang-orang yang setia yang akan mendapat kemuliaan bersama dengan Tuhan Yesus. Masalahnya, kita harus jujur mengakui bahwa banyak dari kita tidak setia, karena seringkali kita tidak memperhatikan perasaan Bapa dan sama sekali tidak memikirkan bagaimana Tuhan menilai hidup kita. Kita cenderung menjalani hidup hanya untuk memenuhi keinginan diri sendiri. Sebagai hasilnya, gaya hidup seperti ini membuat kita kehilangan rasa takut akan Tuhan karena kita tidak menghormati-Nya dengan sepantasnya. Bahkan jika terlihat menghormati Tuhan selama ibadah, kita seringkali kembali pada kebiasaan lama begitu kita keluar dari tempat ibadah. Sikap seperti ini sebenarnya adalah sikap hipokrit dan mencoba menipu Tuhan, padahal Tuhan tidak bisa ditipu karena Dia mengetahui isi hati setiap manusia.
Jika pada dasarnya seseorang tidak memiliki hati yang penuh kasih dan menghormati Tuhan, walaupun ia bertobat di ujung hidupnya, pertobatan tersebut mungkin terpaksa karena tidak ada pilihan lain. Pertobatan semacam itu bukanlah pertobatan yang sejati, karena pertobatan yang sejati adalah ketika kita mengalami proses pembaharuan pikiran yang terjadi secara terus menerus dan bertahap. Oleh karena itu, kita harus memahami bahwa pertobatan terjadi hanya ketika pikiran kita terus-menerus diisi dengan kebenaran. Jika hidup kita lebih banyak diisi oleh kebenaran daripada oleh filosofi dunia, maka secara perlahan kita akan mulai memahami bagaimana menjalani hidup dengan benar, dan itulah saat kita mengalami pertobatan.
Jika kita terus menerus melakukan hal ini dengan tekun, maka kita akan semakin peka terhadap kebenaran dan semakin mampu menerapkannya dalam hidup kita. Saat kita terus belajar untuk mengasihi dan menghormati Tuhan, maka Tuhan akan mempercayakan kepada kita pemahaman yang lebih dalam tentang kehendak-Nya sehingga kerohanian kita akan bertambah. Hal ini akan membuat kita semakin bersemangat untuk hidup sesuai dengan kebenaran. Oleh karena itu, seperti yang dikatakan dalam Yohanes 8:32, "Jika kamu tetap dalam Firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku, dan kamu akan mengenal kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu." Jadi, hidup yang benar tidak hanya terjadi dengan menjadi Kristen dan aktif dalam ibadah, tetapi juga melalui proses bertahap dalam menghidupi Firman Tuhan. Itulah sebabnya Tuhan Yesus mengatakan bahwa jika kita tetap dalam Firman-Nya, kita akan mengalami kebenaran yang memerdekakan kita.
Jadi, kita harus memahami bahwa pertobatan sejati dimulai dari proses pembaharuan pikiran yang terjadi secara terus-menerus, di mana pembaharuan tersebut hanya terjadi ketika seseorang tetap hidup dalam Firman Tuhan hingga mengalami perubahan sesuai dengan kebenaran yang telah diterima. Penting untuk dipahami bahwa meskipun dosa-dosa dan kesalahan kita diampuni saat kita memohon ampun, kodrat dosa masih melekat dalam diri kita. Oleh karena itu, sering kali kita menemukan diri kita terjerumus dalam dosa dan kesalahan yang sama, meskipun kita telah memohon ampun.
Ketika kita terus-menerus melakukan dosa dan kesalahan yang sama, kita sebenarnya sedang membentuk wajah batiniah kita dengan lukisan yang buruk. Dan ketika hidup kita di dunia berakhir, pada saat itulah kita akan menyajikan hasil lukisan yang buruk tersebut kepada Tuhan. Kita akan ditolak oleh Tuhan karena kita tidak berhasil mengubah diri kita dan tidak mampu melangkah menuju kesempurnaan yang Dia inginkan. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk terus berjuang melawan dosa dan kesalahan, serta secara aktif berusaha untuk mengikuti kebenaran Firman Tuhan dalam hidup kita.
18 Februari 2024
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
18 Februari 2024
Saudaraku,
Setiap hari yang kita jalani, setiap keputusan yang kita ambil, dan setiap tindakan yang kita lakukan dalam menjalani hidup adalah seperti proses melukis di atas kanvas yang masih kosong. Jika kita menjalani hidup dengan baik dan benar, kita sedang menciptakan sebuah lukisan yang indah, yang suatu hari akan kita persembahkan kepada Tuhan. Oleh karena itu, baik buruknya hasil lukisan kita sangat ditentukan oleh bagaimana kita menjalani dan mengisi setiap hari kehidupan kita.
Ketika kita menyadari akan kebenaran ini, kita akan senantiasa mengisi hari-hari kita dengan hal-hal yang baik dan benar, sehingga nantinya, ketika "waktunya tiba," kita dapat mempersembahkan sebuah lukisan yang indah kepada Tuhan. Hal ini menjadikan waktu dan kesempatan yang kita miliki sangat berarti, karena setiap detik, setiap jam, dan setiap hari yang kita lalui sangat menentukan kualitas hidup yang akan kita persembahkan kepada Tuhan kelak.
Dalam setiap keadaan dan situasi yang kita alami, kita harus terus-menerus mengingatkan diri kita bahwa setiap sikap, ucapan, dan perbuatan kita akan menentukan kualitas hidup yang suatu saat akan kita persembahkan kepada Tuhan. Jika kita senantiasa menjaga sikap, ucapan, dan perbuatan kita, maka kita sedang menciptakan sebuah lukisan yang indah. Sebaliknya, jika kita menjalani hidup tanpa memperhatikan perasaan Tuhan dan sesama, itu sama dengan menciptakan sebuah lukisan yang buruk.
Namun, masalahnya banyak orang tidak menyadari hal ini. Mereka cenderung ceroboh dalam menjalani hidup, mungkin karena menganggap bahwa suatu saat nanti, menjelang akhir hidupnya, mereka dapat bertobat dan Tuhan akan mengampuni mereka. Namun, kita harus sadari bahwa tidak ada yang tahu kapan waktunya berakhir, sehingga tidak bisa dipastikan apakah kita akan memiliki kesempatan untuk bertobat.
Selain itu, setiap hari kehidupan yang kita jalani adalah seperti proses melukis kanvas hidup kita. Baik atau buruknya lukisan tersebut sangat ditentukan oleh bagaimana kita mengisi dan menjalani hidup ini. Jika kita baru bertobat menjelang akhir hidup, maka lukisan batiniah kita akan terpengaruh, dan mungkin tidak memiliki kesempatan untuk memperbaikinya. Oleh karena itu, keberkenanan kita di hadapan Tuhan tidak hanya ditentukan menjelang akhir hidup kita, tetapi juga oleh seluruh perjalanan hidup yang kita jalani, dari awal hingga akhir.
Menyadari kenyataan ini, maka Paulus berkata dalam 2 Korintus 5:9-10, "Oleh karena itu kami pun berusaha, baik kami berada dalam tubuh ini maupun kami berada di luar tubuh, untuk menyenangkan Dia. Sebab kita semua harus menghadap pengadilan Kristus, agar setiap orang menerima apa yang patut diterimanya, sesuai dengan apa yang dilakukannya selama hidupnya, baik itu baik maupun buruk." Dengan pernyataan Paulus ini, kita diingatkan bahwa setiap orang harus hidup dengan kesadaran bahwa suatu saat nanti akan mempertanggungjawabkan segala perbuatannya di hadapan Tuhan. Oleh karena itu, kita harus berani memeriksa diri sendiri untuk menilai bagaimana penilaian Tuhan terhadap hidup kita. Jika ada hal-hal yang belum pantas atau masih melekat di dalam diri kita, maka kita harus berusaha untuk memperbaikinya, karena kita masih memiliki waktu untuk mengoreksi hal-hal yang masih belum sempurna. Sebagai contoh, jika kita tidak menjaga pola makan dengan baik, berat badan kita dapat meningkat secara tidak terkendali, namun jika kita mulai melakukan diet dan olahraga, tubuh kita akan menjadi lebih sehat dan berat badan dapat turun, yang membuat kita selalu ingin memantau kemajuan yang kita capai. Begitu pula dengan kesehatan batiniah kita, jika kita peduli dengan hal tersebut, kita akan terus-menerus memeriksa kondisi batiniah kita. Jika hidup kita diwarnai oleh kebenaran dan kita memiliki hubungan yang intim dengan Tuhan, maka kita dapat mengukur kondisi batiniah kita dengan lebih baik.
Kita seharusnya bersyukur atas waktu hidup yang masih kita miliki, bukan semata-mata karena kita bisa menikmati hidup, tetapi karena kita masih memiliki kesempatan untuk berbenah dan memperbaiki diri. Sehingga ketika tiba saatnya untuk menghadap pengadilan Kristus, kita dapat mempertanggungjawabkan seluruh hidup yang telah kita jalani di hadapan Tuhan. Namun, masalahnya banyak orang yang menyia-nyiakan waktu yang masih mereka miliki, karena terlalu terbuai oleh kesenangan pribadi mereka. Padahal, dengan menjalani hidup hanya untuk memuaskan diri sendiri, mereka sebenarnya sedang menciptakan sebuah lukisan batiniah yang sangat buruk, dan suatu saat nanti lukisan tersebut akan dinilai oleh Tuhan. Jika kita dapat menyadari dan memahami bahwa setiap kehidupan yang kita jalani adalah seperti proses membuat lukisan di kanvas hidup kita, maka kita akan lebih bertanggung jawab dalam mengisi hari-hari kita dengan sebaik mungkin, sehingga lukisan yang kita hasilkan akan indah di mata Tuhan. Oleh karena itu, tidak perlu menunggu hingga akhir hayat, kita harus sadar akan pentingnya waktu dan kesempatan yang kita miliki, karena dibutuhkan waktu yang cukup panjang untuk melakukan perbaikan diri. Amin.
04 Februari 2024
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
04 Februari 2024
Saudaraku,
Ketika berbicara tentang kuasa Allah, kita menyadari bahwa kekuatan-Nya termanifestasi dalam Firman-Nya, karena hanya Firman yang memiliki kemampuan untuk mengubah kodrat. Jika seseorang berusaha hidup dalam kerangka Firman, Roh Kudus akan menuntun dan membimbing hidupnya agar sejalan dengan kehendak-Nya.
Namun, perlu dicatat bahwa kuasa Allah tidak hanya terfokus pada penyembuhan fisik seperti kesembuhan penyakit atau pemulihan penglihatan. Semua ini tidak mengubah kodrat, dan pada akhirnya, jika kodrat tidak mengalami perubahan, hidup akan tetap berakhir.
Kuasa Allah yang luar biasa tidak terletak pada hal-hal lahiriah semata, melainkan lebih pada kemampuannya untuk mengubah pemahaman atau pola pikir seseorang. Melalui Firman dan bimbingan Roh Kudus, kita dapat mengubah persepsi sehingga dapat terbebas dari belenggu kegelapan dan hidup sesuai dengan kehendak Tuhan.
Meskipun seseorang sudah dibebaskan dari kuasa kegelapan melalui penebusan darah Tuhan Yesus, tetapi tanpa hidup dalam Firman dan petunjuk Roh Kudus, masih mungkin terjerat kembali oleh kuasa kegelapan. Hanya dengan tetap hidup dalam Firman dan mengikuti petunjuk Roh Kudus, kita bisa terbebas dari belenggu kegelapan dan dosa, sehingga dapat merasakan kebebasan yang sejati.
Adalah penting bagi setiap individu untuk berusaha memahami dan hidup dalam Firman Tuhan, karena tidak dapat dipungkiri bahwa kurangnya pemahaman dapat membawa seseorang pada perilaku yang lebih buruk daripada orang yang sama sekali tidak mengenal Tuhan. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika terdengar bahwa pelayan Tuhan, majelis gereja, bahkan pendeta dapat melakukan perbuatan yang sangat buruk, bahkan lebih buruk dari orang yang tidak mengenal Tuhan.
Dengan pembaruan pikiran oleh kebenaran, kita akan menemukan kenyataan bahwa kehidupan ini akan menjadi menarik dan membangkitkan semangat hanya ketika kita berjuang untuk menjalani hidup sesuai dengan kesucian yang diinginkan Tuhan. Sebelum pikiran kita diperbaharui, kita mungkin menganggap bahwa daya tarik hidup terletak pada kemampuan kita untuk memperoleh harta sebanyak mungkin. Namun, setelah mengalami pembaruan pikiran, kita mulai menyadari bahwa sebanyak apapun harta yang kita kumpulkan tidak akan menentukan keberlanjutan kehidupan kekal kita. Hanya melalui hidup dalam kesucian Tuhan, apa yang kita perjuangkan di bumi akan kita bawa hingga kehidupan kekal, dan itulah yang paling menarik dalam hidup kita.
Jika kita terlibat dalam perjuangan ini, setiap kali kita mendekat kepada Tuhan, kita akan menyadari bahwa gereja hadir untuk mengajarkan kebenaran, memberikan pemahaman kepada umat dan mempersiapkan diri agar dapat memasuki hidup kekal bersama Tuhan. Gereja bukanlah tempat untuk menawarkan solusi terhadap masalah-masalah dunia dan tidak memberikan janji bahwa dengan mengikuti Tuhan, kita akan terhindar dari kesulitan dan menikmati kesenangan dunia. Sebaliknya, gereja adalah tempat yang membantu orang percaya menyadari pentingnya menyelesaikan masalah-masalah karakter. Hanya ketika karakter seseorang berubah sesuai dengan kehendak Tuhan, maka ia akan dilayakkan untuk bersama-sama dengan Tuhan dalam keabadian. Inilah perjuangan yang memberikan semangat hidup kita, karena perjuangan ini akan kita nikmati hingga kehidupan kekal kelak.
Jika kita tekun belajar kebenaran hingga mengalami pembaharuan pikiran, dan membangun persekutuan yang intim dengan Tuhan melalui doa pribadi serta memperkuat komunikasi yang intens dalam setiap aktivitas yang kita jalani, kita akan menyadari bahwa setiap peristiwa yang kita alami merupakan penggarapan Tuhan untuk mengubah karakter kita. Sehingga, ketika menghadapi masalah dalam hidup, kita tidak akan bereaksi seperti orang yang tidak mengenal Tuhan atau ingin segera menyelesaikan semuanya. Sebaliknya, kita dapat melihat bahwa di balik setiap masalah, Tuhan sedang mendidik, mengajar, menasehati, dan mengarahkan kita agar dilayakkan memasuki hidup kekal bersama-Nya. Inilah yang disebut sebagai berkat Tuhan yang tersembunyi di balik masalah hidup.
Percayalah, masalah akan selesai pada waktunya, tetapi pertumbuhan karakter sesuai dengan kehendak Tuhan tidak dapat terbangun secara otomatis. Hanya melalui perjuangan yang sungguh-sungguh untuk membersihkan dan membentuk karakter, karakter kita akan berubah, dan hanya ketika karakter kita berubah sesuai dengan keinginan Tuhan, kita dapat hidup dalam kemerdekaan yang sejati.
Oleh karena itu, kemerdekaan yang sejati tidak dialami secara otomatis oleh orang percaya, tetapi Tuhan menyediakan sarana dan fasilitas agar kita dapat menggunakan setiap fasilitas yang telah Dia berikan sehingga kita dapat hidup dalam kemerdekaan yang sejati. Amin.
21 Januari 2024
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
21 Januari 2024
Saudaraku,
Ketika dipanggil menjadi orang Kristen, bukan hanya agar kita tidak masuk neraka dan dapat hidup dalam perlindungan serta berkat Tuhan, seperti yang banyak diyakini oleh banyak orang Kristen hari ini. Namun, jika kita menjadi Kristen, kita justru memiliki beban yang berat. Sebab, setelah kita ditebus oleh darah Tuhan Yesus, kita diharuskan hidup sesuai dengan kehendak Tuhan yang telah menebus kita. Apakah kita tidak dapat hidup dalam berkat dan perlindungan Tuhan? Jika kita benar-benar hidup sesuai dengan kehendak-Nya, maka berkat dan perlindungan Tuhan akan otomatis menjadi bagian dari hidup kita. Sebaliknya, jika kita cenderung menjalani hidup sesuai keinginan hati sendiri, bagaimana Tuhan dapat memberkati dan melindungi kita? Oleh karena itu, kepada orang yang ingin mengikuti-Nya, Tuhan Yesus mengatakan dengan jelas untuk menghitung biaya terlebih dahulu, karena memang tidak mudah untuk mengikuti Tuhan.
Dalam Roma 7:14, dikatakan bahwa kita tahu bahwa hukum Taurat adalah rohani, tetapi aku bersifat daging, terjual di bawah kuasa dosa. Hukum Taurat adalah peraturan yang diberikan oleh Yhwh kepada bangsa Israel. Hukum tersebut bersifat rohani, yaitu mengatur perilaku agar mereka tidak melawan Tuhan dan tidak merugikan sesama. Sebagai contoh, larangan membunuh berarti tidak boleh mengambil nyawa orang lain. Namun, ketika Tuhan Yesus datang ke dunia, Ia mengajarkan bahwa membunuh tidak hanya terbatas pada mengambil nyawa orang lain, tetapi juga membenci seseorang sudah dianggap sebagai tindakan membunuh. Tuhan Yesus menetapkan standar yang lebih tinggi daripada hukum Taurat.
Di sinilah kita memahami betapa tidak mudahnya mengikuti Tuhan, karena kita harus berjuang untuk memahami dan menuruti kehendak Allah, sebagaimana yang telah ditunjukkan oleh Tuhan Yesus ketika menjalani hidup di muka bumi ini. Ketika kita berjuang menjalani hidup seperti yang dilakukan oleh Tuhan Yesus, kita akan memiliki keagungan melebihi orang-orang yang tidak mengenal Tuhan, meskipun mereka memiliki sifat baik bahkan menakjubkan. Oleh karena itu, dalam Matius 5:17, Tuhan Yesus mengatakan, "Janganlah kamu menyangka bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya." Kata "menggenapi" berarti pengajaran-Nya datang dengan kebenaran.
Jadi, membunuh bukan hanya menghabisi nyawa, tetapi juga mencakup membenci. Inilah pikiran, moral, dan etika Tuhan yang jauh lebih tinggi dari standar moral dan etika manapun. Pola hidup ini hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang telah dimerdekakan oleh darah Yesus. Oleh karena itu, kita dapat memahami bahwa dalam Matius 5:48, Tuhan Yesus menetapkan standar tinggi bagi para pengikut-Nya dengan mengatakan, "Sebab itu, haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna."
Dalam Matius 5:20, Tuhan Yesus juga mengingatkan bahwa jika hidup keagamaan seseorang tidak lebih benar daripada hidup keagamaan ahli Taurat dan orang-orang Farisi, maka mereka tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Surga. Hidup keagamaan, atau "dikaiosunen" yang berarti kebenaran yang terkait dengan perilaku, harus melebihi hanya mematuhi hukum secara harfiah. Sebagai orang yang dimerdekakan oleh darah Yesus, kita diberdayakan untuk menjalankan hukum bukan hanya sesuai dengan bentuknya, tetapi juga esensinya atau substansinya.
Jika kita mengaku sebagai anak Allah, kita dipanggil untuk memiliki kehidupan yang agung seperti ini. Namun, kehidupan yang agung ini tidak diperoleh secara otomatis. Kita perlu berjuang untuk menjalani hidup yang berkenan di hadapan Tuhan. Sayangnya, sering kali kesan yang diberikan adalah bahwa setelah menjadi Kristen, tidak ada perjuangan yang diperlukan untuk membangun hidup yang semakin berkenan. Akibatnya, kita melihat banyak orang Kristen yang memiliki hidup yang kurang berkualitas dan cenderung menjadi batu sandungan. Jika kita tidak berjuang untuk menjalani hidup yang semakin berkenan, kita cenderung menjalani hidup untuk kesenangan dan kepentingan sendiri sehingga tidak dapat hidup sesuai dengan standar yang diinginkan oleh Tuhan, Amin.
14 Januari 2024
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
14 Januari 2024
Saudaraku,
Banyak orang Kristen meyakini bahwa setelah mereka ditebus oleh Tuhan Yesus, secara otomatis mereka bebas dari dosa dan tidak akan lagi dikuasai oleh dosa. Ini karena kepercayaan mereka kepada Tuhan Yesus Kristus yang membebaskan mereka dari kuasa kegelapan, sehingga setan tidak lagi memiliki pengaruh atas hidup mereka yang telah menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat.
Namun, perlu dicatat bahwa menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat bukanlah jaminan otomatis bahwa seseorang tidak akan lagi dikuasai oleh dosa. Meskipun kepercayaan ini memberikan pembebasan dari pengaruh kegelapan, itu tidak berarti bahwa seseorang tidak perlu lagi berusaha hidup sesuai dengan kehendak Tuhan. Konsep ini menjadi keliru ketika ada keyakinan bahwa hanya dengan menerima Yesus sebagai Tuhan, semuanya sudah cukup, padahal itu adalah pemahaman yang salah.
Jika seseorang memahami kekristenannya dengan cara yang keliru, ia dapat dengan mudah kembali dikuasai oleh kegelapan dan dosa. Oleh karena itu, penting bagi setiap individu untuk memiliki pemahaman yang benar tentang hidup kekristenan mereka. Hanya dengan menjalani hidup sesuai dengan kehendak Tuhan dan berusaha untuk tetap teguh dalam iman, seseorang dapat meraih kemerdekaan sejati yang Tuhan sediakan.
Dengan percaya atau menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, kita ditempatkan pada suatu posisi di mana kita dapat memilih untuk hidup menurut Roh atau menurut daging, seperti yang dijelaskan dalam Galatia 5:16: "hiduplah oleh Roh, maka kamu tidak akan menuruti keinginan daging." Pernyataan Paulus dengan tegas menunjukkan bahwa seseorang selalu dihadapkan untuk hidup menurut Roh atau daging. Jika terus memilih hidup menurut Roh, maka akan mengalami kemerdekaan sejati. Sebaliknya, jika terus hidup menurut daging, meskipun sudah menerima Yesus sebagai juru selamat, seseorang tetap terikat oleh dosa dan berada dalam cengkeraman kuasa kegelapan.
Sebelum seseorang dibebaskan dari cengkeraman kuasa iblis, ia tidak bisa hidup menurut Roh; ia hanya bisa hidup menurut daging. Hidup menurut daging tidak hanya harus diartikan sebagai hidup dalam kejahatan yang melanggar hukum, karena jika seseorang memiliki lingkungan yang baik dan menerima ajaran yang baik, ia pun bisa menjadi baik. Oleh karena itu, banyak orang non-Kristen yang tidak pernah mendengar Injil dapat berperilaku baik, bahkan ada yang memiliki perilaku yang luar biasa. Di sinilah kita memahami mengapa ada orang non-Kristen yang, jika dibandingkan dengan orang Kristen hari ini, ternyata lebih baik, lebih jujur, rajin, dan dapat dipercaya.
Jadi, kita harus berani melihat kenyataan bahwa ada orang yang hidup di luar ajaran Injil belum tentu jahat. Karena jika lingkungan, pendidikan, agama, etika, filsafat, kepercayaan, dan filosofi seseorang baik, itu akan membentuk individu tersebut menjadi baik bahkan sampai tingkat moral dan etika yang menakjubkan. Namun, jika seseorang berjuang menjalani hidupnya sesuai dengan Roh, ia akan menuruti keinginan Bapa yang merupakan Roh. Dengan berjalannya waktu, individu tersebut akan memiliki karakter atau sifat yang agung, dan sifat ini tidak dapat dimiliki oleh mereka yang tidak mengenal anugerah dalam Yesus Kristus.
Mungkin kita dapat menemukan orang-orang yang tidak mengenal Tuhan sebagai individu yang baik bahkan sampai tingkat yang menakjubkan. Namun, orang-orang yang hidup menurut Roh lebih dari sekadar baik dan menakjubkan, karena mereka akan mengekspresikan sikap Tuhan Yesus dalam diri mereka, dan tidak ada manusia di muka bumi ini yang memiliki sikap yang lebih agung dan mulia daripada sikap yang dimiliki oleh Tuhan Yesus.
Keagungan sifat seperti ini hanya dapat diraih oleh mereka yang menerima penebusan dalam Yesus Kristus dan yang ditebus oleh darah Tuhan Yesus Kristus, dipanggil untuk hidup menurut Roh. Mengapa hidup menurut Roh akan mengekspresikan sikap Tuhan Yesus? Karena sepanjang hidup-Nya di muka bumi, Tuhan Yesus selalu hidup menuruti kehendak Bapa-Nya. Jadi jika kita hidup menurut kehendak Bapa yang merupakan Roh, kita akan menjalani hidup sama seperti yang dijalani oleh Tuhan Yesus. Hidup menurut Roh berarti hidup sesuai dengan keinginan dan kehendak Bapa dalam segala hal, di segala tempat, dan sepanjang waktu. Amin.
07 Januari 2024
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
07 Januari 2024
Saudaraku,
Kitab suci Kristen terdiri dari dua bagian utama, yaitu Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Perjanjian Lama memuat hukum-hukum yang termaktub dalam dekalog, yang merupakan seperangkat norma etika moral umum yang harus diikuti oleh bangsa Israel. Di dalam Perjanjian Baru, tuntutan hukum tidak hanya berfokus pada peraturan, tetapi juga menekankan memiliki pikiran dan perasaan yang sejalan dengan ajaran Kristus.
Memahami pikiran dan perasaan Kristus bukanlah tugas yang mudah, bahkan dapat dianggap sebagai tantangan paling berat dalam perjalanan hidup. Oleh karena itu, diperlukan perjuangan yang sungguh-sungguh, melebihi segala hal, dan harus dijalani sepanjang hidup kita. Proses ini sering disebut sebagai "sekolah kehidupan," di mana setiap orang percaya diundang untuk mengalami dan memahami kehendak Tuhan.
Sekolah kehidupan ini berbeda dengan sekolah pada umumnya yang biasanya berlangsung selama sekitar dua puluh tahun. Sebaliknya, sekolah kehidupan harus dijalani sepanjang hidup hingga saat terakhir kita menutup mata untuk dunia ini. Di dalamnya, kita dihadapkan pada tugas yang besar, yaitu terus berjuang agar dapat semakin memahami dan menghayati pikiran serta perasaan Kristus.
Semakin kita meresapi dan merangkul pikiran serta perasaan Kristus, semakin kita akan berani "kehilangan nyawa" demi Tuhan. Perlu dicatat bahwa "kehilangan nyawa" di sini bukanlah menciptakan penderitaan atau tindakan bunuh diri, melainkan suatu tindakan rela melepaskan keinginan-keinginan duniawi, kesenangan, kebahagiaan, dan kelengkapan hidup, karena Tuhan telah menjanjikan kesenangan, kebahagiaan, dan kelengkapan hidup sejati bersama-Nya di dunia yang akan datang, seperti yang tercantum dalam Lukas 9:24.
Pernyataan Tuhan Yesus yang tampaknya tegas dalam merenggut apa yang menjadi kesenangan kita sebenarnya merupakan bentuk perlindungan dari Tuhan. Ketika seseorang bersedia "kehilangan nyawa" dalam arti melepaskan kesenangan, kebahagiaan, kelengkapan, dan kegembiraan dunia ini, sebenarnya itu adalah langkah perlindungan agar seseorang tidak terjerat oleh tipu daya iblis yang menawarkan kesenangan dunia.
Ketika perasaan ini, yakni kesenangan dunia, dianggap sebagai sesuatu yang semu, Tuhan ingin agar manusia menempatkan rasa senang, bahagia, gembira, dan kelengkapan hanya dalam hubungan dengan-Nya. Hal ini sejalan dengan keberanian untuk "kehilangan nyawa" demi Tuhan. Sebenarnya, inilah kehendak Tuhan bagi mereka yang mengikuti-Nya, karena hanya dengan bersedia melepaskan segala yang dunia tawarkan, kita dapat tumbuh dalam karakter ilahi dan semakin menyerupai Tuhan Yesus. Dengan demikian, kita tidak lagi menggantungkan harapan untuk meraih kebahagiaan semata di dunia ini, melainkan dalam persekutuan dengan Tuhan.
Jika seseorang masih menaruh harapan untuk meraih kesenangan dan kenyamanan dalam kehidupan dunia ini, maka ia tidak mungkin menjadi seorang pengikut Tuhan Yesus yang sejati. Tuhan Yesus dengan tegas menyatakan bahwa tidak mungkin seseorang bisa melayani dua tuan. Oleh karena itu, mengikuti Tuhan Yesus merupakan suatu proses untuk mati terhadap dosa dan dunia, yang artinya berjuang untuk memilih Tuhan di atas pencarian kesenangan pribadi.
Di tengah usaha banyak orang dalam mencari kenyamanan, Tuhan malah mengingatkan bahwa serigala memiliki liang dan burung memiliki sarang, tetapi Anak Manusia tidak memiliki tempat untuk meletakkan kepalanya. Saat orang berupaya mencari keuntungan dan keselamatan pribadi, Tuhan justru mengajarkan untuk melepaskan hak. Di saat dunia menganggap balas dendam sebagai hal wajar, Tuhan mengajarkan untuk mengampuni, dan jika dipukul di pipi kanan, memberikan pipi kiri. Meskipun dunia menerima filosofi membenci dengan membunuh, Tuhan Yesus menyatakan bahwa membenci itu sendiri sudah berdosa.
Sebagian besar filosofi hidup di dunia bertentangan dengan ajaran dan teladan Tuhan Yesus, termasuk ajaran yang disampaikan di mimbar gereja. Jadi, walaupun kita masih hidup di dunia ini, bukan berarti kita harus menjalani hidup sesuai dengan filosofi dunia. Sebaliknya, kita diharapkan menjalani hidup sesuai dengan prinsip dan ajaran Tuhan Yesus agar tidak terbawa arus menuju kebinasaan bersama dunia yang pada akhirnya akan menjadi danau api.
Jika kita tidak pernah bersedia berjuang untuk menjalani hidup sebagaimana yang telah dilakukan oleh Tuhan Yesus, maka kita tidak mungkin mendapat keriduan Tuhan. Tanpa memiliki tekad kuat untuk menjalani hidup yang berkenan kepada Tuhan, kita tidak mungkin merindukan Langit Baru dan Bumi Baru. Mungkin pada suatu saat, ketika keinginan untuk merindukan tempat yang baru dianggap sepele atau bodoh, seseorang akan menyadari bahwa kerinduan akan Langit Baru dan Bumi Baru seharusnya telah dipersiapkan sejak awal. Namun, kesadaran ini mungkin akan terlambat, Amin.
31 Desember 2023
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
31 Desember 2023
Saudaraku,
Dahulu, Tuhan memilih individu yang tetap teguh dalam tekad untuk menjalani kehidupan yang benar di tengah dunia yang penuh dengan kebatilan, dengan tujuan melahirkan Mesias. Prinsip ini masih berlaku hingga saat ini, di mana hanya mereka yang memiliki tekad kuat untuk hidup tulus di tengah dunia yang penuh dengan kekurangan yang akan diakui bersama Tuhan dalam kekekalan. Semakin kita memahami betapa pentingnya hidup yang benar, semakin besar perjuangan kita dalam menjalani kehidupan ini, yang kita arahkan untuk membangun kehidupan sesuai dengan kehendak Tuhan. Hanya dengan satu permintaan kepada Tuhan, yaitu agar kita diberi kesempatan untuk hidup seperti yang dilakukan oleh Yesus, karena satu-satunya ukuran kehidupan yang benar dalam pandangan Allah adalah berubah menjadi seperti Putra-Nya yang tunggal.
Maka, satu hal yang harus selalu kita sadari dan ingat adalah bahwa kita semua berada dalam perjalanan waktu. Perjalanan waktu ini sangat ketat dan absolut. Ketat berarti setiap detik, setiap menit, setiap jam, setiap hari, dan seterusnya memiliki arti yang sangat penting. Absolut berarti bahwa perjalanan waktu ini tidak dapat dihentikan, kecuali oleh Bapa di Surga, ketika Dia membawa Kerajaan-Nya dan mengakhiri sejarah dunia ini. Oleh karena itu, fakta bahwa kita berada dalam perjalanan waktu adalah realitas yang menggetarkan jiwa. Cepat atau lambat, hidup kita di dunia ini akan berakhir, dan setelah itu, kita akan memasuki hidup kekal, di mana hanya ada dua pilihan: bersama Tuhan atau terpisah dari-Nya selamanya.
Mereka yang dilayakan bersama Tuhan Yesus dalam kekekalan adalah mereka yang menjalani kehidupan yang benar, sesuai dengan keinginan Tuhan, sebagaimana Yesus menjalani hidupnya di dunia ini. Di sisi lain, mereka yang terpisah dari Tuhan Yesus adalah mereka yang cenderung hidup sesuai kehendak mereka tanpa memperhatikan perasaan Tuhan selama hidup di dunia. Suasana yang akan dialami setiap individu sangatlah menggetarkan, karena suasana tersebut menentukan nasib kekal kita. Orang yang tidak tergetar oleh realitas perjalanan waktu ini kemungkinan besar kurang memahami kebenaran, dan orang yang tidak memahami kebenaran tentu tidak pernah mempersiapkan diri untuk menghadapi kematian yang dapat terjadi kapan saja.
Banyak orang mungkin tidak pernah benar-benar menghitung sisa hari hidup mereka di dunia ini. Mereka mungkin berpikir bahwa setelah menjadi Kristen, mereka pasti akan selamat, dan ketika mereka mati, pasti akan masuk surga. Namun, bagaimana mungkin kita bisa tetap kuat berdiri di hadapan takhta pengadilan nanti jika kita menjalani hidup dengan seenak hati tanpa memperdulikan perasaan Tuhan? Oleh karena itu, dengan sangat jelas Tuhan Yesus menyatakan dalam Lukas 13:24 bahwa kita harus berjuang (agonizesthe), seperti seorang pegulat yang terus bergerak; banyak orang hanya "berkeinginan" (zeteo), tetapi tidak bersedia berjuang. Masalahnya adalah banyak orang Kristen hanya ingin masuk surga tanpa bersedia berjuang agar benar-benar layak masuk surga.
Hari ini, mari kita periksa diri masing-masing untuk menentukan seberapa serius kita ingin masuk surga atau apakah kita hanya mencapai batas keinginan tanpa perjuangan. Jika kita benar-benar serius ingin masuk dalam Kerajaan Surga, maka sisa hidup ini harus kita isi dengan terus-menerus memperiksa diri sendiri agar di akhirnya kita dianggap layak oleh Tuhan.
Ketika Tuhan Yesus berbicara dalam Matius 7:21-23, hal ini dimaksudkan untuk mengingatkan kita bahwa kita tidak boleh puas hanya dengan memamerkan kuasa Allah. Karena apa yang diinginkan Tuhan Yesus bukanlah sekadar memamerkan kuasa-Nya, melainkan Ia menginginkan agar kita dapat menikmati hidup kita. Ketika Ia mengatakan "Aku tidak mengenalmu" (Ginosco) dan "Aku akan berterus terang" (Aku akan umumkan di depan khalayak ramai), mungkin saat ini seseorang merasa aman dan nyaman hidup dalam dosa. Namun, suatu saat nanti semua yang kita lakukan akan diumumkan oleh Tuhan Yesus di depan umum. Oleh karena itu, saatnya untuk bertaubat dan berubah.
Ketika Tuhan Yesus memberikan perumpamaan tentang 5 gadis bijaksana dan 5 gadis bodoh dalam Matius 25:1-13, perumpamaan ini sebenarnya mengingatkan kita pada posisi kita dalam hidup. Mari kita perhatikan, kedua kelompok ini membawa pelita dan menantikan kedatangan mempelai. Yang membedakan adalah kelompok yang bijaksana, selain membawa pelita, juga membawa minyak agar pelitanya tetap menyala. Sedangkan yang bodoh hanya membawa pelita tanpa membawa minyak. Mereka yang membawa minyak adalah orang-orang yang mempersiapkan hidup mereka sebaik mungkin untuk menyambut kedatangan mempelai laki-laki, yang kedatangannya tidak bisa diprediksi. Di sisi lain, yang tidak membawa minyak hanya asal-asalan dalam menjalani hidupnya, terutama pada saat penting membawa pelita tanpa persiapan yang memadai. Kelompok ini mencerminkan orang-orang Kristen yang merasa puas dengan kekristenan yang dijalani tanpa berusaha untuk memperbaiki diri. Mereka beranggapan bahwa karena mereka sudah menjadi Kristen dan melakukan kegiatan rohani seperti mengikuti liturgi, maka mereka sudah pasti masuk surga. Padahal liturgi sejati adalah berjuang untuk melakukan kehendak Tuhan dalam setiap aktivitas yang kita lakukan, karena inilah satu-satunya cara membuat hati Tuhan senang. Tuhan tidak hanya senang ketika kita menyanyikan pujian dengan sorak sorai, tetapi hidup yang kita jalani setiap hari harus penuh dengan kesucian dan kebaikan.
Tuhan Yesus juga memberikan perumpamaan tentang seorang Raja yang mengadakan perjamuan pernikahan untuk anaknya dan mengundang orang-orang yang diundang untuk memasuki pesta pernikahan yang diadakan (Matius 22:1-14). Namun, ditemukan bahwa seseorang yang menerima undangan pergi ke pesta pernikahan tersebut tidak mengenakan pakaian pesta. Pada akhirnya, orang tersebut tetap harus dibuang keluar. Pakaian pesta ini melambangkan hidup dalam kesucian Tuhan. Jika kita tidak hidup dalam kesucian Tuhan, seperti yang dikatakan Alkitab, "mengambil bagian dalam kekudusan-Nya," pasti kita akan ditolak oleh Tuhan, meskipun kita adalah orang Kristen. Amin.
24 Desember 2023
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
24 Desember 2023
Saudaraku,
Natal demi Natal, kita rayakan, bahkan kita sudah tidak bisa menghitung berapa Natal yang telah kita rayakan hingga hari ini. Namun, setiap kali kita merayakan Natal, kita diingatkan bahwa sisa waktu hidup kita di dunia ini semakin singkat atau semakin berkurang. Bahkan, tidak dapat dipastikan apakah Natal kali ini adalah Natal terakhir kita. Pertanyaannya adalah, apakah kita siap menghadap Tuhan saat waktu hidup kita di dunia ini habis? Setiap individu akan diminta pertanggungjawaban atas seluruh hidup yang telah dijalani di hadapan Tuhan nanti.
Jadi, di balik kegembiraan kita merayakan Natal, kita juga harus merayakannya dengan perasaan yang mendesak untuk berubah. Jika selama ini kita hidup dalam dosa dan sibuk mencari kesenangan sendiri, maka saatnya untuk bertekad meninggalkan dosa dan hidup untuk menyenangkan Tuhan. Hanya dengan meninggalkan dosa dan hidup untuk menyenangkan Tuhan, kita akan layak untuk bersama-sama dengan Tuhan dalam kekekalan.
Maksud kedatangan Tuhan Yesus ke dunia untuk menyelamatkan umat manusia harus dipahami sebagai upaya untuk mengubah orang yang percaya kepada-Nya menjadi serupa dengan-Nya. Oleh karena itu, menjelang kenaikan-Nya ke surga, Tuhan Yesus menyatakan, "Jadikan semua orang murid-Ku." Selama 33,5 tahun Tuhan Yesus berada di dunia, mengajar kebenaran, dan menunjukkan bagaimana hidup dalam kebenaran, agar mereka yang mengaku sebagai pengikut-Nya dapat mengikuti ajaran-Nya dan meneladani-Nya. Inilah inti dari kedatangan Tuhan Yesus ke dunia untuk menyelamatkan manusia.
Sehubungan dengan itu, saat merayakan Natal, kita harus diingatkan bahwa sebagai pengikut Tuhan Yesus, kita harus berubah menjadi semakin serupa dengan-Nya. Tidak cukup menjadi Kristen dengan hanya menjalankan liturgi dan melakukan aktivitas Kristen tanpa mengalami perubahan menjadi semakin serupa dengan Tuhan Yesus, karena menjadi Kristen berarti menjadi serupa dengan Kristus. Untuk menjadi seperti Kristus, tidak ada cara lain selain meneladani hidup yang dijalani oleh Tuhan Yesus dalam setiap aspek kehidupan sehari-hari kita.
Jadi, di balik perayaan Natal demi Natal, kita seharusnya mengingat bahwa kita sedang berpacu dengan waktu untuk berubah menjadi seperti yang diinginkan Tuhan. Pada saat tahta pengadilan Tuhan nanti, hanya mereka yang berubah menjadi seperti yang diinginkan Tuhan yang dapat mempertanggungjawabkan hidupnya. Perayaan Natal yang kita rayakan tidak boleh hanya sebagai perayaan tanpa makna, dan tidak boleh terus-menerus diulang dengan kalimat "karena begitu besar kasih Allah kepada manusia, maka Ia mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal kepada kita." Jika Anak-Nya yang Tunggal diberikan untuk menebus kita, sebagai balasan kepada Bapa, satu-satunya cara untuk membalas kasih dan kebaikan-Nya adalah berjuang untuk menyenangkan hati Tuhan dalam setiap aktivitas kehidupan yang kita jalani. Ini merupakan bentuk penghargaan kita terhadap pengorbanan yang telah dilakukan oleh Bapa dan Tuhan Yesus, amin.
17 Desember 2023
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
17 Desember 2023
Saudaraku,
Dalam peristiwa kelahiran Tuhan Yesus, Sorga memilih Maria dan Yusuf sebagai orang-orang yang dipercayai untuk melahirkan dan membesarkan Mesias. Hal ini menunjukkan bahwa Tuhan tidak sembarangan memilih orang untuk dilibatkan dalam rencana keselamatan-Nya. Pada masa itu, Tuhan tidak berbicara kepada orang Yahudi melalui nabi-nabi-Nya selama 450 tahun, sehingga kehidupan mereka pada saat itu jauh dari standar yang diinginkan oleh Tuhan. Bahkan, mungkin sulit menemukan orang yang hidup dengan benar.
Namun, Alkitab mencatat bahwa Allah menyuruh malaikat Gabriel untuk menemui seorang perawan bernama Maria yang sedang bertunangan dengan seorang bernama Yusuf. Malaikat tersebut menyampaikan berita bahwa Maria akan mengandung dan melahirkan anak laki-laki yang harus diberi nama Yesus (Lukas 1:26-31). Pertanyaannya adalah, apa yang istimewa dari Maria sehingga dia dipilih untuk menjadi ibu Yesus?
Saya percaya, ketika Maria menerima berita dari malaikat Gabriel bahwa dia akan mengandung oleh Roh Kudus, itu bukanlah keputusan yang mudah baginya. Selain karena sudah sekian lama Tuhan tidak memberikan petunjuk, beban yang harus dipikulnya sangat berat. Jika dia menerima, konsekuensinya adalah dia harus siap menjalani hidup yang tidak nyaman. Sebagai seorang perawan yang hidup dengan baik, dia harus menerima kenyataan bahwa ia akan mengandung oleh Roh Kudus. Pasti, ketika mendengar berita tersebut, dia merasa seperti disambar petir di siang hari.
Sejak menerima berita itu, Maria mulai membayangkan betapa sulitnya keadaan yang harus dihadapinya. Tidak lama lagi, dia akan menanggung malu dan aib karena semua orang akan mengetahui bahwa dia mengandung tanpa pernikahan. Meskipun mungkin dia mengatakan bahwa kehamilannya adalah hasil dari Roh Kudus, tetapi tidak ada seorang pun, termasuk Yusuf, yang akan percaya pada pengakuannya. Dengan menerima misi ini, Maria harus siap untuk diputuskan oleh Yusuf, menanggung aib, bahkan mungkin menghadapi resiko mati oleh rajam, karena hukuman bagi mereka yang hamil di luar nikah pada waktu itu adalah rajam.
Tetapi Alkitab menunjukkan bahwa Maria menerima misi yang diberikan padanya meskipun dia menyadari risiko yang harus ditanggungnya. Dengan penuh ketundukan, Maria berkata, "Sesungguhnya aku ini hamba Tuhan, jadilah kepadaku menurut perkataanmu." Meskipun hari ini kita mungkin menganggap berita yang diterima oleh Maria sebagai berita gembira, pada saat itu, berita itu sebenarnya adalah "berita buruk" bagi Maria.
Demikian juga dengan Yusuf, ketika ia mengetahui bahwa Maria sedang hamil, Alkitab mencatat bahwa ia bermaksud menceraikan Maria secara diam-diam karena tidak ingin mencemarkan nama Maria di depan umum (Matius 1:19). Sikap ini sangat terpuji, karena Yusuf tidak melepaskan kekecewaan dan emosinya untuk mencemarkan nama Maria, mengingat Maria sudah hamil dan ia tidak mengetahui siapa yang menghamili calon istrinya tersebut. Sikap ini menjadikan Yusuf disebut sebagai orang yang tulus.
Melalui keputusan-keputusan yang mereka ambil, kita dapat menyimpulkan bahwa mereka menjalani hidup tidak semata-mata untuk mencari kesenangan pribadi, tetapi untuk kepentingan yang lebih besar dari diri mereka sendiri. Meskipun harus menanggung ketidaknyamanan dan tidak dapat menjalani hidup seperti kebanyakan orang, bahkan hingga nyawa mereka menjadi taruhannya, namun demi menggenapi rencana Allah, mereka siap dan rela menjalaninya. Inilah alasan Sorga memilih Yusuf dan Maria untuk melahirkan Mesias, Amin.
10 Desember 2023
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
10 Desember 2023
Saudaraku,
Kalau seseorang mengaku percaya kepada Tuhan Yesus, maka kepercayaan itu harus dibuktikan dengan sikap bahwa ia tidak meragukan pribadi yang ia percayai dan melakukan apa yang dikehendaki oleh Tuhan. Karena ukuran percaya adalah tidak meragukan dan melakukan kehendak pribadi yang kita percayai. Semakin besar kepercayaan kita kepada seseorang, semakin kita tidak meragukan orang tersebut. Bukti bahwa kita tidak meragukan orang tersebut adalah melakukan apapun yang dia minta. Jadi, kepercayaan harus dibuktikan dengan tindakan, bukan hanya dengan perkataan atau ucapan bibir bahwa kita percaya.
Kualitas kepercayaan seperti ini hanya bisa terjadi ketika ada hubungan atau relasi dengan pribadi yang kita percayai. Oleh karena itu, percaya kepada Tuhan harus dipandang dari sisi Tuhan, yaitu apa yang Tuhan inginkan untuk kita lakukan, bukan dari sisi kita yang menginginkan Tuhan melakukan apa yang kita inginkan. Masalahnya banyak orang beranggapan bahwa percaya kepada Tuhan adalah Tuhan dapat melakukan apa yang diinginkannya. Jika percaya kepada Tuhan diukur dengan apa yang Tuhan bisa lakukan untuk kita, percaya seperti ini belum dianggap sebagai percaya yang benar. Karena objek percaya adalah kepada pribadi Tuhan, bukan apa yang Tuhan dapat lakukan untuk kita.
Abraham disebut sebagai bapa orang percaya karena ia menunjukkan kepercayaannya kepada Elohim Yahweh dengan sikap dan tindakan konkret. Ia mentaati apa pun yang dikehendaki oleh Elohim Yhwh untuk dilakukannya. Kualitas kepercayaan seperti ini hanya bisa terjadi jika seseorang memiliki hubungan yang benar dan konkret dengan Tuhan dalam kehidupan sehari-hari. Hubungan yang benar dan konkret dengan Tuhan dapat terbangun jika kita memiliki waktu untuk bertemu dengan Tuhan setiap hari, baik dalam doa pribadi maupun belajar kebenaran; berkomunikasi secara intensif dengan Tuhan dan memperhatikan didikan Tuhan melalui setiap peristiwa yang kita alami.
Semakin kita memiliki hubungan yang benar dan konkret dengan Tuhan dalam setiap keseharian yang kita jalani, maka yang pertama, kita akan terimpregnasi dengan sifat dan kepribadian Tuhan. Karena pergaulan menjadikan kita semakin serupa, terutama dalam hubungan suami istri yang cenderung semakin seragam seiring berjalannya waktu. Yang kedua, ketika menghadapi keadaan yang paling buruk sekalipun, kita tidak akan merasakan ketakutan seperti orang yang tidak mengenal Tuhan. Sebab, seburuk-buruknya keadaan yang terjadi hanya sampai batas kematian, dan jika pun harus mengalami kematian, justru kematian akan membawa kita bertemu dengan Tuhan yang sudah menjadi kekasih jiwa kita. Pemazmur menggambarkan hubungannya dengan Tuhan yang tertulis dalam Mazmur 23:4, "sekalipun aku dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku...". Bahkan, ekspresi yang lebih ekstrem diungkapkan dalam Mazmur 73:26, "sekalipun dagingku dan hatiku habis lenyap, tetapi batuku dan bagianku tetaplah Allah selamanya."
Kualitas kepercayaan seperti ini tidak bisa terjadi secara otomatis, tetapi harus melewati waktu yang panjang, di mana kita belajar untuk mempercayai Tuhan dalam hal-hal yang sederhana hingga mencapai tingkat yang lebih tinggi, seperti yang dialami oleh Abraham. Yang ketiga, kita akan mengakhiri perjalanan kita, karena kepercayaan dan hubungan yang telah kita bangun dengan Tuhan akan membimbing kita untuk mengikuti jalan yang benar dan penuh makna.
Semakin berkembangnya kepercayaan kita kepada Tuhan, maka semakin kita akan menyesuaikan langkah kita dengan langkah Tuhan, dan hal ini berarti kita harus mengakhiri langkah kita sendiri. Ketika kita mencapai tingkat kehidupan rohani seperti ini, kita akan menjadi lebih peka terhadap keberadaan kita di hadapan Tuhan. Sekecil apapun penyimpangan yang terjadi, kita dapat mendeteksinya dan segera memperbaikinya. Meskipun mungkin menurut ukuran dan penilaian orang lain, penyimpangan tersebut dianggap wajar dan bisa ditoleransi, tetapi kita tidak bisa mentolerirnya (hal ini yang membuat kita semakin presisi). Perjalanan hidup seperti ini bersifat subyektif, namun proses perubahan yang terjadi dapat kita rasakan dan "dinikmati" oleh orang lain, terutama oleh orang yang berinteraksi dengan kita.
Dalam proses membangun kepercayaan kepada Tuhan, kita tidak lagi menuntut Tuhan untuk melakukan apa yang kita inginkan, dan kita tidak lagi menjalani hidup sesuai dengan keinginan kita sendiri. Inilah yang disebut dengan mengakhiri perjalanan hidup kita dalam mengikuti Tuhan. Jika dahulu kita hidup dalam dosa, mengumbar kesenangan daging, hanya mementingkan kesenangan diri sendiri, merugikan orang lain, dan tidak perduli dengan keadaan orang lain, maka sekarang kita harus mulai peduli terhadap keberadaan kita, Amin.
03 Desember 2023
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
03 Desember 2023
Saudaraku,
Mari kita bersama-sama berjuang untuk menghidupi kebenaran hingga hidup kita berubah. Janganlah kita puas hanya menjadi pendengar atau bahkan pandai berbicara tetapi enggan berjuang untuk mewujudkannya. Agar kita dapat mengamalkan ajaran dan teladan hidup Tuhan Yesus, kita harus mencintai Tuhan yang memberikan ajaran-Nya kepada kita. Hanya dengan semakin mencintai Tuhan, kita akan semakin ingin mengetahui isi dari setiap ajaran-Nya dan berjuang untuk menghidupinya.
Ketika kita semakin tumbuh dalam kasih kepada Tuhan, kita tidak akan dengan mudah menyakiti hati Tuhan. Sebagai contoh, mari kita perhatikan kisah Yusuf yang digoda oleh istri tuannya, Ny. Potifar. Yusuf berkata, "Bagaimanakah mungkin aku melakukan kejahatan yang besar ini dan berbuat dosa terhadap Allah?" (Kejadian 39:9b). Sebelumnya, Yusuf mungkin telah memiliki pengalaman pribadi dengan Tuhan, meskipun tidak secara eksplisit tercatat dalam Alkitab. Namun, melalui setiap peristiwa dalam hidupnya, Yusuf dapat melihat campur tangan Tuhan yang membimbingnya. Itulah yang membuatnya tetap memperlihatkan penghormatan kepada Tuhan, bahkan ketika tidak ada seorang pun yang melihatnya.
Pertanyaannya adalah, peristiwa-peristiwa mana yang membuat Yusuf dapat melihat campur tangan Tuhan? Mari kita lihat bersama. Ketika ia dilepaskan dari usaha saudara-saudaranya yang ingin membunuhnya dan dimasukkan ke dalam sumur; ketika ia terbebas dari sumur dan meskipun menjadi seorang budak, semuanya itu dianggap oleh Yusuf sebagai campur tangan Tuhan dalam hidupnya. Oleh karena itu, ketika dihadapkan pada situasi di mana ia dengan mudah dapat berbuat dosa, Yusuf tetap tidak mengikuti keinginan dagingnya, karena ia lebih memilih untuk tidak menyakiti hati Tuhan daripada memuaskan nafsu duniawinya. Sikap seperti ini adalah sikap seseorang yang semakin mencintai Tuhan dengan tulus.
Oleh karena itu, kita semakin memahami bahwa Tuhan Yesus memberikan petunjuk kepada para pengikut-Nya dengan memberikan hukum utama, yang terutama adalah untuk melindungi kita. Paulus mengulanginya dalam Kolose 3:23, "Apapun yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia."
Jadi, jika kita semakin bertumbuh dalam kasih kepada Tuhan, kita tidak akan mengkhianati pasangan kita. Ketika dihadapkan pada godaan, kita akan berkata seperti Yusuf, "Bagaimanakah mungkin aku berbuat dosa terhadap pasanganku yang telah Tuhan berikan kepadaku?" Ketika kita memiliki kesempatan untuk melakukan sesuatu yang tidak benar, meskipun tidak ada yang melihatnya, kita akan berkata, "Bagaimanakah mungkin aku melakukan kejahatan ini dan berbuat dosa terhadap Allah."
Belajarlah untuk tumbuh dalam kasih kepada Tuhan, karena hanya ketika cinta kita kepada Tuhan semakin berkembang, kita tidak akan dengan mudah menyakiti hati Tuhan sehingga kita dapat menjalani hidup sesuai dengan keinginan-Nya.
Dengan semakin mencintai Tuhan, kita dapat lebih jelas melihat perbaikan-perbaikan apa yang harus kita lakukan agar hidup kita semakin indah dalam pandangan Tuhan dan sesama. Sesungguhnya, ini adalah kehidupan Kristen yang harus dijalani dan diperjuangkan oleh setiap orang percaya, karena menjadi Kristen berarti mengenakan hidup Tuhan Yesus dalam kehidupan kita. Sehingga orang dapat melihat Yesus dalam hidup kita, sebagaimana yang diungkapkan oleh Paulus dalam Galatia 2:20: "Namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman (menuruti kehendak-Nya) dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku."
Orang yang meneladani hidup Tuhan Yesus pasti akan mengalami perubahan yang dapat dirasakan oleh orang lain. Keagungan pribadi Tuhan Yesus tercermin dalam hidupnya, baik itu kesucian, perkataan yang diucapkan, sikap terhadap orang lain, bahkan kepekaannya terhadap kebutuhan orang lain. Hidupnya akan selalu menjadi berkat bagi siapa pun yang berinteraksi dengannya, bahkan orang-orang yang mungkin memusuhi pun akan mengakui bahwa dia adalah seseorang yang benar. Amin.
26 November 2023
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
26 November 2023
Saudaraku,
Akan tiba saatnya ketika setiap individu akan menyadari bahwa keputusan dan sikap untuk selalu siap berhadapan dengan Tuhan adalah keputusan dan sikap yang sangat realistis. Ketika kita berdiri di hadapan takhta pengadilan Tuhan, yang kita inginkan hanyalah satu: layak bersama Tuhan selamanya. Hanya orang yang selama hidupnya menunjukkan kasih dan penghormatan kepada Tuhan yang akan diakui bersama dengan Tuhan.
Jika kecenderungan untuk tidak mengasihi dan menghormati Tuhan terungkap melalui peristiwa-peristiwa dalam hidup seseorang, maka untuk membangun kebiasaan mengasihi dan menghormati Tuhan, kita juga harus melalui berbagai peristiwa dalam hidup. Di balik setiap peristiwa yang terjadi, kita diberi kesempatan untuk memilih apakah kita akan berusaha menyenangkan Tuhan atau mencari kesenangan untuk diri sendiri.
Semakin tumbuh kasih kita kepada Tuhan, semakin kita akan memilih untuk menyenangkan Tuhan di setiap peristiwa yang kita alami.
Dalam 1 Petrus 3:4, disebutkan bahwa perhiasan sejati terletak pada manusia batiniah yang tersembunyi, yang dihiasi dengan keindahan yang tidak terkikis berasal dari roh yang lembut, tenang, dan sangat berharga di mata Allah. Dari pernyataan Petrus ini, kita dapat menyimpulkan bahwa Allah menempatkan komponen yang sangat berharga di dalam diri kita untuk menjadikannya sebagai harta abadi. Namun, harta abadi ini bukan hanya milik kita, melainkan juga milik Tuhan.
Harta yang paling berharga adalah manusia batiniah kita. Jika dikatakan bahwa itu berharga di mata Allah, itu berarti Allah menikmatinya dan memiliki bagian di dalamnya. Oleh karena itu, agar kita dapat dinikmati dan dianggap sebagai milik Tuhan yang berharga, kita perlu merawat dan mendandani manusia batiniah kita. Ini berarti tidak mengizinkan sedikit pun kecemaran masuk ke dalam diri kita. Hanya dengan cara ini, hidup kita dapat dinikmati oleh Tuhan dan dianggap berharga di hadapan-Nya.
Karena itu, sangat penting untuk membangun pemahaman yang benar tentang diri kita dan memiliki keinginan yang kuat untuk menjalani hidup sesuai dengan pemahaman yang benar yang kita miliki. Hanya ketika kita membangun hidup sesuai dengan pemahaman yang benar, kita akan menjadi berharga di mata Allah.
Mari kita perhatikan kalimat dalam 1 Petrus 3:4 yang menyebutkan "roh yang lemah lembut & tentram". Kita harus menyadari seberapa bergejolaknya kita dan seringkali kita membuat beberapa orang yang berinteraksi dengan kita menjadi tidak tenang bahkan terluka karena perbuatan dan sikap kita. Namun, dengan berjalannya waktu, semakin kita mengalami penyingkapan akan kebenaran dan semakin kita memiliki hubungan yang intim dengan Tuhan, maka perlahan tapi pasti hidup kita mulai berubah hingga kita dapat memiliki roh yang lembut dan tentram.
Pernahkah Saudara merenungkan, suatu saat nanti saat bertemu dengan Tuhan, itulah saat kita bisa melihat seberapa besar, agung, mulia, dan dahsyatnya Tuhan. Namun, di balik keagungan, kedahsyatan, dan kemuliaan Tuhan tersebut, ternyata Tuhan masih peduli satu persatu terhadap kita sehingga kita dapat menjadi berharga bagi-Nya, padahal kita bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa. Amin.
19 November 2023
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
19 November 2023
Saudaraku,
Jika kita mengamati dengan sungguh-sungguh keberadaan diri kita sendiri, kita menyadari bahwa perasaan kita sangat bergantung pada situasi. Di situasi tertentu, kita mungkin sangat mencintai Tuhan, tetapi di situasi lain, kita mungkin tidak menghormati-Nya. Ini terjadi secara berulang dalam kehidupan kita. Dengan menyadari hal ini, kita memiliki keinginan untuk berjuang agar irama jiwa kita menjadi lebih stabil dan tetap dalam mencintai dan menghormati Tuhan.
Untuk membangun irama jiwa yang stabil dan tetap dalam mencintai serta menghormati Tuhan, langkah pertama adalah menyadari dan memiliki keberanian untuk mengakui bahwa jiwa kita tidak stabil. Setelah itu, kita harus bertekad untuk memperbaiki diri agar lebih stabil dalam mencintai dan menghormati Tuhan. Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana kita dapat secara konkret menjadi lebih stabil dalam mencintai dan menghormati Tuhan?
Langkah pertama adalah dengan kesadaran dan tekad untuk duduk diam di hadapan Tuhan setiap hari dan belajar kebenaran yang diajarkan oleh Tuhan Yesus. Dengan tekun membangun doa pribadi dan mempelajari kebenaran, pada suatu titik Tuhan pasti akan menyatakan diri-Nya. Saat Tuhan menyatakan diri-Nya, kita dapat mengenali-Nya karena hati kita akan semakin tertuju pada-Nya.
Jika hati kita tidak tekun mengarahkan diri kepada Tuhan melalui doa pribadi dan pembelajaran kebenaran, bahkan jika Tuhan menyatakan diri-Nya, kita tidak akan dapat menangkapnya. Oleh karena itu, kita perlu berjuang untuk "mencari dan menemukan Tuhan," yang dimulai dengan mendisiplinkan diri untuk tekun mencari wajah Tuhan baik melalui doa pribadi maupun pembelajaran kebenaran.
Dengan membangun suasana jiwa seperti ini, kita akan memiliki kepekaan untuk mengalami kehadiran Tuhan dalam setiap peristiwa yang kita alami. Semakin intens kita mengalami kehadiran Tuhan, semakin tumbuhlah kasih kita kepada-Nya. Dalam keadaan ini, kita mulai merasakan keindahan hidup bersama Tuhan yang tidak dapat dibandingkan dengan apapun. Keadaan inilah yang membuat kita semakin tumbuh dalam mencintai Tuhan, dan jika hubungan yang nyata dengan Tuhan terus terjaga, perasaan cinta kita kepada-Nya akan semakin stabil sehingga kita dapat menunjukkan rasa hormat kita kepada Tuhan dalam setiap peristiwa kehidupan yang kita alami. Oleh karena itu, mari kita ikuti nasihat Pemazmur untuk mencari dan menemukan Tuhan dalam setiap langkah hidup kita.
Jadi, hanya ketika kita semakin berkembang dalam mencintai Tuhan, kita dapat menunjukkan penghormatan kepada-Nya. Hanya mereka yang menghormati Tuhan dalam setiap aktivitasnya yang akan mengalami perubahan hidup menuju apa yang Tuhan inginkan. Oleh karena itu, membangun suasana jiwa yang semakin stabil dalam mencintai Tuhan sangat penting. Semakin tumbuh kasih kita kepada Tuhan, semakin stabil kita dapat memahami, menghayati, dan melaksanakan setiap firman-Nya.
Namun, mencapai tingkat ini tidaklah mudah. Kita harus jujur mengakui bahwa irama jiwa kita telah rusak karena kita telah menyatu dengan kesenangan dunia. Kita cenderung membiarkan irama jiwa yang rusak itu menjadi permisif, karena kita menganggap Tuhan dapat memahami dan menerima cacat karakter kita, sebab Tuhan dianggap sebagai Maha Kasih. Benar, Tuhan memang Maha Kasih, tetapi kita juga harus melihat-Nya sebagai Pribadi yang Maha Adil.
Sifat Tuhan yang Maha Kasih tidak dapat dipisahkan dari sifat-Nya yang Maha Adil. Keadilan Tuhan akan terwujud dengan jelas di saat setiap individu menghadap tahta pengadilan-Nya. Bagi mereka yang tekun melakukan kehendak-Nya, Tuhan akan mengatakan, "Baik sekali hamba-Ku yang baik dan setia." Namun, bagi mereka yang selama hidupnya hanya mencari kesenangan sendiri tanpa memperdulikan perasaan Tuhan, Tuhan Yesus akan mengungkapkan, "Aku tidak mengenal kamu." Pernyataan ini tidak ditujukan kepada orang yang tidak mengenal Tuhan, melainkan kepada mereka yang merasa dekat dengan Tuhan karena melakukan segala sesuatu atas nama Tuhan, seperti yang diungkapkan dalam Matius 7:22-23.
Kenyataan ini seharusnya membuat kita gentar, dan dalam ketakutan tersebut, kita harus berusaha mencari tahu bagaimana keberadaan kita di hadapan Tuhan saat ini, bagaimana perasaan Tuhan terhadap kita, dan apa yang akan Tuhan katakan jika saat ini kita bertemu dengan-Nya. Oleh karena itu, kita perlu belajar untuk terus-menerus mensimulasikan diri kita sendiri. Jika hari ini kita menghadap Tuhan, apakah kita bisa mempertanggungjawabkan seluruh hidup yang sudah kita jalani di hadapan Tuhan? Amin.
12 November 2023
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
12 November 2023
Saudaraku,
Ketika seseorang sungguh-sungguh mengabdikan diri kepada Tuhan dalam durasi hidup yang singkat ini, selera jiwa dan minat batinnya mengalami transformasi. Jika sebelumnya kita memiliki banyak keinginan dan terus mencari kepuasan materi, melalui perjalanan spiritual kita akan mengalami perubahan yang signifikan.
Dulu, saat kita melihat sesuatu, kita menginginkannya; namun, kini, keinginan itu hilang. Proses pencarian dan pengalaman bersama Tuhan membawa kita pada titik di mana kita tidak lagi terikat pada keinginan materi, dan keinginan untuk memiliki semuanya lenyap. Melalui perjuangan untuk menemukan dan merasakan kehadiran Tuhan, selera jiwa kita berubah, dan kita tidak lagi bersedia mengorbankan nilai-nilai spiritual untuk kompromi dengan dosa.
Kita mulai merasa cukup dengan apa yang kita miliki dalam segala keadaan, dan keinginan terhadap hal-hal dunia semakin berkurang. Hidup yang kita jalani menjadi lebih sederhana dan bersahaja, karena selera jiwa kita telah berubah. Oleh karena itu, sebelum kita menutup mata untuk selamanya, selera jiwa kita harus sudah mengalami perubahan. Dari hidup yang lebih dulu cenderung memuaskan keinginan diri sendiri, kita beralih kepada kehidupan yang bermaksud memuaskan dan menyenangkan hati Tuhan.
Sebenarnya, dengan sungguh-sungguh berjuang untuk menjalani hidup sesuai dengan pemahaman dan pelaksanaan kehendak Tuhan, itu sebanding dengan upaya kita untuk memperkaya diri. Karena tidak ada kekayaan atau keagungan apapun yang dapat melebihi Tuhan, seseorang yang dalam perjalanan hidupnya dapat menemukan Tuhan dianggap sebagai individu yang paling kaya di muka bumi ini. Ini adalah berkat yang tidak terbatas yang Tuhan sediakan bagi mereka yang serius dalam hubungan mereka dengan-Nya.
Sebenarnya, inilah yang diinginkan Tuhan ketika kita berhubungan dengan-Nya, yaitu menjadikan Tuhan satu-satunya keinginan dalam hidup ini. Jika kita diibaratkan sebagai mempelai, anak, atau sahabat, hal ini menunjukkan bahwa Tuhan tidak ingin kita berbagi cinta dan kesetiaan kita dengan yang lain. Oleh karena itu, jika kita mencari Tuhan dengan tujuan untuk mendapatkan berkat materi, hal itu bukanlah bentuk penghargaan terhadap Tuhan, bahkan dapat melukai hati Tuhan. Sebab, Tuhan ingin kita menjadi bagian dari keluarga-Nya sebagai mempelai, anak, dan sahabat, tetapi seringkali kita menolaknya dengan memilih yang lain.
Saya ingin mengajak Anda untuk membayangkan, jika saat ini kita diangkat menjadi anggota keluarga kerajaan, maka kita tidak akan lagi meminta apa yang ada di dalam kerajaan, karena kita sudah menjadi bagian darinya. Orang yang tidak dikenal mungkin membuat proposal, dan proposal tersebut dapat diterima atau ditolak. Namun, sebagai mempelai, anak, atau sahabat, kita tidak perlu khawatir tentang kesulitan yang kita alami, karena mempelai, Bapa, dan sahabat kita pasti mengetahui dan membantu kita tepat pada waktunya.
Yang menghibur hati kita di tengah masalah apapun yang kita hadapi adalah keyakinan bahwa semua ini akan berakhir, dan kita akan menikmati buah dari keseriusan kita bersama Tuhan. Apa yang kita jalani juga akan diikuti oleh orang-orang yang kita kasihi. Ini sesuai dengan ajaran Alkitab yang menyatakan bahwa jika satu orang diselamatkan, seluruh rumah tangga juga diselamatkan. Oleh karena itu, pemahaman bahwa satu orang yang diselamatkan tidak hanya berlaku bagi individu yang menjadi Kristen, tetapi juga berdampak pada seluruh keluarga.
Meskipun kita mungkin terpisah karena kematian, perpisahan tersebut hanya bersifat sementara. Suatu saat nanti, kita akan berkumpul kembali dengan orang-orang yang kita kasihi di kekekalan. Ini adalah penghiburan terbesar dalam hidup ini, karena Tuhan tidak hanya menyatukan kita hanya selama waktu singkat di dunia ini. Jika kita menjalani hidup dengan sungguh-sungguh bersama Tuhan, kita akan menikmati keseriusan kita bersama dengan orang-orang yang kita kasihi sampai ke kekekalan.
Saya mengajak Anda untuk berserius dengan Tuhan dalam menjalani sisa hidup ini, mencari Tuhan, dan menemukan-Nya sampai Anda benar-benar memiliki hubungan pribadi dengan Tuhan. Oleh karena itu, mulailah mencari wajah Tuhan setidaknya selama 30 menit setiap hari, isi hidup dengan kebenaran, dan perhatikan setiap peristiwa yang Anda alami karena Tuhan berbicara melalui peristiwa-peristiwa tersebut. Jika Anda sungguh-sungguh serius dengan Tuhan, pasti Tuhan akan memperhatikannya, dan Dia akan memungkinkan diri-Nya untuk ditemui oleh Anda. Amin.
05 November 2023
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
05 November 2023
Saudaraku,
Agar kita hanya mengikuti kehendak Tuhan dalam hidup kita, kita harus benar-benar memahami bahwa kita telah ditebus sepenuhnya oleh-Nya. Kesadaran ini perlu semakin diperkuat dalam kehidupan kita karena waktu terus berlalu. Saat berjalannya waktu, kita diingatkan bahwa kesempatan untuk bersama dengan Tuhan di kekekalan semakin berkurang. Oleh karena itu, kita perlu terus mengingatkan diri sendiri bahwa kehidupan kita di dunia ini adalah upaya untuk mencapai standar yang dikehendaki oleh Tuhan.
Standar yang dikehendaki oleh Tuhan adalah cara Dia menjalani kehidupan ketika Ia turun dalam bentuk manusia, sama seperti kita. Jika kita merasa bahwa kita masih belum mencapai standar kehidupan yang Yesus jalani, maka kita harus bersungguh-sungguh dalam mengejar ketinggalan tersebut. Hal ini menunjukkan keseriusan kita dalam menjalani hidup ini.
Bagi seseorang yang serius dalam menjalani kehidupan yang berkenan kepada Tuhan, perjuangan untuk memenuhi hati-Nya adalah perjuangan yang melebihi segala hal, bahkan melebihi nyawanya sendiri. Inilah yang seharusnya menjadi kebutuhan bagi orang Kristen yang sudah lama berjalan bersama Tuhan Yesus. Oleh karena itu, kebutuhan mereka tidak boleh sama dengan kebutuhan orang Kristen yang baru memulai perjalanan iman.
Ketika awal-awal berjalan bersama Tuhan, kita sering membutuhkan Tuhan untuk melakukan mujizat demi mujizat dalam hidup kita. Namun, seiring berjalannya waktu, terkadang kita merasa seperti mujizat-mujizat tersebut tidak lagi terjadi. Hal ini disebabkan karena Tuhan sedang mendidik kita untuk menjadi orang dewasa dalam iman, karena hanya orang dewasa yang bisa memahami kehendak Tuhan yang lebih dalam.
Oleh karena itu, semakin lama kita berjalan bersama Tuhan, motivasi kita adalah agar diberikan kekuatan oleh Tuhan untuk menyelamatkan karakter kita di tengah-tengah masalah yang kita hadapi. Jika kita berada di tengah-tengah masalah, kita tidak hanya meminta Tuhan untuk menyelesaikan masalah tersebut, tetapi kita meminta Tuhan untuk menyelamatkan karakter kita. Tuhan selalu merespons permohonan ini karena keinginan kita selaras dengan keinginan-Nya. Akibatnya, masalah-masalah yang kita alami akan membentuk hidup kita sesuai dengan kehendak Tuhan, dan ketika masalah-masalah tersebut berangsur-angsur selesai, kita akan lebih menghargai Tuhan.
Namun, jika kita hanya mencari Tuhan agar Dia menyelesaikan masalah-masalah kita, maka hidup kita tidak akan berubah di balik setiap masalah yang kita hadapi. Masalah-masalah tersebut diajarkan kepada kita selama bertahun-tahun bahwa mencari Tuhan hanya untuk memperoleh pertolongan dan jawaban atas masalah yang kita alami adalah tanda bahwa kita belum serius bersama Tuhan. Sebenarnya, mencari Tuhan seharusnya bukan hanya agar Dia memenuhi kebutuhan kita, tetapi juga agar kita dapat memahami dan melaksanakan kehendak-Nya.
Orang-orang Yahudi tidak berhasil menerima Yesus sebagai Juru Selamat karena orientasi berpikir mereka tidak sejalan dengan ajaran yang Yesus ajarkan. Mereka mengharapkan seorang Juru Selamat yang akan membebaskan mereka dari penindasan oleh kekuasaan Romawi, sementara Yesus datang sebagai Juru Selamat dari dosa, dengan Kerajaan-Nya bukan berasal dari dunia ini. Oleh karena itu, tujuan penebusan yang Yesus bawa hanya satu, yaitu bagaimana kita dapat hidup yang berkenan kepada Bapa, dan orang yang serius bersama Tuhan akan memahami hal ini.
Mungkin ada yang bertanya, "Bagaimana dengan semua masalah sehari-hari yang harus kita hadapi?" Selama kita hidup, pasti akan menghadapi masalah, tetapi jika kita serius dengan Tuhan, maka kita harus memiliki prinsip bahwa tidak ada masalah yang lebih besar daripada berjuang untuk hidup yang berkenan di hadapan Tuhan. Jadi, ketika kita mengalami masalah sehari-hari, pertama-tama, kita harus menerima kenyataan tersebut sebagai bagian dari keadaan yang harus kita hadapi. Beberapa masalah yang kita alami mungkin adalah akibat dari kesalahan kita sendiri, dan dalam hal ini, kita harus menerima konsekuensi tersebut sebagai hasil dari tindakan kita.
Kedua, meskipun konsekuensi tersebut mungkin menyakitkan, Tuhan dapat menggunakan mereka sebagai sarana untuk membuat kita lebih dewasa dalam iman. Ketiga, semua masalah pasti akan berakhir pada waktunya ketika kita membiarkan diri kita dibentuk oleh Tuhan, Amin.
29 Oktober 2023
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
29 Oktober 2023
Saudaraku,
Setiap individu memiliki pandangan yang berbeda tentang seriusnya dalam menjalani kehidupan ini. Banyak orang memandang bahwa keseriusan seseorang dalam menjalani hidup ditandai dengan kerja keras untuk mencapai tujuannya. Sebagai contoh, seseorang yang bercita-cita menjadi pengusaha sukses akan berupaya keras untuk mencapai impian tersebut. Demikian pula, seseorang yang ingin menjadi murid atau mahasiswa yang sukses akan belajar dengan tekun untuk meraih nilai sempurna dan sebagainya.
Namun, ketika pikiran kita semakin disentuh oleh kebenaran dan kita mulai menghayati pentingnya hidup bersama Tuhan, kita akan berjuang dengan sungguh-sungguh untuk mencapai kehidupan kekal bersama Tuhan Yesus. Bentuk perjuangan ini melibatkan pembangunan kehidupan sehari-hari yang berjalan bersama Tuhan. Ketika kita menjalani hidup bersama Tuhan, kita dapat melihat teladan dari tokoh-tokoh dalam Alkitab seperti Henokh, Musa, Abraham, Ishak, Yakub, Yusuf, Nuh, Paulus, Timotius, dan lainnya. Meskipun hidup mereka berlangsung pada zaman yang berbeda dengan zaman kita, tetapi Tuhan yang kita sembah adalah Tuhan yang sama. Oleh karena itu, setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk mengalami hidup bersama Tuhan.
Tuhan menyediakan diri-Nya dengan limpah untuk dialami oleh setiap individu sepanjang sejarah. Pertanyaannya adalah apakah kita bersedia memanfaatkan kesempatan yang Tuhan berikan untuk mengalami-Nya dengan berlimpah, atau malah hanya ingin meraih sebagian kecil atau bahkan sama sekali tidak tertarik untuk mengalami-Nya. Sebagai contoh, jika ada 1000 kesempatan yang disediakan, apakah kita hanya ingin meraih 10 dari itu, atau bahkan tidak ingin meraih sama sekali, atau tidak mau menjalani hubungan yang intim bersama Tuhan? Tindakan semacam ini seolah-olah kita menyia-nyiakan kesempatan yang sangat berharga yang Tuhan sediakan.
Sebagai anak-anak Allah, seharusnya kita mengalami Tuhan secara berlimpah. Bagaimana mungkin kita memanggil Allah sebagai Bapa, tetapi tidak mengalami hubungan yang dalam dengan-Nya yang disediakan oleh Roh Kudus?
Jika kita sungguh-sungguh dalam hubungan dengan Tuhan, maka kita tidak lagi terlalu memikirkan apakah kita berhasil menurut standar orang lain atau tidak, karena itu bukanlah tujuan utama kita. Memang, kita perlu meraih prestasi dalam studi, karier, pekerjaan, atau bisnis, karena prestasi tersebut mencerminkan kesungguhan kita dalam mempertanggungjawabkan hidup yang Tuhan berikan kepada kita. Segala prestasi yang kita capai, seharusnya kita persembahkan kepada Tuhan sebagai bentuk pengabdian kita kepada-Nya. Jika seseorang pintar dan berprestasi dalam berbagai bidang, maka dia dapat menjadi sosok berpengaruh dalam masyarakat, dan pengaruh tersebut bisa digunakan untuk mengenalkan dan memperkenalkan Tuhan kepada banyak orang serta memberikan berkat kepada sesama.
Namun, memiliki hubungan pribadi yang dalam dengan Tuhan bukanlah hal yang mudah, karena Tuhan seringkali sepertinya tidak terasa ada, dan inilah yang membuat banyak orang tidak mampu menghargai kehadiran Tuhan dalam setiap aspek kehidupan mereka. Saat seseorang berbuat dosa, semuanya terasa baik-baik saja, dan bahkan ketika seseorang berusaha menjalani hidup yang benar, Tuhan tidak selalu memberikan pujian atau penghargaan secara langsung. Keadaan seperti ini bisa membuat seseorang menjadi ceroboh dalam menjalani hidupnya. Karena itulah, banyak orang terjebak dalam kenikmatan duniawi yang tak pernah berhenti, tanpa mempersiapkan diri untuk menghadapi kehidupan kekal.
Seharusnya, 70 tahun umur kita di bumi hanya digunakan untuk mempersiapkan diri sebaik mungkin untuk menghadapi hidup kekal. Karena 70 tahun kehidupan kita di dunia, yang mungkin terasa singkat, tidak sebanding dengan kesempatan untuk menikmati hidup kekal bersama Tuhan Yesus. Menyadari kenyataan ini, seperti yang diungkapkan oleh Paulus dalam 2 Korintus 4:17, "Sebab penderitaan ringan yang sekarang ini, mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya, jauh lebih besar daripada penderitaan kami." Jika kita tidak sungguh-sungguh dalam hubungan dengan Tuhan selama 70 tahun di dunia ini, bagaimana mungkin kita akan sungguh-sungguh dalam hubungan dengan Tuhan di kehidupan kekal, Amin.
22 Oktober 2023
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
22 Oktober 2023
Saudaraku,
Saudara-saudara, kita perlu menyadari bahwa berkat yang dijanjikan Tuhan dalam Perjanjian Lama adalah berkat lahiriah, sementara dalam Perjanjian Baru, berkat sejati adalah mengikuti teladan dan ajaran Tuhan Yesus. Hal ini bukan berarti kita tidak dapat menjadi murid yang baik bagi Tuhan Yesus. Namun, untuk mencapai hal ini, kita harus dengan tekun mengikuti jejak hidup dan ajaran-Nya yang telah menebus kita, sehingga kita dapat semakin menyerupai Tuhan Yesus.
Dalam perjalanan kita untuk mengikuti jejak hidup Tuhan Yesus, kita pasti akan mengalami penderitaan. Hal ini karena kita tidak lagi hidup sesuai dengan keinginan pribadi kita, melainkan kita harus tunduk pada kehendak Tuhan. Namun, sebagai anak-anak Allah, kita juga adalah ahli waris yang berhak menerima janji-janji Allah bersama dengan Kristus.
Namun, kita perlu memahami bahwa janji-janji ini bersifat bersyarat. Artinya, kita akan menerima janji bersama Kristus "jika" kita bersedia menderita bersama dengan-Nya. Jika kita tidak bersedia mengalami penderitaan bersama Kristus, maka kita tidak akan dapat mengalami pemuliaan bersama-Nya. Dengan demikian, mari kita selalu siap untuk mengikuti jejak hidup Tuhan Yesus dengan penuh kesetiaan, karena itulah jalan menuju pemuliaan bersama-Nya.
Pertanyaan yang muncul adalah, jenis penderitaan seperti apa yang mungkin kita alami di dunia ini? Ketika kita berupaya menyesuaikan keinginan kita dengan keinginan Tuhan, kita akan menghadapi penderitaan. Oleh karena itu, setiap individu yang berusaha menyesuaikan keinginannya dengan keinginan Tuhan pasti akan mengalami penderitaan. Dari sini kita memahami bahwa kebenaran memiliki sifat fleksibel dan dinamis, yaitu kebenaran tersebut dapat diterapkan oleh siapa saja, di mana saja, dan sepanjang masa.
Ketika kita berjalan bersama Tuhan, itu tidak selalu berarti kita akan menerima berkat dalam bentuk kelimpahan materi. Oleh karena itu, tidak semua pengikut Tuhan Yesus akan merasakan berkat dalam bentuk kelimpahan materi, dan inilah sebabnya mengapa seseorang yang tampaknya tidak diberkati seringkali dihakimi dan dipertanyakan keseriusannya dalam berjalan bersama Tuhan. Penderitaan adalah bagian yang pasti dan diperlukan dalam perjalanan iman bagi semua orang percaya yang berusaha meneladani Tuhan Yesus. Ini adalah contoh nyata bahwa kebenaran bersifat fleksibel dan dinamis.
Banyak orang datang ke gereja dengan harapan untuk menghindari penderitaan yang dihadapi oleh masalah-masalah duniawi. Inilah yang menjadi perhatian saya, bahwa dalam agama Kristen saat ini, kita mungkin telah menjauh dari inti kebenaran. Ayat-ayat seperti itu hampir tidak terdengar lagi, karena perbincangan yang lebih dominan adalah tentang diberkati dengan kelimpahan materi, mengalami kemajuan di segala aspek kehidupan, atau doa-doanya Yabes, dan sebagainya. Oleh karena itu, perlu kita sadari bahwa perbandingan antara kebenaran palsu dan kebenaran yang murni sangat jelas, dan inilah saat yang tepat bagi kita untuk membuat pilihan.
Paulus memilih untuk menderita bersama Kristus daripada menikmati kenikmatan duniawi sementara terpisah dari Kristus. Oleh karena itu, dalam Roma 8:18, ia dengan yakin menyatakan, "Saya yakin bahwa penderitaan masa kini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita." Ini adalah logika yang benar, yang mungkin selama ini tidak masuk akal bagi kita karena kita telah menerima pengaruh yang salah. Namun, sekarang kita memiliki kesempatan untuk bertobat dan kembali ke jalan yang benar.
Ayat 19 menyatakan bahwa anak-anak Allah adalah yang akan mendapatkan kemuliaan ini. Mereka bukanlah binatang, tetapi semua orang yang telah hidup dan meninggal, yang sekarang menantikan kita untuk menerima kebangkitan dan kemuliaan bersama-sama. Dalam Ibrani 11:39-40, dinyatakan bahwa semua tokoh Alkitab ini tidak menerima apa yang dijanjikan, namun mereka memiliki iman yang luar biasa. Abraham sendiri menantikan kota yang dirancang dan dibangun oleh Allah, meskipun dia tidak melihatnya selama hidupnya di dunia ini. Ayat 40 menggarisbawahi bahwa dalam perjalanan hidup mereka, mereka yakin akan Allah, setia kepada-Nya, dan percaya bahwa ada kehidupan yang lebih baik di dunia yang akan datang, meskipun mereka tidak pernah melihatnya selama hidup di bumi.
Ketika dikatakan "tanpa kita mereka tidak dapat mencapai kesempurnaan," ini mengacu pada kita yang menjadi bagian dari kesempurnaan tersebut. Kerajaan Tuhan Yesus ada dan pasti ada, jangan ragu, dan Raja-Nya juga hadir, yaitu Tuhan Yesus Kristus. Yang kurang hanyalah pejabat-pejabat dan rekan-rekan kita yang akan dimuliakan bersama dengan-Nya, oleh karena itu dikatakan bahwa tanpa kita, mereka tidak akan mencapai kesempurnaan. Kita ditunggu, itulah mengapa semua makhluk menantikan kita.
Jika kita hanya mengejar kesenangan duniawi, kita tidak akan pernah bisa menjadi umat pilihan yang akan mewarisi kemuliaan bersama Tuhan Yesus. Tuhan telah memanggil kita untuk menjadi orang istimewa. Dalam Roma 8:17, kita disebut sebagai ahli waris yang akan menerima kemuliaan bersama dengan Kristus. Oleh karena itu, jangan meremehkan hak istimewa ini, karena kita adalah ahli waris dari Kerajaan Bapa Sorga. Selama ini, logika kita mungkin hanya terpaku pada logika dunia, namun sekarang saatnya untuk berubah dan memiliki pemahaman yang lebih rohani. Amin.
15 Oktober 2023
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
15 Oktober 2023
Saudaraku,
Kehadiran gereja Tuhan tidak seharusnya mencoba untuk memulihkan pola kehidupan jemaat Perjanjian Lama, seperti yang terlihat dalam doa Yabes, perluasan ke kanan dan ke kiri, serta berkat kepada bangsa-bangsa, karena semua janji tersebut ditujukan khusus bagi orang Yahudi yang hidup dalam Perjanjian Lama. Di sisi lain, janji-janji untuk umat Perjanjian Baru adalah tentang kemuliaan bersama Tuhan Yesus di langit baru dan bumi baru. Masalahnya, banyak gereja Tuhan pada umumnya masih mengajarkan janji-janji ini karena kurangnya pemahaman akan kebenaran sejati. Namun, bagi mereka yang telah menerima pemahaman ini, sangat penting untuk berbagi pesan ini dengan siapa pun yang kita temui tanpa menghakimi, karena pada suatu waktu, kita pun pernah tidak mengetahui kebenaran ini. Ketika kita memasuki Perjanjian Baru, logika yang harus kita anut adalah logika yang diajarkan oleh Tuhan Yesus. Seperti yang dikatakan oleh Paulus dalam Filipi 2:5, kita harus memiliki pikiran dan perasaan yang sama dengan Kristus Yesus. Tuhan Yesus mendesak kita untuk mengumpulkan harta di surga, bukan di bumi, dan Paulus menegaskan bahwa kita harus memikirkan hal-hal yang bersifat surgawi, bukan duniawi. Akhir dari perubahan logika ini adalah agar kita dapat bersama-sama dimuliakan bersama Tuhan Yesus. Dengan memiliki tujuan akhir ini, kita tidak akan tergoda oleh kenikmatan-kenikmatan yang ditawarkan oleh dunia, yang sejatinya hanya akan menjauhkan kita dari tujuan akhir kita, yaitu bersama Tuhan Yesus.
Dalam 2 Korintus 4:18, Rasul Paulus mengajarkan prinsip penting: kita seharusnya tidak hanya fokus pada apa yang dapat dilihat, tetapi juga pada hal-hal yang tidak terlihat. Ini karena apa yang terlihat hanyalah sementara, sedangkan yang tidak terlihat adalah kekal. Jika seseorang telah lama hidup dalam realitas duniawi, mereka mungkin kesulitan memahami dan menerima prinsip ini karena mereka tidak memiliki dasar untuk berpikir secara berbeda. Ini seperti seorang murid sekolah dasar yang mencoba menyelesaikan soal-soal tingkat sekolah menengah atas; mereka tidak memiliki landasan untuk memahaminya.
Ketika seseorang telah terikat dalam kehidupan duniawi selama waktu yang lama, mereka mungkin tidak mampu merasakan atau menghayati kebenaran seperti yang diajarkan dalam ayat ini. Karena alasan ini, tidak mengherankan jika Alkitab mencatat bahwa ada banyak orang yang mencari guru-guru palsu yang hanya akan mengatakan apa yang mereka ingin dengar.
Namun, perhatikan ayat 17 dalam konteks ini, di mana Paulus mengungkapkan bahwa penderitaan yang dia hadapi, meskipun tidak dapat disebut ringan, sebenarnya adalah "ringan" jika dibandingkan dengan kemuliaan kekal yang akan datang. Dalam perspektif rohani, penderitaan tidak lagi dianggap sebagai penderitaan yang besar, karena Paulus melihatnya dalam cahaya kemuliaan abadi yang akan dia nikmati.
Ini menggambarkan betapa pentingnya memiliki perspektif rohani yang kokoh. Ketika kita sungguh-sungguh menghayati kebesaran Tuhan, kita tidak lagi terjebak dalam perdebatan tentang apakah hari ini adalah hari yang baik atau buruk. Yang terpenting adalah bagaimana kita menjalani hari ini sesuai dengan kehendak Bapa dan menyelesaikan tugas yang telah Dia berikan kepada kita.
Paulus sendiri menyatakan, 'Saya berjalan dari kota ke kota, penjara dan penderitaan selalu menantikan saya.' Pernyataan ini dapat diterjemahkan sebagai, 'Saya tidak lagi memikirkan apakah hari ini baik atau buruk; yang saya inginkan hanyalah menjalani kehendak Bapa dari waktu ke waktu dan menyelesaikan pekerjaan-Nya.
Karena itu, orang yang memiliki pemahaman tentang kebenaran yang telah diperbaharui akan semakin sadar bahwa dalam perjalanan hidupnya, ia harus berjuang untuk melaksanakan kehendak Bapa dan menyelesaikan tugas-tugas yang telah Dia anugerahkan. Sebab harapannya sudah diarahkan ke arah memiliki kehidupan yang lebih baik di dunia ini. Harapan ini seharusnya menjadi pendorong utama yang memotivasi kita untuk menghadapi setiap hari dengan semangat.
Semangat inilah yang membawa seseorang menuju kelegaan atau ketenangan yang sejati, seperti yang diajarkan oleh Tuhan Yesus dalam Matius 11:28-29. Ketika kita mampu melepaskan diri dari dorongan berlebihan akan keinginan dan kenikmatan duniawi, kita akan menemukan ketenangan yang sejati. Oleh karena itu, kita harus memiliki tekad yang semakin kuat untuk menjalani sisa hidup ini dengan tekun dan taat, serta untuk mempersiapkan diri memasuki kehidupan yang abadi bersama Tuhan Yesus di dunia yang akan datang.
Banyak orang merasa letih dan terbebani karena mereka terus-menerus mengejar hal-hal yang tidak pasti. Penting untuk diingat bahwa jika kita terus mengejar hal-hal yang tidak pasti, kita mungkin mengabaikan hal-hal yang benar-benar penting, sebagaimana Alkitab mengajarkan bahwa hanya mereka yang melakukan kehendak Allah yang akan memperoleh kehidupan yang kekal. Dunia ini akan berlalu, tetapi prinsip-prinsip seperti ini akan selalu relevan.
Tidak semua orang mudah menerima kebenaran bahwa mengikuti Tuhan berarti mengarahkan hidup kita pada kehidupan yang sudah Tuhan sediakan. Kekristenan mungkin telah mengalami pergeseran yang signifikan, sehingga terkadang kita lebih berfokus pada kehidupan di dunia ini, seolah-olah ini adalah satu-satunya kesempatan kita dalam menjalani hidup. Oleh karena itu, ketika kita menghadapi kenyataan bahwa kehidupan sejati terletak pada hubungan kita dengan Tuhan dan persiapan kita untuk kehidupan yang akan datang, itu mungkin akan terasa berat. Semoga kita semua dapat mengambil kebijakan ini menjadi dasar pengharapan baru yang sebelumnya mungkin belum pernah kita rasakan. Amin
08 Oktober 2023
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
08 Oktober 2023
Saudaraku,
Untuk dapat mengalami perubahan dalam selera jiwa, kita harus menjalani proses perubahan dalam pola pikir, yaitu perubahan dari pola pikir yang berlandaskan pada dunia materi ke pola pikir yang berlandaskan pada spiritual. Semakin sedikit pengaruh filosofi dunia dan godaan duniawi yang memengaruhi pikiran kita, semakin besar kemungkinan kita untuk mengalami perubahan dalam selera jiwa. Sebaliknya, jika pikiran kita terus-menerus dipengaruhi oleh pandangan dunia dan kita terlalu menerima godaan dunia, maka akan semakin sulit bagi kita untuk mengalami perubahan dalam selera jiwa, bahkan bisa menjadi tidak mungkin untuk mengubahnya.
Oleh karena itu, sebagai individu yang beriman, kita perlu menjalani proses perubahan dalam pola pikir kita, yaitu perubahan dari pola pikir yang berbasis pada hal-hal duniawi menuju pola pikir yang berbasis pada nilai-nilai spiritual dan kekudusan Tuhan. Dalam konteks ini, logika mengacu pada pola pikir atau landasan berpikir. Ketika kita berbicara tentang logika rohani, ini mengimplikasikan landasan berpikir yang bersifat abadi, yang didasarkan pada nilai-nilai ilahi dan kesucian Tuhan. Seiring pertumbuhan spiritual kita, kita akan semakin sensitif terhadap perasaan Tuhan dan akan lebih sedikit memperhatikan hal-hal yang hanya bersifat sementara dalam dunia ini (2 Korintus 4:16-18).
Dengan kata lain, semakin kita berkembang dalam logika rohani, semakin kita akan memiliki ketajaman dalam mendeteksi kehadiran Tuhan dalam hidup kita, sementara kita tidak akan terlalu terpengaruh oleh godaan dunia yang sementara dan bersifat fana.
Ketika kita secara rutin membangun landasan berpikir yang bersifat rohani, setiap kali kita melakukan kesalahan dan memohon ampun, yang muncul dalam batin kita bukan hanya keinginan untuk mendapatkan pengampunan, tetapi juga dorongan kuat untuk benar-benar berubah dan tidak mengulangi kesalahan yang sama. Dalam masa lalu, ketika kita memohon kepada Tuhan untuk mengampuni dosa-dosa kita, fokus kita mungkin hanya pada upaya agar Tuhan menghapus dosa-dosa itu dari hidup kita. Namun, seiring dengan pertumbuhan kita dalam landasan berpikir yang bersifat rohani, ketika kita memohon ampun kepada Tuhan, yang terutama mengguncang hati dan pikiran kita adalah pertanyaan mengenai mengapa kita melakukan kesalahan tersebut lagi.
Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami kebenaran ini dan menerima dengan sungguh-sungguh dalam hati kita. Mari kita perhatikan, ketika kita memohon ampun, dosa-dosa kita pasti akan diampuni oleh Tuhan, sebesar apa pun dosa itu. Namun, ketika kita semakin berkembang dalam landasan berpikir yang bersifat rohani, yang menjadi perhatian utama kita adalah mengapa kita melakukan kesalahan tersebut (mengapa masih sombong, tidak tulus, munafik, atau menginginkan hal yang salah). Inilah yang memicu pergolakan dalam jiwa kita. Proses pergolakan ini mengindikasikan bahwa landasan berpikir yang bersifat rohani sedang tumbuh dalam diri kita, dan perasaan kita berbeda dibandingkan ketika kita belum mengalami perubahan ini.
Ayat 2 Korintus 4:18 mengatakan, "Sekarang kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal." Kata "memperhatikan" dalam bahasa aslinya, skopeo, berarti memikirkan dengan sangat serius. Jadi, ketika dikatakan bahwa kami tidak memperhatikan yang kelihatan, hal ini mengindikasikan bahwa kami tidak memikirkan dengan sangat serius hal-hal yang terlihat di dunia ini.
Mengapa Paulus mengatakan bahwa ia tidak memikirkan dengan sangat serius yang terlihat? Hal ini terkait dengan fokusnya pada hal-hal rohani dan kekekalan. Jika kita terus-menerus memikirkan dan mengutamakan hal-hal materi dan duniawi yang terlihat, kita dapat terjebak dalam cinta terhadap kekayaan dan hal-hal duniawi. Dalam Alkitab, dinyatakan bahwa akar dari segala kejahatan adalah cinta uang, yang berarti ketika kita terlalu memikirkan dan mengutamakan hal-hal materi, kita dapat tersesat dari jalan yang benar.
Anda mungkin bertanya, apa hubungannya dengan janji-janji materi yang terdapat dalam Perjanjian Lama? Sebagai catatan, janji-janji tersebut adalah janji khusus kepada bangsa Israel pada waktu tertentu dalam sejarah mereka. Mereka belum memiliki contoh yang jelas tentang bagaimana menjalani hidup sesuai dengan kehendak Tuhan atau bagaimana hidup dalam persiapan untuk dunia yang akan datang, seperti yang diajarkan oleh Yesus dalam Yohanes 14:1.
Namun, ketika Paulus berbicara tentang fokus yang terlalu kuat pada hal-hal materi, ia berbicara tentang bahaya terperangkap dalam kekayaan duniawi dan kehilangan fokus pada kehidupan yang penuh dengan nilai-nilai rohani dan kekekalan. Oleh karena itu, sangat penting untuk memiliki landasan berpikir yang bersifat rohani, sehingga kita tidak terlalu terikat pada hal-hal dunia ini dan dapat lebih fokus pada hal-hal yang kekal dan bermakna dalam hubungan kita dengan Tuhan.
Sejak kedatangan Tuhan Yesus ke dunia, Dia mengajar kita bagaimana menjalani kehidupan dalam ketaatan kepada Bapa dan memberikan janji bahwa kita dapat bersama-Nya dalam kekekalan. Menjalani hidup dalam ketaatan terhadap kehendak Bapa tidak lagi diwakili oleh hukum-hukum seperti dalam Dekalog, tetapi kini diwakili oleh relasi kita dengan Dia sendiri. Oleh karena itu, jika kita ingin hidup dalam ketaatan, kita harus berjuang untuk menghidupkan kehidupan Tuhan Yesus dalam diri kita, sementara juga mengikuti janji-Nya untuk bersama-sama dengan Dia dalam kekekalan. Ini memerlukan melepaskan diri dari ikatan dengan dunia ini.
Sebagai umat Perjanjian Baru, kita harus menjalani hidup sebagaimana Tuhan Yesus menjalaninya. Hidup yang Yesus jalani tidak memiliki unsur-unsur dunia seperti yang dialami oleh umat Perjanjian Lama. Bahkan, Tuhan Yesus tidak pernah menjanjikan bahwa mengikuti-Nya akan membuat kita semakin makmur dan nyaman. Sebaliknya, Dia mengatakan kepada mereka yang ingin mengikuti-Nya bahwa "serigala memiliki liang, burung memiliki sarang, tetapi Anak Manusia tidak memiliki tempat untuk meletakkan kepala-Nya." Artinya, sebagai pengikut-Nya, kita harus siap untuk menghadapi ketidaknyamanan dan ketidakpastian.
Jadi, sebagai umat Perjanjian Baru, kita dihadapkan pada panggilan untuk hidup dalam ketaatan kepada Tuhan dan bersama-Nya dalam kekekalan, sambil melepaskan ikatan dengan dunia yang sementara ini. Ini adalah panggilan yang mengharuskan kita untuk menjalani kehidupan yang sesuai dengan teladan dan ajaran Tuhan Yesus, tanpa mengharapkan kenyamanan duniawi, tetapi dengan keyakinan akan janji-Nya untuk hadir bersama kita dalam kekekalan. Amin.
01 Oktober 2023
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
01 Oktober 2023
Saudaraku,
Kita harus benar-benar memahami dan menyadari bahwa menjadi seorang Kristen yang sejati tidaklah mudah. Untuk menjadi seorang Kristen yang sejati, kita harus mengalami perubahan dalam pola pikir kita yang dilakukan oleh Roh Kudus melalui penggunaan Firman Tuhan. Tanpa mengalami perubahan dalam pola pikir, kita tidak akan dapat memahami apa yang Tuhan inginkan agar kita lakukan. Proses perubahan pola pikir ini dikenal sebagai transformasi.
Beberapa tahun yang lalu, banyak orang Kristen berbicara tentang transformasi, yang pada umumnya mereka maksudkan sebagai perubahan dalam keadaan dunia yang lebih baik dalam hal politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Namun, kenyataannya adalah bahwa hingga saat ini, kita tidak melihat perubahan signifikan dalam keadaan tersebut.
Pemahaman dan keyakinan terkait transformasi sebenarnya tidaklah mengacu pada transformasi sejati seperti yang dijelaskan dalam Roma 12:2. Apa yang Tuhan inginkan adalah adanya proses perubahan dalam pola pikir kita yang kemudian menghasilkan perubahan dalam gaya hidup kita, sehingga setiap orang percaya memiliki kualitas hidup yang lebih indah di mata Tuhan.
Proses perubahan batiniah manusia inilah yang disebut sebagai proses transformasi, dan proses ini harus terjadi secara berkelanjutan hingga kita menghembuskan nafas terakhir kita. Transformasi tidak boleh dimaknai sebagai perubahan semata dalam aspek moral, mental, politik, ekonomi, sosial, atau budaya, karena perubahan-perubahan tersebut tidak memiliki hubungan yang kuat dengan transformasi batiniah yang dialami oleh orang percaya.
Dalam 2 Korintus 4:16, Paulus menulis, "Karena itu, kami tidak patah semangat. Walaupun tubuh kami merosot, tetapi batin kami segar setiap hari." Ayat ini menciptakan sebuah kontras yang menarik, di mana tubuh fisik manusia cenderung melemah seiring berjalannya waktu, sementara kekuatan batiniahnya diperbaharui setiap hari.
Dengan berjalannya waktu, tubuh fisik kita memang akan mengalami penurunan secara bertahap, dan proses ini adalah bagian alami dari kehidupan manusia. Namun, hal yang sama berlaku untuk pembaharuan atau pemulihan kekuatan batiniah kita. Ini juga memerlukan sebuah proses bertahap. Proses perubahan ini sangat bergantung pada kerja keras dan tanggapan individu terhadap ajaran dan pembentukan Tuhan.
Oleh karena itu, penting untuk diingat bahwa proses transformasi bukanlah jalan yang mudah yang dapat terjadi tanpa usaha dan dedikasi yang kuat. Di sinilah kita menyadari betapa berharganya setiap waktu yang kita jalani dalam perjalanan keimanan kita. Sayangnya, banyak orang Kristen lebih suka sibuk dengan berbagai hal lain dan terus menunda untuk memperkuat kehidupan rohani mereka. Ketika seseorang cenderung sibuk dengan urusan dunia dan terus-menerus menunda pertumbuhan iman mereka, mereka sebenarnya menukar keutamaan yang lebih besar dengan hal-hal yang bersifat sementara.
Anda mungkin memiliki pertanyaan, "Tapi apakah Esau sengaja menjual hak kesulungan, sedangkan kita sebagai orang percaya dalam zaman Perjanjian Baru tidak menjual apapun seperti yang dilakukan Esau?" Sebagai orang percaya yang hidup dalam zaman Perjanjian Baru, kita memang menerima hak karunia rohani yang sangat berharga, yang dapat kita lihat sebagai analogi dengan hak kesulungan yang Esau jual. Ini adalah sebuah anugerah luar biasa, yaitu kesempatan untuk dimuliakan bersama Tuhan Yesus.
Untuk bisa merasakan kemuliaan bersama Tuhan Yesus, kita harus menjalani hidup kita dengan tekun membangun hubungan rohani yang lebih dalam dengan Tuhan. Dalam setiap tindakan dan aktivitas kita, kita seharusnya melakukannya dengan maksud agar Allah dipermuliakan melalui apa yang kita lakukan. Jika kita teralihkan oleh hal-hal lain yang lebih menarik perhatian kita daripada memuliakan Tuhan, maka itu bisa dianggap sebagai "mengorbankan hak kesulungan" kita.
Proses ini bukanlah sesuatu yang terjadi dalam satu hari, tetapi merupakan perjalanan yang terjadi dari hari ke hari, minggu ke minggu, bulan ke bulan. Jika seseorang terus menerus mengalihkan perhatian mereka dari kehidupan rohani, maka seiring berjalannya waktu, mereka mungkin akan kehilangan kesempatan untuk merasakan berkat rohani yang hanya dapat ditemukan dalam persekutuan dengan Tuhan.
Kehilangan kesempatan ini bukan hanya karena keterbatasan waktu, tetapi juga karena kemampuan seseorang untuk menerima dan menghayati ajaran Injil yang Tuhan ajarkan. Semakin kita bertambah usia, semakin sulit bagi kita untuk menerima dan merasakan kebenaran rohani karena pemikiran kita terkadang telah tercemar oleh pemikiran dunia, dan nafsu duniawi yang telah terakumulasi selama bertahun-tahun. Untuk itu, kita perlu mengerahkan usaha ekstra untuk merubah pola pikir dan hati kita, agar kita tetap setia pada perjalanan rohani kita. Amin.
24 September 2023
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
24 September 2023
Saudaraku,
Kekristenan adalah perjalanan tanpa akhir menuju transformasi agar kita semakin menyerupai Tuhan Yesus, bahkan hingga akhir hayat kita. Untuk mencapai tujuan ini, kita harus sungguh-sungguh mencari dan menjalani kebenaran yang Dia ajarkan, karena hanya dengan memahami dan menerapkan kebenaran tersebut, hidup kita akan mengalami perubahan yang semakin mendalam. Jika seseorang telah berjalan dalam kekristenan untuk waktu yang lama tetapi tidak mengalami transformasi yang semakin mirip dengan Tuhan Yesus, kemungkinan besar mereka belum sepenuhnya memahami kebenaran-Nya. Penting untuk dicatat bahwa tidak semua ajaran yang dianggap sebagai Firman Tuhan adalah benar-benar mencerminkan kebenaran seperti yang diajarkan oleh Tuhan Yesus. Seringkali, ajaran tersebut bercampur dengan nilai-nilai dan godaan dunia.
Alasan lain mungkin adalah bahwa jika kita belum mengalami perubahan yang sesuai dengan karakter Kristus, mungkin hati kita masih terikat pada kenikmatan-kenikmatan duniawi. Kebenaran sejati harus membawa perubahan dalam perkataan dan perbuatan kita, dan perubahan ini seharusnya terasa oleh mereka yang berinteraksi dengan kita. Sejatinya, tujuan utama kita dalam menjadi seorang Kristen adalah untuk terus berkembang dan berubah sehingga karakter kita semakin mencerminkan sifat yang agung seperti milik Tuhan Yesus. Oleh karena itu, ketika kita meniru kehidupan yang telah dicontohkan oleh Tuhan Yesus, kita akan mengalami peningkatan kualitas hidup kita. Ketika Tuhan Yesus mengatakan, "Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup dan mempunyainya dalam segala kelimpahan" (Yohanes 10:10), Dia tidak hanya berbicara tentang kelimpahan materi, tetapi juga tentang kelimpahan kehidupan yang sejati yang hanya dapat ditemukan dalam relasi yang mendalam dengan-Nya.
Dalam konteks ini, menjadi seorang Kristen adalah tentang menerima kehidupan yang sejati dari Tuhan dan mengikutinya dengan teladan sehingga kita dapat menjadi contoh yang baik bagi orang lain dan berbagi kehidupan yang sejati kepada mereka juga. Dengan demikian, kita dapat mengalami peningkatan kualitas hidup yang sejati yang hanya ditemukan dalam Kristus Yesus.
Jika tidak mengalami perubahan menuju karakter yang semakin agung, sebenarnya kita belum sepenuhnya memenuhi kriteria sebagai seorang Kristen. Oleh karena itu, dalam kekristenan yang kita anut, perubahan menuju karakter yang agung harus menjadi fokus utama kita. Ini berarti bahwa kita harus terus menerus mengalami transformasi, yang mencakup perubahan dalam pola pikir kita. Dalam bahasa Ibrani, konsep ini disebut "shuub," yang berarti berbalik, dan dalam bahasa Yunani, dikenal sebagai "metanoia," yang berarti perubahan cara berpikir hingga melampaui pemikiran umum.
Proses transformasi adalah perubahan yang berlangsung secara terus menerus dan tidak tergantung pada satu momen tertentu, melainkan merupakan perjalanan yang berlangsung setiap hari. Mengapa penting bagi orang percaya untuk terus menerus mengalami pembaharuan pikiran? Karena apa yang mendominasi pikiran kita akan mengendalikan seluruh kehidupan kita. Oleh karena itu, kita harus terus menerus mengisi pikiran kita dengan kebenaran-kebenaran. Ketika pikiran kita dipenuhi oleh kebenaran, hidup kita akan dipandu oleh prinsip-prinsip kebenaran tersebut.
Kebenaran demi kebenaran yang kita terima akan membantu membangun sebuah "sirkuit" atau "puzzle" dalam pikiran kita. Saat sirkuit atau puzzle ini semakin menyatu, kita akan memiliki pandangan yang benar dalam menjalani kehidupan ini. Ketika kita memiliki pandangan yang benar, hidup kita akan semakin sesuai dengan kebenaran yang mengisi pikiran kita, dan perubahan menuju karakter yang semakin agung akan semakin terwujud.
Kita harus memahami bahwa pikiran kita memiliki potensi untuk menjadi tempat di mana iblis dapat mempengaruhi dan mencoba untuk menjalankan niat jahatnya. Namun, pada saat yang sama, pikiran kita juga dapat menjadi landasan bagi Roh Kudus untuk bekerja dalam hidup kita, membantu kita tumbuh dan memiliki karakter yang sesuai dengan kehendak Tuhan. Sebagai contoh, ketika Tuhan Yesus mengungkapkan kepada murid-murid-Nya bahwa Dia harus menderita dan mati di Yerusalem, Petrus mencoba untuk menghalangi rencana tersebut. Namun, Tuhan Yesus menegaskan, "Enyahlah engkau, Iblis," yang menunjukkan bahwa pemikiran yang ingin menghalangi rencana Tuhan mungkin datang dari pengaruh iblis. Apa yang mendorong iblis untuk menguasai pikiran Petrus? Ini disebabkan oleh motivasi yang salah dalam mengikuti Tuhan Yesus, di mana Petrus ingin mendapatkan posisi yang tinggi di samping Tuhan Yesus ketika Yesus menjadi raja dunia.
Ketika Petrus mendengar bahwa Tuhan Yesus akan menderita dan disalibkan di Yerusalem, dia berusaha menghalangi rencana tersebut. Namun, rencana Allah adalah agar Yesus disalibkan karena tanpa salib tidak akan ada kebangkitan dan kemenangan. Demikian pula, jika kita terus-menerus mengisi pikiran kita dengan kebenaran, pikiran kita akan menjadi landasan bagi Roh Kudus untuk bekerja dalam hidup kita, sehingga kita akan dipandu untuk tumbuh dan memiliki karakter yang sesuai dengan kehendak Tuhan. Hanya orang yang terus tumbuh dan memiliki karakter seperti Tuhan Yesus yang dapat menggenapi rencana Allah dalam hidupnya.
Sama seperti Yesus harus naik ke Golgota dan disalibkan untuk menggenapi rencana Allah dan kemudian dibangkitkan, demikian pula kita harus menggenapi rencana Allah dalam hidup pribadi kita. Oleh karena itu, kita harus mengalami pembaharuan pikiran agar pikiran kita dapat menjadi landasan bagi Roh Kudus yang akan mengubah hidup kita sesuai dengan kehendak Tuhan.
Efesus 4:27 mengingatkan kita untuk tidak memberikan kesempatan bagi iblis. "Tidak memberikan kesempatan" dalam konteks ini berarti kita tidak boleh memberikan tempat bagi iblis untuk berpijak. Bagaimana kita dapat mencegah iblis agar tidak mendapatkan tempat di dalam hidup kita? Satu-satunya cara adalah dengan memenuhi pikiran kita dengan kebenaran. Inilah sebabnya mengapa sangat penting untuk terus-menerus mengisi pikiran kita dengan kebenaran. Oleh karena itu, kita tidak boleh meremehkan setiap kesempatan untuk belajar, bahkan jika itu melalui live streaming atau pertemuan lainnya.
Setiap pertemuan atau pengajaran memberikan kesempatan bagi kita untuk memperoleh kebenaran yang dapat kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Semakin kita mengisi pikiran kita dengan kebenaran, semakin kita memiliki hati nurani yang bersih. Dan ketika kita memiliki hati nurani yang bersih, kita dapat dengan jelas melihat apakah kita telah mengalami perubahan menjadi pribadi yang lebih mencerminkan diri kita sebagai anak Allah atau tidak. Semoga hal ini menjadi suatu kebenaran yang kita terapkan dalam hidup kita. Amin.
17 September 2023
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
17 September 2023
Saudaraku,
Kita perlu memahami bahwa tidak ada kejadian yang terjadi secara kebetulan. Setiap peristiwa memiliki maksud dari Tuhan di baliknya, dan tujuan Tuhan dalam setiap peristiwa yang kita alami adalah untuk mengubah hidup kita agar kita dapat menjadi lebih mirip dengan-Nya. Agar transformasi ini terjadi, kita harus mengalami perubahan dalam cara berpikir kita, karena perubahan cara berpikir akan mengubah gaya hidup kita.
Cara berpikir kita harus terus diperbaharui dengan kebenaran. Ini akan membawa perubahan dalam gaya hidup kita sesuai dengan kebenaran yang mengubah cara berpikir kita. Namun, proses ini memerlukan waktu dan usaha yang panjang. Roh Kudus akan membimbing kita ke dalam kebenaran, tetapi kita juga harus merespons tuntunan Tuhan agar kita dapat diubah oleh Roh Kudus.
Transformasi dalam kehidupan orang percaya adalah perubahan pola pikir yang terus menerus terjadi hingga menghasilkan perubahan dalam gaya hidup. Perubahan pola pikir ini tidak terjadi secara otomatis atau secara mistis, tetapi melalui proses di mana Firman Tuhan (Logos) berubah menjadi suatu pengalaman hidup (Rhema). Ketika kita mendengar Firman Tuhan, seperti perintah untuk mengasihi musuh, kita harus mencari peluang dalam kehidupan kita untuk mengaplikasikannya. Hanya melalui aplikasi praktis dalam kehidupan sehari-hari, Logos akan menjadi Rhema.
Transformasi terjadi ketika seseorang mendengar Firman Tuhan dan mengaplikasikannya dalam kenyataan sehari-hari. Ini adalah bentuk transformasi sejati, bukan hanya perubahan dalam keadaan material dari kemiskinan menjadi kekayaan. Transformasi sejati adalah perubahan dalam pikiran dan hati yang terjadi saat kita hidup sesuai dengan Firman Tuhan.
Transformasi adalah suatu proses perubahan dalam cara berpikir yang terus menerus terjadi hingga melahirkan pemahaman-pemahaman baru, sehingga terjadi perubahan dalam gaya hidup yang semakin mirip dengan Tuhan Yesus. Hidup yang semakin mirip dengan Tuhan Yesus adalah sebuah kehidupan di mana kita belajar menerapkan prinsip-prinsip yang telah diajarkan oleh Tuhan Yesus dua ribu tahun yang lalu dalam kehidupan kita saat ini. Ketika ini terjadi secara konsisten, maka dalam semua aspek kehidupan kita, kita dapat mengatakan, "Hidupku bukan lagi tentang aku, tetapi Kristus yang hidup di dalamku." Oleh karena itu, untuk bisa mengatakan ini dengan tulus, kita harus melakukan perjuangan dengan sepenuh hati. Inilah saat kita menyadari seberapa sulitnya menjadi seorang Kristen.
Jika kita melihat bahwa tugas-tugas yang harus kita selesaikan semakin mendekati batas waktu yang telah ditetapkan, kita akan semakin serius dan fokus untuk menyelesaikannya. Hal yang sama berlaku ketika kita menyadari bahwa kita masih jauh dari standar kehidupan Tuhan Yesus. Sisa hidup yang kita jalani, yang kita tidak tahu kapan akan berakhir, hanya bisa kita arahkan untuk berjuang agar semakin mirip dengan Tuhan Yesus. Inilah yang disebut sebagai proses yang terus-menerus mempertanyakan eksistensi kita di hadapan Tuhan. Orang yang sungguh-sungguh mempertanyakan eksistensinya di hadapan Tuhan tidak akan sibuk mencari-cari kelemahan dan kekurangan orang lain. Amin.
10 September 2023
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
10 September 2023
Saudaraku,
Kehidupan Kristen adalah perjalanan yang terus berubah, mirip dengan pertumbuhan dan perubahan organisme yang terus bergerak maju. Proses ini sangat penting dan harus dialami oleh setiap orang percaya, yang disebut sebagai proses transformasi. Ketika proses ini berjalan dengan baik, orang percaya akan diberdayakan untuk memahami kehendak Tuhan, mencari apa yang baik, berkenan, dan sempurna untuk dijalankan.
Namun, jika orang Kristen tidak mengalami proses perubahan untuk memahami dan melaksanakan kehendak Tuhan, maka kekristenan yang mereka praktikkan akan menjadi dangkal dan statis. Pada saat itu, kehidupan Kristen tidak lagi mencerminkan idealnya, yaitu terus mengalami perubahan guna menjalankan kehendak Tuhan. Ketika kekristenan menjadi statis, mungkin bahkan lebih buruk daripada kehidupan non-Kristen.
Sayangnya, banyak orang Kristen tidak memahami atau bahkan tidak mau menyadari bahwa kehidupan yang mereka jalani adalah bagian dari perjuangan untuk mengalami perubahan, sehingga mereka tidak dapat mencapai potensi mereka sebagai anak-anak Bapa yang maha Kudus dan Agung.
Rom 12:1-2 mengatakan: "Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah, aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah; itu adalah ibadahmu yang sejati. Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah, dan yang sempurna."
Kalimat "mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah; itu adalah ibadahmu yang sejati" dan "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu" tidak dapat dipisahkan karena keduanya saling terkait. Mereka menggambarkan inti dari kehidupan Kristen, yaitu memberikan diri sepenuhnya kepada Allah dan melaksanakan ibadah yang sejati. Ini berarti mengalami perubahan yang berarti, sehingga kita tidak lagi menyerupai dunia.
Untuk tidak menyerupai dunia, kita perlu mengalami pembaharuan pikiran yang berkelanjutan. Ayat 2 mengatakan "berubahlah," yang dalam bahasa Inggris diterjemahkan sebagai "transform," yang berasal dari kata Yunani "metamorphosthe." Kata ini mirip dengan "metamorfosa" dalam bahasa Indonesia, yang menggambarkan proses perubahan dari satu bentuk ke bentuk lain, seperti dari ulat menjadi kepompong, dan dari kepompong menjadi kupu-kupu. Oleh karena itu, ketika kita ditegaskan untuk "berubah oleh pembaharuan budimu," artinya kita harus berjuang untuk mengalami perubahan pikiran yang mendalam.
Dalam 2 Korintus 3:18, terdapat pernyataan yang sangat mendalam: "Dan kita semua mencerminkan kemuliaan Tuhan dengan muka yang tidak berselubung. Dan karena kemuliaan itu datangnya dari Tuhan yang adalah Roh, maka kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya, dalam kemuliaan yang semakin besar."
Dalam perjalanan kehidupan kita, ini adalah suatu proses perubahan yang mengarah pada keserupaan dengan gambar Tuhan. Kita hanya akan mencerminkan kemuliaan Tuhan ketika kita mengalami proses perubahan menuju keserupaan dengan-Nya. Untuk mencapai hal ini, kita harus menjalin hubungan yang erat dengan Tuhan Yesus. Ini melibatkan memahami dan hidup sesuai dengan ajaran-ajaran-Nya, mendirikan mezbah doa dalam kehidupan sehari-hari kita, dan membangun komunikasi yang intens dengan Tuhan. Ketika kita konsisten dalam membangun pola kehidupan seperti ini, cinta kita kepada Tuhan akan tumbuh, dan dengan cinta yang tumbuh, kita akan semakin peka terhadap kehendak Tuhan, mirip dengan seseorang yang sedang jatuh cinta yang memiliki kepekaan terhadap keinginan orang yang dicintainya.
Rom 8:28 memberikan keyakinan bahwa Allah selalu bekerja dalam segala hal untuk membawa kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, sesuai dengan rencana-Nya. Hal ini menunjukkan bahwa Allah, sebagai Bapa, ingin terus mengajar, membimbing, dan membentuk kita agar kita dapat menjadi pribadi yang sesuai dengan kehendak-Nya. Kita dapat merespons pembelajaran, ajaran, dan pembentukan yang Allah berikan dalam setiap peristiwa yang kita alami, tetapi ini hanya mungkin terjadi ketika kita semakin tumbuh dalam kasih kepada-Nya. Semakin kita mengasihi Tuhan, semakin kita dapat melihat pembelajaran, ajaran, dan pembentukan yang Allah sematkan dalam setiap pengalaman kita. Amin.
03 September 2023
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
03 September 2023
Saudaraku,
Abraham tidak pernah surut dalam mengarahkan dirinya pada negeri yang akan ditunjukkan oleh Elohim Yahweh. Meskipun dia tidak tahu dimana tepatnya negeri tersebut berada, perjalanan hidup semacam ini pastinya sangat melelahkan, bahkan bisa menimbulkan frustrasi. Sebagai manusia biasa, pernahkah kita merenungkan bahwa Abraham juga bisa merasakan keraguan, kekhawatiran, ketakutan, bahkan kemungkinan rasa kecewa? Selama puluhan tahun, dia meninggalkan negeri asalnya untuk menaati kehendak Allah dan pergi ke negeri yang akan ditunjukkan kepadanya. Namun, negeri itu tetap tak tercapai.
Namun, ketika Abraham tetap menguatkan kepercayaannya kepada Allah dan melanjutkan perjalanan, tengah-tengah perjalanan itulah ia mendapatkan penghiburan, nasehat, kekuatan, dan tuntunan dari Yahweh secara nyata. Inilah yang memungkinkannya menyelesaikan perjalanan hidupnya hingga akhir, meskipun tidak pernah mengalami realisasi fisik menemukan negeri yang dijanjikan.
Tidaklah mengherankan jika Abraham diberi gelar sebagai bapa orang percaya dan sahabat Allah. Dia adalah satu-satunya manusia di muka bumi ini yang menerima gelar yang diberikan langsung oleh Allah. Mari bayangkan, jika kita menerima gelar Doktor dengan nilai sempurna dari universitas terbaik di dunia, pasti kita akan berjuang ekstra keras untuk meraihnya. Dengan demikian, tidak berlebihan untuk mengatakan bahwa gelar yang diterima seseorang mencerminkan kualitas perjuangannya.
Sampai pada titik di mana Abraham menerima gelar tersebut dari Allah, sudah jelas bahwa ia telah terbukti dan teruji sebagai seseorang yang layak mendapatkannya, sebagai bapa orang percaya dan sahabat Allah. Jika orang percaya adalah keturunan rohaniah dari Abraham, maka setiap orang percaya harus menunjukkan kualitas kepercayaan yang sebanding dengan yang dimiliki oleh Abraham. Begitu juga, jika kita dipanggil sahabat Allah, kita perlu berusaha meneladani hidup yang telah dijalani oleh Abraham.
Pada saat itu, Abraham tidak mengetahui bahwa negeri yang dijanjikan adalah langit baru dan bumi yang baru. Setelah melewati perjalanan yang panjang dan melelahkan serta penuh ketidakpastian, dia baru menyadari bahwa negeri tersebut bukanlah bagian dari dunia ini, melainkan langit baru dan bumi yang baru. Bagi kita, sebagai umat Perjanjian Baru, sudah menjadi pengetahuan bahwa negeri yang dijanjikan adalah langit baru dan bumi yang baru. Oleh karena itu, seharusnya kita memiliki kepercayaan yang sebanding bahkan lebih kuat daripada yang dimiliki oleh Abraham.
Meskipun kita belum pernah melihat atau menginjakkan kaki di langit baru dan bumi yang baru yang Tuhan telah sediakan, kita seharusnya menjalani hidup dengan penuh keyakinan, dengan fokus utama pada tujuan itu. Amin.
27 Agustus 2023
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
27 Agustus 2023
Saudaraku,
Ketika tekad kita menggebu untuk mencapai suatu tujuan, maka seluruh hidup kita pun akan terfokus pada pencapaian tersebut. Segala hal yang kita bicarakan, pikirkan, dan upayakan akan berpusat pada usaha mencapai apa yang kita inginkan. Apabila seseorang menganggap bahwa kekayaan memiliki arti yang paling utama, maka semua pembicaraan dan usahanya akan difokuskan pada upaya mencapai kekayaan tersebut. Hal yang sama berlaku ketika seseorang meyakini bahwa hidup abadi bersama Tuhan adalah tujuan yang tertinggi. Dalam hal ini, segala potensi dan kekuatan yang dimiliki individu akan diarahkan untuk mendapatkan hidup kekal bersama Tuhan Yesus. Orang-orang yang mengalihkan segala potensi dan daya upaya mereka untuk meraih hidup kekal bersama Tuhan Yesus bisa disebut sebagai "manusia hari esok".
Pada pandangan awal, kehidupan yang dijalani oleh "manusia esok hari" tampak serupa dengan kehidupan kebanyakan orang, seperti bekerja, mencari nafkah, dan berinteraksi dengan sesama. Walaupun aktivitas sehari-harinya mirip dengan yang dilakukan oleh banyak orang, motivasi dalam menjalani hidup bagi "manusia esok hari" berbeda dengan motivasi mayoritas. Kebanyakan orang menjalani hidup mereka dengan fokus pada kepentingan yang bersifat jangka pendek di dunia ini saja. Namun, bagi "manusia esok hari", setiap tindakan yang dilakukan, baik saat bekerja maupun mencari nafkah, dianggap sebagai persiapan untuk kehidupan kekal bersama Tuhan Yesus. Dalam hal ini, saat mereka bekerja, mencari nafkah, atau bahkan melayani dalam pekerjaan Tuhan, semuanya dilakukan bukan semata-mata untuk kepuasan pribadi atau tujuan sementara di dunia, melainkan sebagai sarana untuk mempersiapkan diri memasuki kehidupan kekal bersama Tuhan Yesus.
Tindakan-tindakan tersebut bukan hanya untuk kemanfaatan diri sendiri, melainkan juga untuk memberikan berkat kepada sesama manusia, dengan tujuan untuk memuliakan Tuhan dalam segala hal yang mereka lakukan.
Masyarakat melihat bahwa "manusia esok hari" menjalani kehidupan dengan berinteraksi dalam lingkungan sehari-hari, mirip dengan mayoritas orang. Namun, ketika seseorang memperhatikan lebih dekat, terlihat perbedaan dalam sikap, keputusan, dan orientasi hidup yang dipegang oleh "manusia esok hari" dibandingkan dengan mayoritas.Perbedaan dalam orientasi hidup ini seringkali sulit diterima dan dipahami oleh banyak orang, sehingga sering kali mereka dianggap sebagai individu yang "tidak mengindahkan realitas". Meskipun begitu, meski mungkin tidak dianggap sebagai individu yang realistis, setiap orang yang berinteraksi dengan "manusia esok hari" mengakui bahwa pendekatan ini adalah gambaran hidup yang ideal bagi setiap individu yang beriman.
Dengan berlanjutnya proses interaksi ini, setiap individu yang berhubungan dengan "manusia esok hari" secara perlahan mulai memahami cara-cara yang benar untuk menjalani hidup dalam dunia yang singkat ini. Kehidupan yang dijalani oleh "manusia esok hari" memberikan inspirasi yang kuat bagi siapa pun yang mendengar, melihat, atau berinteraksi dengannya, sehingga mendorong orang lain untuk mengikuti jejak yang sama.
Pola kehidupan "manusia esok hari" direpresentasikan secara nyata oleh Abraham. Ketika dipanggil oleh Elohim Yhwh untuk meninggalkan tanah kelahirannya menuju tanah yang akan diperlihatkan kepadanya, sejak saat itu ia menghadapi hidup yang penuh ketidakpastian. Ia tidak mengetahui arah tujuan akhirnya atau bahkan rupa tanah yang akan diperlihatkan kepadanya. Menghadapi tahun-tahun dengan ketidakpastian seperti itu pastinya tidak nyaman dan bahkan bisa membuat Abraham menderita, karena manusia umumnya menginginkan kepastian. Meskipun Abraham harus menjalani hidup yang penuh ketidakpastian dan selalu dalam ancaman, ia tetap melanjutkan perjalanannya dengan tujuan menemukan tanah yang akan diungkapkan oleh Elohim Yhwh.
Namun, selama puluhan tahun sejak ia meninggalkan tanah kelahirannya, ia tidak pernah menemukan tanah tersebut, bahkan hingga akhir hayatnya. Seharusnya Abraham merasa marah dan kecewa terhadap Allah, mengingat ia mungkin merasa bahwa waktu dan usahanya telah terbuang percuma, berjalan dalam hidup yang "sia-sia". Namun, seperti yang kita ketahui, Abraham tidak marah atau kecewa terhadap Allah. Hal ini terbukti dari tindakannya yang meskipun memiliki kesempatan untuk kembali ke tanah kelahirannya, ia tetap berpegang pada perjalanan yang telah ia mulai, karena ia mengharapkan sebuah kota yang dasarnya dibangun dan direncanakan oleh Allah sendiri, yaitu langit baru dan bumi baru yang Tuhan siapkan untuknya (Ibrani 11:10).
Sikap seperti ini hanya dapat dimiliki oleh seseorang yang benar-benar menghayati dan mempersiapkan masa depannya untuk kehidupan kekal. Sikap seperti ini tidak muncul secara otomatis, melainkan hanya dapat diwujudkan melalui perjalanan hidup yang panjang, dijalani bersama Tuhan. Amin.
20 Agustus 2023
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
20 Agustus 2023
Saudaraku,
Orang-orang Kristen yang teguh iman akan menjalani dan mengisi hari-hari hidup mereka di dunia yang singkat ini dengan tujuan untuk mempersiapkan diri memasuki kehidupan kekal yang akan datang. Karena itulah, segala aktivitas yang mereka lakukan, baik dalam berpikir, berbicara, maupun bertindak, diarahkan untuk mempersiapkan diri agar layak untuk berada bersama Tuhan Yesus dalam kekekalan. Meskipun menjalani hidup dengan prinsip ini tidaklah mudah, karena selain harus menghadapi tantangan batiniah untuk menguasai diri sendiri yang cenderung berpikir bahwa hidup ini hanya berkaitan dengan dunia semata, mereka juga harus menghadapi tantangan dari luar. Banyak orang akan menganggap bicara tentang kehidupan kekal sementara masih hidup di dunia yang penuh dengan tantangan sebagai sikap yang tidak realistis, seolah-olah melarikan diri dari kenyataan. Karena alasan ini, mereka yang memusatkan pikiran dan pembicaraan pada kehidupan kekal mungkin dianggap sebagai individu yang tidak memiliki keseimbangan atau tidak merasional dalam pandangan dunia.
Meskipun jika kita bersikap jujur dan kritis, sebagai manusia, kita sebenarnya adalah makhluk yang abadi. Meskipun suatu saat nanti kita harus mengalami kematian, yang mati adalah tubuh fisik, sementara jiwa dan roh tetap hidup selamanya. Oleh karena itu, ada dua tahap kehidupan: kehidupan di dunia dan kehidupan setelah dunia, dan setiap orang akan menjalani keduanya sesuai dengan bagaimana mereka menjalani hidup di dunia ini.
Hanya orang-orang yang secara baik-baik mempersiapkan diri untuk kehidupan setelah kematian yang akan menikmati kehidupan kekalnya. Hal ini juga berlaku sebaliknya, jika seseorang tidak mempersiapkan diri dengan baik untuk kehidupan setelah kematian, mereka tidak akan mampu menikmati kehidupan kekalnya bersama Tuhan Yesus. Hanya orang-orang yang hidup dengan berlandaskan keyakinan bersama Tuhan yang akan mengalami kehidupan kekal, sementara yang terpisah dari Tuhan akan mengalami penderitaan abadi. Keputusan untuk terpisah dari Tuhan atau memutuskan untuk menjauh dari-Nya saat masih hidup di dunia mungkin tidak akan terasa sebagai penderitaan, karena masih banyak kesenangan dunia yang bisa dinikmati, termasuk kesenangan dosa.
Namun, di kehidupan kekal, semua kesenangan dan hal-hal duniawi tersebut tidak lagi ada. Kita akan berhadapan hanya dengan Tuhan untuk pertanggungjawaban atas apa yang kita lakukan selama hidup di dunia. Hanya mereka yang menjalani hidup sesuai dengan kehendak Tuhan yang akan dinyatakan layak untuk bersama Tuhan selamanya. Sebaliknya, jika tidak hidup sesuai dengan kehendak-Nya, maka akan ada pemisahan dari Tuhan yang menyebabkan penderitaan yang abadi. Ini karena manusia diciptakan untuk hidup bersatu dengan Tuhan yang menciptakannya.
Untuk dapat menikmati kehidupan kekal bersama Tuhan, kita harus sungguh-sungguh mempersiapkan diri sejak kita masih menjalani hidup di dunia ini. Jika kita berusaha sungguh-sungguh untuk meraih sukses dalam kehidupan yang singkat ini, maka persiapan yang matang juga harus dilakukan, karena kesuksesan tidak akan datang dengan sendirinya. Jika kita bersedia berinvestasi serius untuk mencapai kesuksesan dalam kehidupan yang begitu singkat ini, mengapa kita tidak bersedia mempersiapkan masa depan yang penuh harapan di kehidupan kekal dengan Tuhan Yesus?
Seseorang yang serius mempersiapkan diri untuk kehidupan kekalnya akan memperlihatkan tanda-tanda itu melalui cara ia menjalani hidupnya di dunia ini. Pikiran, kata-kata, dan tindakan akan selalu terkait dengan persiapan untuk kehidupan kekalnya nanti. Sikap seperti ini menjadi bukti bahwa seseorang benar-benar serius dalam mempersiapkan dirinya untuk memasuki kehidupan kekal. Semoga ini menjadi amal yang membawa manfaat. Amin.
13 Agustus 2023
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
13 Agustus 2023
Saudaraku,
Yohanes 1:12 menyatakan, "Tetapi semua orang yang menerima-Nya, diberikan-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya." Pernyataan ini dengan jelas mengindikasikan bahwa Allah memberikan kuasa kepada setiap orang yang percaya untuk menjadi anak-anak-Nya. Kuasa yang Allah berikan kepada mereka adalah agar mereka, sebagai individu yang percaya, berjuang untuk tumbuh dan memiliki sifat yang pantas disebut sebagai anak-anak Allah yang tinggi. Pergumulan untuk menjadi anak-anak Allah merupakan inti dari ajaran Kristen yang mencakup seluruh aspek kehidupan sebagai individu yang percaya. Istilah "anak" dalam teks ini mengacu pada "teknon" yang artinya adalah keturunan atau anak kandung (bahasa Inggris: offspring). Dalam konteks "teknon," terdapat arti pewarisan karakter, di mana karakter seorang anak sangat dipengaruhi oleh karakter orang tua.
Ketika kita mengaku bahwa Allah adalah Bapa kita, maka kita seharusnya mewarisi karakter Bapa tersebut yang tercermin dalam ajaran Yesus Kristus. Namun, banyak orang Kristen yang belum sepenuhnya menyadari konsekuensi ini, sehingga cenderung menjalani kehidupan mereka dengan sembrono. Semakin kita menyadari konsekuensi menjadi anak-anak Allah, semakin kita akan serius dan tekun dalam usaha memperbaiki karakter kita. Keseriusan dan tekad untuk memperbaiki serta membentuk karakter tercermin dalam setiap tindakan kita, di mana kita selalu mempertimbangkan apakah tindakan tersebut mendapat kerelaan hati Tuhan atau tidak. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk sejalan dengan kehendak Tuhan dalam segala aspek kehidupan kita.
Ketika kita berusaha untuk menyelaraskan kehendak kita dengan kehendak Tuhan, kita bisa memahami pernyataan Tuhan Yesus yang tertulis dalam Matius 6:33, yang menyatakan, "Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu." Seringkali, ayat ini diartikan sebagai suatu kiat atau metode untuk mendapatkan berkat materi, karena kata "ditambahkan" seringkali dihubungkan dengan hal-hal yang bersifat materi. Sebagai hasilnya, orang mencari Tuhan dengan tujuan utama agar dapat memperoleh berkat materi dari-Nya. Namun, pemahaman yang salah seperti ini mengakibatkan seseorang tidak dapat mencari Tuhan dengan tulus, karena motivasinya adalah mencari Tuhan hanya untuk memperoleh sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya sendiri.
Kita tidak boleh mengartikan setiap kalimat yang tertulis dalam Alkitab hanya untuk memenuhi keinginan kita sendiri. Sebaliknya, kita harus berusaha mencari makna asli dari perkataan Tuhan Yesus ini. Sesungguhnya, konteks di mana Tuhan Yesus mengucapkan ayat ini berkaitan dengan kekhawatiran. Tuhan Yesus ingin mengajarkan agar orang yang percaya tidak seharusnya terlalu khawatir tentang kebutuhan materi, sehingga usaha mereka untuk memenuhi kebutuhan fisik tidak boleh diutamakan di atas panggilan rohani yang memiliki dampak kekal.
Dalam Matius 6:32, Tuhan Yesus mengatakan, "Semua itu dicari oleh orang-orang yang tidak mengenal Allah. Apa yang dicari mereka? Mereka mencari kepastian hidup jasmani." Sementara itu, orang yang percaya harus memfokuskan diri pada tujuan yang berbeda, yaitu Kerajaan Surga, karena kehidupan di dunia ini bersifat singkat dan sementara, sedangkan kehidupan setelah kematian bersifat kekal. Jika kita ingin mempersiapkan kehidupan kekal dengan serius dan tulus, maka kehidupan yang bersifat sementara di dunia ini pasti akan terjaga dengan baik.
Kata "carilah" dalam teks aslinya adalah "zeteite," berasal dari akar kata "zeteo" yang artinya mencari, menyelidiki, memeriksa, atau berupaya mendapatkan, mengejar sesuatu dengan tekad untuk memilikinya. Ketika Tuhan Yesus mengatakan "carilah," hal itu mengimplikasikan perjuangan yang sungguh-sungguh untuk mendapatkan sesuatu, di mana sesuatu tersebut adalah Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya. Kebenaran yang dimaksud adalah "dikaiosune," yang berkaitan dengan kebenaran yang tercermin dalam tindakan, baik yang terlihat maupun yang tidak terlihat (Matius 5:20). Dengan demikian, Tuhan ingin agar setiap orang yang percaya memahami bahwa konsekuensi menjadi anak-anak-Nya adalah memiliki perilaku yang luar biasa, yang mewakili sifat Tuhan. Oleh karena itu, ketika Tuhan Yesus menyatakan bahwa kita harus "mencari," hal ini menunjukkan bahwa ada sesuatu yang belum ditemukan, yaitu perilaku yang luar biasa sebagai anak-anak Allah.
Untuk dapat menemukan kembali hal yang hilang tersebut, kita perlu berjuang untuk merasakan pengalaman nyata dalam berjalan bersama Tuhan. Pengalaman tersebut harus berasal dari inisiatif dan usaha kita sendiri untuk membangunnya. Semakin kokoh kita memiliki pengalaman nyata dalam berjalan bersama Tuhan, maka seiring berjalannya waktu, kita akan menerima bagian dari sifat-sifat Tuhan. Proses ini akan terus berlangsung sepanjang hidup kita, dan dalam setiap fase hidup, kita akan menyaksikan perubahan-perubahan yang mengarah pada perilaku yang luar biasa. Amin.
06 Agustus 2023
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
06 Agustus 2023
Saudaraku,
Kita harus benar-benar menyadari dan menghayati bahwa Tuhan itu hidup dan Dia ingin kita memiliki pengalaman berjalan bersama-Nya secara pribadi. Jika kita memutuskan untuk membangun hubungan dengan Tuhan secara konsisten, sehingga memiliki pengalaman pribadi dalam berjalan bersama-Nya, maka Tuhan akan menuntun dan membentuk kita hingga kita benar-benar mengalami perubahan menjadi seperti yang Tuhan inginkan. Karena pengalaman ini bersifat pribadi, maka hubungan ini eksklusif hanya antara kita dan Tuhan yang bisa merasakan pengalaman ini. Namun, seiring berjalannya waktu, pengalaman berjalan bersama Tuhan yang eksklusif ini akan menghasilkan perubahan dalam kehidupan yang dapat dirasakan oleh setiap orang yang berinteraksi dengan kita.
Proses perubahan hidup setiap individu berbeda-beda, tergantung pada sejauh mana keinginannya untuk berubah, dan hal ini tercermin dalam beberapa hal berikut:
1. Kesungguhan untuk belajar dan menghayati kebenaran dalam setiap aspek kehidupan yang dijalani. Kita dapat memahami maksud Tuhan sesuai dengan tingkat pemahaman kita akan kebenaran-Nya. Semakin sungguh kita dalam mencari dan menghayati kebenaran, semakin mendalam perubahan yang dapat kita alami.
2. Keseriusan untuk membangun mezbah doa setiap hari sehingga mengalami perjumpaan konkret dengan Tuhan. Melalui pertemuan konkret ini, kita akan merasakan "sentuhan-sentuhan" Tuhan yang bersifat pribadi, yang memberi kita keberanian dan kesungguhan untuk mengatasi dan meniadakan sifat-sifat buruk yang masih kuat melekat dalam diri kita.
Jika seseorang memiliki masa lalu yang buruk, upayanya untuk mengatasi sifat-sifat buruk tersebut akan lebih sulit dan berat dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki beban masa lalu yang serupa.
Dalam proses perubahan ini, semangat dan ketekunan individu dalam mencari kebenaran dan membangun hubungan yang erat dengan Tuhan sangat menentukan. Semakin gigih usaha dan komitmen kita dalam berubah, semakin besar pula perubahan positif yang dapat kita alami dalam kehidupan.
Jadi, kita harus sungguh-sungguh dan serius dalam belajar kebenaran serta membangun mezbah doa secara pribadi dengan Tuhan. Dengan melakukan kedua hal tersebut, kita sedang membangun fondasi kehidupan yang kuat. Semakin sungguh-serius kita dalam belajar kebenaran dan membangun mezbah doa pribadi, semakin kokoh fondasi kehidupan kita menjadi. Sehingga, seiring berjalannya waktu, kehidupan kita akan semakin kuat dan tidak mudah digoyahkan oleh tekanan hidup, godaan dosa, bahkan niatan lama yang ingin kembali hidup dalam diri kita.
Dalam proses mempraktekkan kebenaran, kita harus jujur mengakui bahwa sering kali mengalami kegagalan. Namun, ketika kita tetap berjuang untuk hidup dalam kebenaran dan dengan sungguh-sungguh mengasihi Tuhan, di balik kegagalan tersebut kita masih dapat melihat didikan dan ajaran Tuhan. Melalui proses ini, di hari-hari mendatang, kita akan berjuang untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama seperti yang pernah kita lakukan.
Jika kita terus berjuang untuk semakin mengasihi Tuhan, walaupun kita masih memiliki kelemahan yang melekat, kita akan tetap dapat melihat dan mengalami didikan, ajaran, teguran, dan pembentukan Tuhan di balik setiap kelemahan tersebut. Dengan berjalannya waktu, Tuhan akan meluruskan jalan hidup kita.
Namun, jika kita tidak berjuang untuk mengasihi Tuhan, maka di balik setiap kejadian yang kita alami, kita tidak akan dapat melihat proses pembentukan Tuhan dalam kejadian-kejadian tersebut. Akibatnya, hidup kita tidak akan pernah mengalami perubahan sesuai dengan yang Tuhan inginkan. Semoga kita senantiasa berjuang untuk semakin mengasihi Tuhan. Amin.
30 Juli 2023
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
30 Juli 2023
Saudaraku,
Hari-hari ke depan hidup kita pasti akan menjadi lebih sulit, karena Alkitab telah meramalkan sebelumnya dalam 2 Timotius 3:1-1 bahwa pada hari-hari terakhir akan datang masa yang sangat sulit. Masa yang sulit ini dalam bahasa aslinya disebut "Chalepos," yang berarti masa yang amat sangat sukar. Oleh karena itu, kita akan mengalami bahwa keadaan akan semakin sulit di masa depan, tetapi semua kesulitan ini merupakan masa penampian yang Tuhan ijinkan.
Jadi, jika Tuhan membiarkan kejahatan semakin merajalela, kesulitan hidup kita akan semakin bertambah, dan pengaruh dunia yang jahat akan semakin kuat, semua itu adalah bagian dari masa penampian yang Tuhan ijinkan. Alkitab juga menyatakan bahwa pada hari-hari terakhir, orang jahat akan semakin jahat, tetapi orang baik akan semakin bertumbuh dalam kebaikan.
Saat ini, kita berada di bilangan waktu yang mana? Kita perlu mencari kebenaran yang kuat agar kita bisa masuk dalam kelompok orang-orang yang semakin bertumbuh dalam kebaikan. Pesan kebenaran harus disampaikan dengan kuat untuk mengingatkan orang percaya agar mencari Tuhan dengan sungguh-sungguh, karena hanya dengan cara ini mereka bisa dilepaskan dari pengaruh buruk dunia ini. Oleh karena itu, agar kita tetap berada dalam suasana rohani yang baik dan kuat menghadapi segala keadaan, kita harus hidup dengan menghayati dan mengalami kehadiran Tuhan secara nyata dalam hidup ini.
Oleh karena itu, teruslah mencari Tuhan meskipun mencari-Nya sangatlah sulit, seperti mencari jarum di jerami. Proses ini dimulai dengan tekun duduk diam di hadapan Tuhan setidaknya 30 menit; belajar tentang kebenaran-Nya setiap hari, sehingga kita dapat menghayati penyertaan-Nya; selalu memperhatikan setiap ajaran Alkitab karena mengandung didikan Tuhan di dalamnya; dan yang terakhir, belajar untuk menjaga hati nurani agar kita makan bersih dan memiliki kepekaan untuk menilai keberadaan kita di hadapan Tuhan.
Jika hal-hal ini dilakukan secara konsisten dan konsekuen, maka kita tidak akan lagi memiliki waktu untuk melakukan hal-hal yang tidak berguna. Buah dari pengalaman pribadi berjalan dengan Tuhan dapat dirasakan dan dinikmati oleh orang lain. Sehingga, orang yang benar-benar menghayati dan mengalami kehadiran Tuhan akan terlihat jelas dalam hidupnya, di mana ciri pertama adalah ia tidak lagi memiliki banyak keinginan. Jika ia memiliki keinginan, semua itu bertujuan untuk menjalani hidup dengan bertanggung jawab. Misalnya, jika ia memiliki anak, ia ingin anak-anaknya hidup seperti dia, dengan baik dan tidak terlantar. Atau jika ia menjadi pemimpin di komunitas, keinginannya hanya untuk mengajar dan memberi teladan tentang kebenaran.
Jadi, semua yang dilakukan, diinginkan, dan diperjuangkan tidak lagi untuk kepentingan dan kesenangan diri sendiri, tetapi semuanya hanya berhubungan dengan kepentingan Tuhan. Karena Tuhan menjadi satu-satunya masa depan dalam hidupnya.
Jadi, jika Alkitab berkata bahwa kita harus mencari dahulu Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya, itu berarti kita harus menghayati dan mengalami Tuhan dalam kehidupan sehari-hari kita. Memang tidak mudah, tetapi diperlukan usaha sungguh-sungguh yang dimulai dengan duduk diam di hadapan Tuhan setiap hari; belajar tentang kebenaran-Nya sampai kebenaran tersebut menjadi bagian dari hidup kita; memperhatikan setiap peristiwa yang kita alami dan tetap menjaga hati nurani agar tetap bersih.
Jika hal-hal ini dijalankan dengan konsisten, maka kita sedang menjalani hidup yang menyenangkan hati Tuhan. Jika kita masih diberi kesempatan untuk mempersiapkan hari esok di kekekalan, itu merupakan sebuah kehormatan yang diberikan oleh Tuhan kepada kita. Oleh karena itu, sudah seharusnya kita belajar untuk berjuang menjalani hidup yang menyenangkan hati Tuhan. Amin.
23 Juli 2023
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
23 Juli 2023
Saudaraku,
Dalam Matius 6:34, dikatakan: "Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari esok, karena hari esok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari." Artinya, jangan khawatir tentang hari esok yang belum tiba, tetapi fokuslah pada pekerjaan dan kehidupan saat ini, menghadapinya dengan sepenuh hati. Meskipun hari esok mungkin membawa tantangan, semua kesulitan itu dapat diatasi. Jika hati kita semakin tertambat kepada Tuhan, maka masalah demi masalah yang kita alami justru akan membangkitkan rindu kita akan Kerajaan Surga. Jika seseorang tidak memiliki masalah, itu menunjukkan sikap ceroboh dan kurang menghormati Tuhan. Oleh karena itu, kata kunci dalam menjalani hidup ini adalah "Bapa-mu tahu bahwa kamu membutuhkannya", tetapi carilah terlebih dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka segala sesuatu akan ditambahkan untukmu. Jika kita benar-benar bisa menghayati pernyataan Tuhan Yesus ini, maka semua berkat akan menjadi sarana agar kita bisa mencapai tujuan.
Berkat bukan lagi menjadi tujuan utama, karena tujuan utama kita adalah untuk menjadi orang yang layak bersama dengan Tuhan Yesus pada akhirnya. Baik berkat maupun tekanan masalah, semuanya adalah sarana atau kendaraan agar hati kita tetap terarah pada langit baru dan bumi baru yang Tuhan telah sediakan. Oleh karena itu, kita harus mengerti bahwa ayat dalam 1 Korintus 10:13 mengatakan bahwa pencobaan-pencobaan yang kita alami adalah pencobaan-pencobaan biasa yang tidak melebihi kekuatan manusia, karena Allah setia dan oleh karena itu Ia tidak akan membiarkan kita dicobai melampaui kekuatan kita. Pada saat kita dicobai, Ia akan memberikan jalan keluar, sehingga kita dapat menanggungnya dengan baik, seperti yang terjadi pada hubungan yang baik antara Israel dan perjalanan mereka menuju Kanaan. Demikian juga ayat ini berlaku bagi setiap orang percaya yang melakukan perjalanan dari dunia ini menuju langit baru dan bumi yang baru.
Dengan memahami kebenaran ini, kita dapat menghayati seberapa pun besarnya masalah yang kita hadapi setiap hari, tidak dapat dibandingkan dengan masalah yang akan kita alami dalam kehidupan kekal di masa depan, terutama jika kita terpisah dari Tuhan selamanya. Masalah di dunia ini hanya bersifat sementara karena terbatas pada masa hidup kita di dunia. Namun, jika kita terpisah dari Tuhan selamanya, itu adalah masalah yang kekal dan tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Jika kita cenderung menyerah saat menghadapi masalah-masalah di dunia ini saja, kita tidak akan dapat menghayati masalah dalam kekekalan nanti. Sebab, masalah terbesar dalam hidup ini hanyalah satu, yaitu ketika kita ditolak oleh Tuhan. Saya yakin kita semua pernah mengalami masalah-masalah hidup, bahkan ada yang mengalami masalah yang sangat berat. Tetapi jika kita masih ada di sini sampai hari ini, berarti seberat apapun masalah itu, kita dapat melewatinya.
Oleh karena itu, adalah keliru jika kita terus-menerus hanya fokus pada penyelesaian masalah di dunia ini, karena selama kita masih hidup di dunia ini, manusia pasti akan mengalami masalah. Namun, Alkitab mengatakan bahwa kesusahan sehari cukuplah untuk sehari. Di sinilah kita memahami bahwa masalah yang kita alami di dunia ini tidak bisa dibandingkan dengan masalah yang akan kita hadapi dalam kekekalan. Jadi, kita harus memandang hari esok bukan hanya sebatas di dunia ini, tetapi juga terkait dengan kehidupan kekal di masa depan. Masalahnya adalah tidak banyak orang yang dapat berpikir hingga kekekalan karena mereka berpikir bahwa masih ada banyak waktu di depan. Padahal, jika kita tidak mulai mempersiapkan diri menghadapi hari esok dari sekarang, kita tidak akan mampu menghadapi hari esok yang sesungguhnya di masa depan. Orang yang tidak mempersiapkan hidupnya untuk hari esok, tidak mungkin bisa menjadi rohani; mengasihi Tuhan dengan segenap hati; memiliki hati yang kuat dan teguh dalam menghadapi badai. Tetapi jika seseorang mempersiapkan hidupnya untuk kekekalan, maka dia pasti akan mengasihi Tuhan, tidak betah hidup dalam dosa, dan hatinya teguh menghadapi segala sesuatu, karena dia tahu dengan pasti bahwa semua yang dialaminya tidak akan berdampak pada kematian abadi. Amin.
16 Juli 2023
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
16 Juli 2023
Saudaraku,
Jika kita benar-benar memahami dan merenungkan bahwa hidup yang kita jalani di dunia ini adalah perjalanan menuju kehidupan abadi yang Tuhan sediakan, maka kita akan cenderung menjalani hidup dengan tujuan bukan hanya memuaskan diri sendiri dan tidak terjebak dalam godaan-godaan duniawi. Meskipun kita mungkin menghadapi masalah yang berat, kita tahu bahwa tekanan tersebut tidak akan melebihi kekuatan manusia karena Allah setia.
Jadi, ketika kita mulai belajar untuk tidak terikat pada dunia ini dan berjuang untuk membangun hidup kita dengan baik dan benar agar pada akhirnya kita layak masuk ke kehidupan abadi yang Tuhan sediakan, kita semakin bisa memahami dan merenungkan pernyataan yang tertulis dalam 1 Korintus 10:13 yang mengatakan bahwa pencobaan yang kita alami adalah pencobaan biasa yang tidak melebihi kekuatan manusia, karena Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kita dicobai melampaui kekuatan kita. Pada saat kita dicobai, Ia akan memberikan jalan keluar, sehingga kita dapat menanggungnya. Konteks ayat ini erat hubungannya dengan penyertaan Allah kepada bangsa Israel yang keluar dari Mesir menuju Kanaan.
Jika dalam menjalani hidup ini kita berjuang agar dapat masuk ke kehidupan abadi yang Tuhan sediakan, kita bisa memahami bahwa seperti Allah mendampingi Israel yang keluar dari Mesir menuju Kanaan, Allah juga mendampingi perjalanan kita dari dunia ini menuju kehidupan abadi. Namun, Allah tidak akan mendampingi bangsa Israel jika mereka masih tinggal di Mesir, begitu juga dengan orang-orang yang hidup untuk memuaskan diri sendiri dan terikat pada kesenangan dunia, mereka tidak akan mampu memahami penyertaan Allah dalam hidup mereka, karena memang Allah tidak akan mendampingi mereka yang melekatkan hatinya pada kesenangan sendiri. Mungkin Anda bertanya: tetapi kita membutuhkan jalan keluar atas masalah-masalah yang kita alami, bukan?.
Tuhan tahu bahwa kita membutuhkannya, tetapi Tuhan Yesus juga dengan tegas berkata dalam Matius 6:32 bahwa semua itu dicari oleh orang-orang yang tidak mengenal Allah. Artinya, orang-orang yang tidak mengenal Allah hanya fokus pada cara-cara manusiawi untuk memecahkan masalah kehidupan mereka. Oleh karena itu, mereka mencari Allah dengan tujuan agar mereka dapat menemukan penyelesaian atas masalah-masalah yang mereka hadapi. Kemudian disampaikan, "Tetapi carilah terlebih dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu." Dengan pernyataan ini, Tuhan Yesus ingin kita mencari terlebih dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya.
Kita harus memahami bahwa tujuan utama kita mencari Kerajaan Allah bukan karena "tambahan" itu, tetapi agar kita dapat memahami kehendak Tuhan untuk kita lakukan. Ketika kita berjuang untuk memahami dan melakukan kehendak Tuhan di tengah-tengah tekanan dan kesulitan, Tuhan akan memberikan "tambahan" baik berupa pemahaman yang lebih dalam tentang kehendak Tuhan maupun penyelesaian atas masalah-masalah hidup, agar perjalanan kita mengikut Tuhan tidak terhambat. Jadi, "tambahan-tambahan" tersebut adalah sarana untuk melanjutkan perjuangan kita menuju kehidupan abadi yang Tuhan sediakan. Memang kita membutuhkan "sarana" untuk mencapai kehidupan abadi, oleh karena itu sebelum Tuhan meminta kita untuk mencari Kerajaan Allah dan kebenarannya, Tuhan Yesus lebih dahulu berkata, "Bapamu yang di surga tahu bahwa kamu memerlukannya semua itu."
Jadi, Bapa tahu bahwa kita memerlukan penyelesaian atas masalah-masalah hidup yang kita alami, tetapi yang Bapa inginkan adalah agar kita lebih dulu mencari dan mengenal Kerajaan Surga (kehidupan abadi). Ketika kita dapat "menemukan" Kerajaan Allah di balik setiap peristiwa yang kita alami, maka hati kita tidak lagi terikat pada apa pun yang ada di dunia ini. Dalam keadaan ini, segala sesuatu akan ditambahkan kepada kita sehingga kita dapat mencapai kehidupan abadi, bukan ditambahkan untuk semakin terikat pada dunia. Jadi, jika seseorang hatinya sudah tidak terikat pada dunia ini dan berjuang untuk hidup menurut kehendak Tuhan, baik diberkati secara melimpah atau tidak, baik mengalami tekanan atau tidak, itu tidak menjadi masalah. Karena prinsip hidupnya adalah jika memiliki kekayaan, semuanya akan digunakan untuk melayani Tuhan dan menjadi berkat bagi sesama.
Begitu pula jika seseorang belum memiliki harta, dia tidak akan mengejarnya seperti orang yang tidak mengenal Tuhan, karena Tuhan tahu kapasitas masing-masing individu. Jadi, yang dimaksud dengan "semua itu" dalam Matius 6:32 adalah kehidupan yang penuh berkat dan nyaman, itu dicari oleh orang-orang yang tidak mengenal Allah. Artinya, semua itu menjadi tujuan utama bagi mereka, tetapi bagi kita yang hatinya terarah pada kehidupan abadi, semua berkat dan kenyamanan tidak lagi menjadi tujuan utama dalam hidup ini, karena Kerajaan Allah-lah yang menjadi tujuan hidup kita. Amin.
09 Juli 2023
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
09 Juli 2023
Saudaraku,
Setiap individu pasti pernah mengalami perasaan khawatir dan takut ketika menghadapi hari esok. Rasanya kita seringkali tidak merasa lega dalam menghadapi masa depan. Entah bagaimana, setiap orang merasa seolah-olah ada sesuatu yang mengancam masa depannya. Namun, dalam perjalanan waktu, "sesuatu" tersebut ternyata dapat kita atasi atau lewati.
1 Korintus 10:13 mengatakan bahwa pencobaan-pencobaan yang kita alami adalah pencobaan-pencobaan yang biasa dan tidak melebihi kekuatan manusia. Perlu diperhatikan bahwa ayat ini tidak mengatakan bahwa pencobaan-pencobaan tersebut tidak melebihi kekuatan orang Kristen atau anak Tuhan, tetapi melebihi kekuatan manusia pada umumnya. Selanjutnya, Allah adalah setia dan karena itu, Ia tidak akan membiarkan kita dicobai melampaui batas kekuatan kita. Ketika kita menghadapi pencobaan, Ia akan memberikan jalan keluar sehingga kita dapat menanggungnya.
Ada beberapa hal yang perlu kita pahami. Pertama, semua manusia mengalami pencobaan yang biasa. Selama kita masih manusia, kita pasti menghadapi pencobaan, namun perlu diingat bahwa pencobaan tersebut adalah pencobaan yang biasa. Oleh karena itu, kita tidak boleh berharap untuk tidak mengalami pencobaan yang biasa tersebut.
Kedua, pencobaan tersebut tidak melebihi kekuatan kita. Ayat ini ditulis ketika Paulus berbicara tentang perjalanan yang baik dari bangsa Israel dari Mesir menuju Kanaan. Dalam perjalanan tersebut, mereka menghadapi pencobaan-pencobaan, tetapi pencobaan-pencobaan tersebut tidak melebihi kekuatan mereka sebagai manusia.
Ketiga, ketika kita dicobai, Allah akan memberikan jalan keluar sehingga kita dapat menanggungnya. Ayat ini ditulis dalam konteks perjalanan yang baik dari bangsa Israel dari Mesir menuju Kanaan. Oleh karena itu, pernyataan yang tertulis dalam 1 Korintus 10:13 tersebut tidak berlaku bagi orang yang tidak sedang berada dalam "perjalanan" tersebut.
Perjalanan bagi bangsa Israel adalah dari Mesir ke Kanaan, namun bagi orang percaya perjalanan mereka adalah dari dunia ini menuju kehidupan yang kekal bersama Tuhan (LB3). Oleh karena itu, ayat ini hanya berlaku bagi orang yang sedang melakukan perjalanan tersebut, dari dunia ini menuju kehidupan yang kekal bersama Tuhan yang disediakan-Nya. Ayat ini tidak berlaku bagi orang yang tidak sedang dalam perjalanan tersebut.
Ketika seseorang berada dalam proses perjalanan dari dunia ini menuju kehidupan yang kekal bersama Tuhan, mereka akan mengalami perjuangan dan kesulitan yang terasa berat. Ayat ini menjadi hidup dalam hidup mereka. Namun, masalahnya banyak orang yang gagal memahami ayat Alkitab karena mereka tidak melihat konteksnya, sehingga cenderung mengutip ayat Alkitab di luar konteks. Oleh karena itu, ketika kita berjuang untuk hidup yang berkenan kepada Tuhan dan pada saat yang sama harus menghadapi banyak tantangan, jika kita memahami kebenaran ini, kita akan menjadi kuat karena kita tahu bahwa pencobaan yang kita alami adalah pencobaan yang biasa; tidak melebihi kekuatan kita sebagai manusia, dan Allah akan memberikan jalan keluar. Di sinilah kita memahami maksud dari pernyataan bahwa pencobaan-pencobaan yang kita alami adalah pencobaan-pencobaan yang biasa dan tidak melebihi kekuatan manusia, karena Allah adalah setia. Yg dimaksud Allah setia konteksnya adl kpd org Israel yg ada dlm perjalanan menuju Kanaan, kl mrk tetap di Mesir, bgmn Allah menunjukan kesetiaanNya kpd org yg msh di Mesir?.
Hal yang sama berlaku juga bagi kehidupan orang percaya. Jika seseorang yang percaya masih terikat dengan kenikmatan-kenikmatan dunia dan hidup hanya untuk memuaskan ego dan kesenangan pribadinya, maka tidak mungkin mereka dapat menghayati dan mengalami kesetiaan Tuhan. Oleh karena itu, kita harus memastikan bahwa perjalanan kita berada dalam arah yang benar, dan satu-satunya arah hidup yang benar adalah menjadikan Tuhan sebagai satu-satunya masa depan kita.
Ketika kita menjadikan Tuhan sebagai satu-satunya tujuan hidup kita, maka kita tidak akan mudah tergoyahkan oleh tekanan hidup maupun godaan dosa. Kita menyadari bahwa hidup kita berada dalam kendali Tuhan yang sempurna. Dalam menjalani hidup ini, yang penting bukanlah ada atau tidak ada masalah, tetapi kita tahu dengan pasti bahwa ada Tuhan yang menyertai perjalanan kita. Amin.
02 Juli 2023
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
02 Juli 2023
Sekaranglah saatnya kita memanggil Yang Maha Agung sebagai Bapa, tetapi harus disertai dengan perasaan krisis, yaitu apakah kita benar-benar layak memanggil-Nya sebagai Bapa. Perasaan krisis seperti ini akan membuat kita benar-benar merenung setiap apa yang kita pikirkan, ucapkan, dan lakukan. Ciri seorang anak Allah adalah pertama-tama menjalani kehidupan yang tidak bercacat dan tidak bercela. Menjalani kehidupan seperti ini sangat berat, tetapi juga merupakan hal yang paling penting karena Alkitab menyatakan bahwa kamu harus kudus karena Dia adalah kudus; kamu harus keluar dari antara mereka dan tidak menjamah apa yang najis. Kedua, tidak memandang dunia sebagai sumber keindahan. Tidaklah mudah karena kita masih hidup di dunia dan hampir semua orang menginginkan kebahagiaan dari dunia. Oleh karena itu, kita harus memiliki hubungan dengan Tuhan yang hidup sehingga kita terpesona hanya kepada-Nya sehingga seluruh hidup kita hanya diarahkan untuk bersatu dengan-Nya. Ketika kita mencapai tingkat ini, keindahan dunia menjadi semakin pudar dalam pandangan kita.
Kita telah terikat dalam berbagai kesenangan dunia selama ini, dan akan terasa sangat sulit untuk melepaskan diri dari kesenangan-kesenangan yang selama ini kita nikmati. Saya menyampaikan hal ini karena saya melihat diri saya sendiri dan menyadari betapa sulitnya melepaskan diri dari berbagai macam kesenangan yang mengikat, meskipun telah berjuang selama bertahun-tahun untuk "mematikan" keinginan-keinginan yang mengikat dan menjauhkan saya dari Tuhan. Namun, saya menemukan cara yang paling efektif untuk melepaskan diri adalah dengan menghayati bahwa hidup di dunia ini tidaklah lama.
Sampai pada titik ini, saya tidak lagi memiliki keinginan untuk memenuhi kebahagiaan diri sendiri. Jika pun saya menginginkan sesuatu, semua yang saya inginkan hanya untuk kepentingan Tuhan semata, karena kebutuhan saya adalah melayani Bapa di surga. Jika Anda masih memandang dunia ini indah, maka Anda tidak akan dapat memahami ajaran Tuhan dengan benar dan tidak mungkin berjuang sepenuhnya untuk mengikuti jejak hidup-Nya. Kita harus memahami bahwa hidup kita ini adalah pekerjaan Tuhan, sehingga baik di kantor, di rumah, di sekolah, atau di mana pun kita berada, kita melakukan apa yang Tuhan inginkan.
Ketika kita berjuang untuk menjalani hidup mengikuti jejak hidup Tuhan Yesus, maka kita baru dapat memanggil Allah dengan sebutan Bapa, seperti Yesus memanggil Allah sebagai Bapa-Nya. Ketika kita memanggil-Nya sebagai Bapa, timbul kerinduan yang sangat kuat dalam hati kita untuk menyatu dengan-Nya, dan karena itu, kita akan melaksanakan tugas-tugas kita di dunia ini dengan sebaik-baiknya, semata-mata untuk menunjukkan pengabdian kita kepada-Nya. Amin.
25 Juni 2023
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
25 Juni 2023
Untuk menjadi anak Allah yang sah, kita harus berjuang untuk tumbuh menjadi serupa dengan pribadi Anak Allah yang kita kenal dalam Tuhan Yesus Kristus. Dalam proses perjuangan untuk mengubah kodrat sampai berubah menjadi anak Allah yang sah, Allah Bapa mendidik kita sampai benar-benar berubah dan layak disebut sebagai anak. Dalam proses pembentukan ini, kita perlu bersedia menerima setiap proses didikan Bapa dalam setiap peristiwa yang kita alami. Jika kita terlalu sibuk dengan banyak hal, maka kita tidak akan dapat melihat didikan Tuhan di balik setiap peristiwa yang kita alami. Padahal kesempatan untuk "melihat" dan mengalami didikan Tuhan sangat terbatas, hanya sebatas usia kita, sedangkan didikan Tuhan tersebut sangat menentukan keberadaan kekal kita.
Oleh karena itu, kita perlu menyadari setiap hari, ketika Tuhan memberi hari yang baru kepada kita, itulah kesempatan untuk menerima didikan Tuhan. Tujuan Tuhan mendidik kita melalui berbagai peristiwa yang kita alami adalah agar kita bisa berubah sesuai dengan kehendak-Nya. Namun, agar Tuhan dapat mendidik kita, Tuhan harus memiliki hidup kita lebih dahulu. Inilah alasan Tuhan Yesus mati di kayu salib, agar kita bisa sepenuhnya menjadi milik-Nya, dan hanya ketika kita sah menjadi milik-Nya, maka kita dididik agar menjadi seperti yang Dia inginkan.
Perhatikan, jika seorang pencuri dibebaskan tanpa dididik agar tidak mencuri lagi, itu akan membuat si pencuri menjadi lebih jahat. Jadi, ketika kita memanggil Bapa, sebenarnya di balik panggilan tersebut ada panggilan untuk menerima didikan, di mana didikan Bapa adalah mengubah kita agar menjadi serupa dengan gambaran anak-Nya, karena hanya Dia yang layak menjadi model seorang anak yang berkenan. Oleh karena itu, orang-orang yang mengalami perkenanan Bapa haruslah semakin serupa dengan Tuhan Yesus. Jadi, jika tidak menjadi seperti Tuhan Yesus, maka kita bukanlah anak Allah.
Mungkin di antara kalian ada yang bertanya apakah menjadi seorang Kristen begitu sulit? Inilah standar yang harus dipenuhi oleh orang yang diangkat menjadi Anak Allah. Sejak dulu, jika seseorang ingin disahkan sebagai anak-Nya, maka harus berjuang untuk masuk melalui pintu yang sempit. Tuhan Yesus juga berkata bahwa jika kita ingin menjadi murid-Nya, kita harus menjual semua milik kita dan memberikannya kepada orang miskin. Artinya, Tuhan Yesus menginginkan agar kita melepaskan diri dari segala ikatan sehingga dapat menjadi murid-Nya.
Masalahnya, dalam kekristenan saat ini, terdapat pengajaran bahwa seseorang dapat dengan mudah masuk ke Surga tanpa perjuangan yang benar. Namun, kita bertekad untuk mengembalikan ajaran Tuhan Yesus yang telah diabaikan dan dianggap sepele. Ingatlah, tidak ada barang berkualitas dengan harga murah, dan tidak ada kehidupan berkualitas tinggi tanpa proses didikan dari Bapa yang mengarahkan mereka yang menerimanya untuk memiliki kualitas yang tinggi. Akibat pengajaran yang menyimpang yang telah diajarkan begitu lama, pengajaran yang benar dianggap salah dan menyimpang, serta tidak mungkin dapat dijangkau. Padahal, inilah kehidupan normal seorang anak Allah.
Jangan sampai ketika kita menghadap tahta pengadilan-Nya, kita gemetar karena kita tahu bahwa kehidupan yang kita jalani di dunia ini tidak pantas di hadapan-Nya. Sehingga ketika kita menghadap Bapa, kita baru menyadari bahwa sebenarnya kita tidak pantas memanggil-Nya sebagai Bapa. Agar dapat dianggap pantas, kita harus berjuang untuk menjadi anak yang sesuai dengan panggilan-Nya, oleh karena itu dikatakan bahwa kita harus mengerjakan keselamatan dan menerima didikan dari Allah Bapa. Amin.
18 Juni 2023
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
18 Juni 2023
Jika kita memperhatikan pernyataan Tuhan Yesus dalam Matius 7:21-23, terlihat seolah-olah Tuhan ingin menyampaikan mengapa kamu memanggil Aku Tuhan, tetapi tidak melakukan kehendak Bapa? Karena kamu tidak melakukan kehendak Bapa, maka Aku tidak mengenalmu, yang artinya Aku tidak menerima panggilanmu. Ketika kita memanggil seseorang sebagai penguasa, tetapi orang itu tidak mengenal kita, sedangkan kita memanggilnya seolah-olah kita sudah menganggapnya sebagai teman, pasti orang tersebut akan menjawab, "Siapa kamu? Kita tidak pernah memiliki hubungan sebelumnya." Jadi, panggilan kita kepada seseorang sebagai teman harus memiliki dasar atau memiliki hubungan yang terjalin.
Ketika kita mengatakan kepada Tuhan, "Aku percaya kepada-Mu, Tuhan," pertanyaannya adalah apakah Tuhan benar-benar merasa bahwa kita percaya kepada-Nya? Demikian juga ketika kita berkata kepada Tuhan, "Aku mengasihi-Mu," apakah Tuhan merasa bahwa kita benar-benar mengasihi-Nya? Sebenarnya, hal ini juga berlaku ketika kita memanggil-Nya sebagai Bapa, apakah Bapa merasa bahwa kita benar-benar memperlakukan-Nya sebagai Bapa? Masalahnya adalah banyak orang Kristen yang mengatakan, "Aku mengasihi-Mu, Tuhan," tetapi perkataan tersebut hambar karena tidak diwujudkan dalam tindakan. Jadi, kita harus merasa krisis ketika kita memanggil-Nya sebagai Bapa, seperti ketika aku memanggil-Nya sebagai Bapa, apakah panggilanku ini diterima atau tidak? Jangan sampai kita memanggil-Nya sebagai Bapa, tetapi Dia berkata, "Siapa kamu? Aku tidak mengenal kamu."
Masalahnya adalah banyak orang yang tidak peduli dengan keadaan ini karena mereka tidak mau serius dalam berhubungan dengan Allah. Jika saudara berbisnis dan ada seseorang yang secara jelas dapat memenangkan tender tersebut, maka saudara pasti ingin mengenal orang tersebut, bahkan saudara pasti akan membangun hubungan karena orang tersebut dapat menguntungkan saudara. Seharusnya sikap kita terhadap Allah lebih dari usaha seorang pengusaha, karena hal itu menentukan nasib kekal kita. Masalahnya adalah kita hanya membangun hubungan dengan Allah secara asal-asalan dan tidak sepenuhnya, padahal jika kita benar-benar memiliki hubungan yang dalam dengan Allah, kita akan tahu apa yang Dia rasakan tentang kita. Jadi, kita harus merasa krisis untuk merasakan apa yang Allah rasakan, karena jika terus mengabaikan perasaannya, maka Allah akan diam saja karena Dia tahu bahwa kita tidak sungguh-sungguh berusaha mengerti perasaannya. Maka pada akhirnya, Allah akan membiarkan kita, inilah tingkat menghujat hubungan kita. Sebenarnya, tahap ini dimulai dari ketidakseriusan kita dalam memperhatikan perasaan Allah. Jadi, rasa takut terhadap Allah harus dibangun dalam kehidupan kita sehari-hari, karena jika tidak, kita tidak akan memiliki hati yang takut akan Allah. Masalahnya adalah kita lebih takut akan malu, kekurangan, tidak terhormat, dan kerugian daripada takut akan Allah. Amin.
11 Juni 2023
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
11 Juni 2023
Kita akan dipimpin oleh Roh Allah jika kita memberikan diri kita untuk dipimpin. Namun, jika kita terus menolak dipimpin oleh Roh Allah, maka kita akan berada dalam kegelapan yang menghujat Roh. Di sinilah orang tidak lagi dipimpin oleh Roh Kudus.
Perhatikanlah tingkatan-tiangan yang mengarah pada seseorang yang menghujat Roh Kudus. Dimulai dengan perilaku yang menyedihkan Roh Kudus, mereka terus hidup dalam dosa tanpa mempedulikan keadaan mereka. Jika hal ini terus dilakukan, maka orang tersebut sedang memadamkan Roh Kudus. Dan jika hal ini terus-menerus dilakukan, maka mereka berada dalam keadaan yang disebut sebagai menghujat Roh Kudus.
Oleh karena itu, jika kita melihat seseorang yang hidup dalam dosa namun tampak bahagia, jangan salah menilai, mungkin dia sudah tidak lagi dipimpin oleh Roh Kudus. Ketika Yesus mengajari kita Doa Bapa Kami, Tuhan Yesus menginginkan kita berada di tempat sebagai anak dan sebagai anak dari Bapa yang Maha Kudus. Maka kita harus menyesuaikan diri agar benar-benar dapat menjalani kehidupan yang kudus seperti yang diinginkan Bapa.
Jika kita benar-benar berjuang menjalani hidup yang kudus, maka Roh Kudus akan memimpin kita sampai kita mencapai standar kekudusan yang Allah inginkan. Di tengah perjuangan menjalani hidup seperti yang Tuhan inginkan, sering kali Allah mengijinkan kita mengalami situasi yang tidak nyaman, bahkan menyakitkan, agar kita benar-benar dapat berubah. Sebab satu-satunya cara untuk mengatasi kelemahan-kelemahan yang sudah mengakar dalam diri kita adalah melalui pukulan dan pengajaran, seperti yang tertulis dalam Ibrani 12:6, bahwa Tuhan mengajar orang yang dikasihi-Nya dan menyesahkannya sebagai anak.
Keadaan ini tentu sangat tidak nyaman, tetapi Tuhan memberikan kepada kita pengalaman yang tidak pernah kita rasakan sebelumnya, karena ternyata kita dapat "keluar" dari kelemahan-kelemahan tersebut. Di sinilah kita dapat bersyukur untuk penderitaan-penderitaan yang menyakitkan tersebut, tetapi tetap kita harus membangun kewaspadaan dan komitmen untuk tidak jatuh lagi dengan menjauhkan diri dari cobaan-cobaan yang membuat kita mudah terjerumus.
Panggilan Allah sebagai Bapa membawa tanggung jawab yang besar. Di balik pernyataan itu, seolah-olah Tuhan ingin mengatakan, "Buatlah panggilanmu kepada Allah sebagai Bapa menjadi benar." Karena tidak hanya sekadar panggilan, tetapi juga berkaitan dengan hubungan yang kuat. Hubungan tersebut juga melibatkan keberadaan kita yang memanggil, karena dikatakan bahwa jika kamu memanggil Allah sebagai Bapa, maka kamu harus kudus; kamu harus dipimpin oleh Roh Allah.
Jadi, panggilan kita kepada Allah sebagai Bapa harus disertai dengan perjuangan untuk meneguhkan diri kita sebagai anak, agar ketika kita memanggil Allah sebagai Bapa, kita diterima oleh-Nya, Amin.
04 Juni 2023
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
04 Juni 2023
Tuhan Yesus dengan tegas dan jelas mengajarkan kepada orang-orang percaya untuk memanggil Allah sebagai Bapa. Jika sampai Yesus mengajarkan kepada kita untuk memanggil Allah sebagai Bapa, itu berarti bahwa ada panggilan di mana kita harus menjadi anak-anak-Nya. Jika Allah adalah Bapa kita, maka hidup yang kita jalani harus mencerminkan kualitas yang dimiliki oleh Allah sebagai Bapa, dan kualitas ini diwakili oleh Anak Tunggal Bapa yang turun ke dunia menjadi sama dengan kita, yaitu Tuhan Yesus Kristus. Jadi, jika kita memanggil Allah sebagai Bapa, kita harus mencerminkan hidup yang telah dilalui oleh Tuhan Yesus saat Ia menjadi manusia seperti kita 2000 tahun yang lalu.
Jadi, di balik kita memanggil Allah sebagai Bapa, ada konsekuensinya, yaitu kita harus menjalani hidup sebagai orang yang pantas disebut anak-anak dari Allah yang Mahatinggi. Dengan jelas, 1 Petrus 1:17 mengatakan: "Dan jika kamu memanggil Dia Bapa, Dia yang tidak memandang muka dalam menghakimi setiap orang menurut perbuatannya, hiduplah dengan takut selama kamu menumpang di dunia ini." Ini berarti bahwa jika kita memanggil Allah sebagai Bapa, tidak hanya Dia mendengar panggilan kita, tetapi Dia juga melihat perbuatan kita. Ayat sebelumnya mengatakan "jadilah kudus, sebab Aku kudus." Jadi, panggilan kita kepada Allah sebagai Bapa bukan hanya panggilan tanpa makna, tetapi di balik itu, ada konsekuensi di mana kita harus menjadi pribadi yang mewakili pribadi Allah. Dalam Yakobus 4:5 dikatakan bahwa janganlah kita menganggap bahwa Kitab Suci tanpa alasan berkata "Roh yang diam dalam diri kita mengingini dengan cemburu." Melalui pernyataan ini, Tuhan Yesus ingin kita menyadari adanya keterkaitan emosional yang sangat kuat antara kita dengan Allah. Ketika dikatakan bahwa Dia mengingini, karena Dia memiliki kasih sayang yang besar terhadap Roh yang Dia tempatkan dalam diri kita. Jadi, di balik Tuhan Yesus mengajarkan kita untuk memanggil Allah sebagai Bapa, sebenarnya Dia ingin mengembalikan kita sebagai anak-anak yang sah (huios), yang merupakan misi yang luar biasa. Masalahnya adalah banyak orang memanggil Allah sebagai Bapa, tanpa menyadari adanya tanggung jawab, konsekuensi, dan risiko yang terkait dengan panggilan memanggil Allah sebagai Bapa. Akibatnya, banyak orang Kristen merasa bahwa mereka adalah anak-anak Allah, tetapi ironisnya Allah tidak merasa bahwa mereka adalah anak-anak-Nya.
Dalam Kejadian 6:1-3, disebutkan bahwa ada anak-anak Allah dan anak-anak manusia. Ketika anak-anak manusia mulai menjadi banyak dan anak-anak Allah melihat mereka, mereka memilih pasangan dari antara anak-anak manusia sesuai keinginan mereka, yang menyebabkan penderitaan hati Allah. Anak-anak Allah yang disebut di sini adalah keturunan Set, sedangkan anak-anak manusia adalah keturunan dari orang-orang yang memberontak terhadap Allah. Apa perbedaannya? Meskipun Adam gagal, Roh Allah masih ada di antara keturunannya, seolah-olah Allah masih mencoba memberikan kesempatan kepada manusia. Namun, ternyata manusia itu masih dikuasai oleh daging, karena kecenderungannya selalu berbuat dosa dan memberontak terhadap Allah, maka Roh Allah mundur dari mereka. Jika mereka mengikuti kehendak Allah, mereka dianggap sebagai anak-anak Allah, tetapi ketika mereka tidak mengikuti kehendak Allah, mereka tidak lagi menjadi anak-anak Allah dan Roh Allah mundur dari mereka. Amin.
28 Mei 2023
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
28 Mei 2023
Prinsip yang harus kita pegang untuk mengalami perubahan adalah berdasarkan Ibrani 12:4, di mana dalam pergumulan kita melawan dosa, kita belum mencapai titik di mana kita harus mengorbankan nyawa kita. Pernyataan ini sebenarnya mengindikasikan bahwa kita belum sepenuhnya berjuang melawan dosa yang ada dalam diri kita. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memiliki filosofi "aku mau melakukan apa yang tidak bisa aku lakukan".
Jika kita benar-benar bisa membayangkan dan memahami bahwa sebenarnya kita akan binasa oleh api kekal, tetapi diselamatkan oleh tindakan penebusan Tuhan Yesus, maka kita akan hidup untuk Tuhan yang telah menebus kita, seperti yang dikatakan dalam 1 Korintus 10:31, "Jika engkau makan atau minum, atau melakukan segala sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah."
Sebagai contoh, jika seseorang mengalami gagal jantung dan harus mati, tetapi ada seseorang yang memberikan jantungnya agar orang tersebut bisa tetap hidup, orang tersebut pasti merasa berhutang budi bahkan berhutang nyawa kepada orang yang telah memberikan jantungnya. Tetapi Tuhan Yesus telah menebus dan membebaskan kita dari api kekal selamanya. Oleh karena itu, sudah seharusnya kita menunjukkan rasa terima kasih kepada-Nya melalui sikap dan tindakan kita untuk melakukan apa pun yang Dia inginkan.
Di sinilah kita menyadari bahwa kita tidak dapat hidup sesuai keinginan kita sendiri, tetapi sisa hidup kita hanya digunakan untuk melakukan apa yang Dia inginkan.
Meskipun seseorang telah menerima kebenaran dan bahkan pandai berbicara tentang kebenaran, jika mereka tidak memiliki tekad yang kuat untuk berubah, maka keindahan batiniah mereka tidak akan mungkin terlihat di hadapan Bapa Surgawi. Oleh karena itu, kita harus terus mengisi diri kita dengan meditasi Firman Tuhan yang semakin kuat untuk mengubah hati batiniah kita.
Sebagai seorang gembala, saya menyadari bahwa saya harus hidup dengan sungguh-sungguh dalam kebenaran yang saya ajarkan, karena hanya dengan cara ini, kebenaran yang saya sampaikan akan memiliki kekuatan untuk menantang pendengarannya agar berubah. Oleh karena itu, saya harus membangun suasana jiwa yang terus terhubung dengan Tuhan dalam setiap keadaan, baik melalui doa pribadi, mempelajari Firman, dan terus membangun komunikasi yang intens dengan Tuhan dalam setiap situasi, sehingga menjadi irama yang melekat dalam diri saya.
Meskipun saya tahu bahwa membangun pola hidup seperti ini tidaklah mudah, dan ketika mengajarkannya, seringkali akan dianggap sebagai ajaran yang tidak masuk akal. Semua anggapan tersebut tidak mengurangi semangat saya untuk serius menjalani sisa hidup ini hanya untuk memilih Tuhan. Kita dapat melihat bahwa Abraham, Nuh, Maria, Paulus, dan jemaat-jemaat awal yang dengan sungguh-sungguh mengikut Tuhan juga dianggap sebagai orang-orang yang tidak masuk akal oleh mereka yang hidup pada zamannya, namun sekarang kita dapat melihat hasil dari keputusan mereka.
Seharusnya sisa hidup yang kita jalani hanya kita pergunakan untuk terus membenahi diri agar suatu saat nanti kita dapat ditemukan layak di hadapan Tuhan. Dalam proses membenahi diri tersebut, Tuhan akan mengizinkan kita mengalami peristiwa-peristiwa yang tidak menyenangkan bahkan menyakitkan. Di situlah kita diuji apakah kita bersedia memilih Tuhan atau tidak. Oleh karena itu, kita harus berani melihat kekurangan diri sendiri dan mengevaluasi diri setiap saat, apakah masih ada bagian dalam hidup ini yang belum berkenan di hadapan Tuhan.
Jika kita jujur, kita akan melihat bahwa kita masih dengan mudah mengikuti keinginan dosa; berbicara dan bertindak sesuka hati, cenderung berpura-pura ketika berada di hadapan orang lain, sombong, angkuh, mudah tersinggung, ingin dianggap penting, ingin menjadi orang yang terhormat, bahkan cenderung memiliki sifat licik. Oleh karena itu, kita harus berani melihat kekurangan diri kita sendiri dan berjuang untuk memperbaikinya setiap hari, hingga kita dapat hidup dengan prinsip seperti yang dikatakan dalam Galatia 2:20, "Namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku." Amin.
21 Mei 2023
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
21 Mei 2023
Sesungguhnya, dengan berjuang untuk menghidupi ajaran dan teladan hidup Tuhan Yesus, maka keputusan ini dapat disebut sebagai memilih Tuhan melebihi apapun. Jika seseorang mengaku Kristen atau melakukan aktivitas Kristen, tetapi tidak mau berjuang menghidupi ajaran dan teladan hidup Tuhan Yesus, maka ia belum dapat dikategorikan sebagai orang Kristen.
Ketika berjuang menghidupi ajaran dan teladan hidup Tuhan Yesus, maka pasti akan mengalami ketidaknyamanan bahkan penderitaan, karena kita sudah terbiasa menjalani hidup menuruti keinginan kita sendiri. Tetapi sejak kita mengerti kebenaran, maka kita harus terus menerus belajar menyesuaikan hidup kita dengan keinginan Tuhan.
Menjalani gaya hidup seperti ini sama juga dengan mengakhiri jalan hidup kita. Keputusan ini pasti membuat kita tidak nyaman dan menderita.
Jadi, jika di zaman gereja awal untuk memisahkan orang Kristen yang sungguh-sungguh dengan yang tidak sungguh-sungguh melibatkan penderitaan, bagi yang sungguh-sungguh memilih Tuhan, maka mereka rela mengalami penderitaan apa pun konsekuensinya. Sedangkan di zaman sekarang, untuk memisahkan orang Kristen yang sungguh-sungguh dan yang tidak sungguh-sungguh melibatkan kenyamanan. Bagi orang Kristen yang sungguh-sungguh, ia rela tidak memiliki kenyamanan demi menjalani hidup seperti yang Tuhan inginkan, sedangkan bagi orang Kristen yang tidak sungguh-sungguh, maka mereka lebih memilih mencari kenyamanan daripada harus mengikuti ajaran dan teladan hidup Tuhan Yesus.
Jadi, orang Kristen yang sungguh-sungguh memilih untuk menyenangkan Tuhan harus rela melepaskan kenyamanannya demi mengikuti pimpinan-Nya. Mungkin perkataan ini terdengar absurd, karena bagaimana bisa kita tahu jika dipimpin oleh Tuhan? Jawabannya adalah dengan bergaul erat dengan Tuhan. Semakin bergaul erat dengan Tuhan, maka ada suara-suara kecil di hati kita yang berbicara dan membimbing. Jika kita mau menuruti suara kecil tersebut, maka kita akan mengalami dorongan spiritual dan menjadi lebih peka terhadap tuntunan Roh Kudus. Sebaliknya, jika terus-menerus melawan suara kecil tersebut, maka seiring berjalannya waktu, suara tersebut akan semakin hilang dan kita akan kehilangan dorongan spiritual.
Inilah yang disebut dengan mendukakan Roh Kudus. Jika hal ini terus-menerus terjadi, maka kita akan masuk ke fase memadamkan Roh Kudus, dan jika terus dilakukan, maka akan masuk ke tahap akhir yaitu menghujat Roh Kudus. Jadi, jika menjalani hidup yang salah dan tidak benar tetapi segala sesuatu berjalan baik saja, seharusnya membuat kita gelisah, karena mungkin Roh Kudus tidak memimpin kita lagi. Tetapi jika setiap hari kita menghadapi masalah hidup dan melalui masalah tersebut kita disadarkan bahwa kita sudah jauh dari jalan Tuhan, maka seharusnya kita bersyukur, karena itulah cara Tuhan untuk menegur dan meluruskan jalan kita kembali.
Oleh karena itu, jika saat ini kita menghadapi masalah dalam bentuk apapun, jangan terburu-buru meminta Tuhan untuk menyelesaikan masalah tersebut, tetapi tanyakan kepada Tuhan apa yang harus diperbaiki melalui masalah yang kita hadapi, sehingga melalui setiap masalah demi masalah, Tuhan mengajarkan jalan-Nya kepada kita. Amin.
14 Mei 2023
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
14 Mei 2023
Saudaraku,
Hidup yang kita jalani ini akan selalu dihadapkan pada pilihan-pilihan, di mana setiap pilihan yang kita ambil akan menunjukkan apakah kita memilih untuk menyenangkan Tuhan atau tidak. Memilih Tuhan artinya memilih untuk menyenangkan Tuhan lebih dari memilih untuk menyenangkan diri kita sendiri. Disinilah kita mengerti bahwa setiap saat dan setiap keadaan, kita selalu akan dihadapkan pada pilihan apakah kita lebih memilih Tuhan atau memilih yang lain.
Jadi, memilih Tuhan juga tidak cukup dilakukan hanya satu kali, di mana ketika sudah menjadi Kristen, rajin ke gereja, menjadi aktivis bahkan menjadi pendeta, maka kita sudah merasa memilih Tuhan. Namun, ketika kita dihadapkan pada pilihan demi pilihan, di situlah kita harus memilih Tuhan lebih dari apapun juga.
Ketika seseorang merasa bahwa ia sudah memilih Tuhan dengan menjadi Kristen, maka pilihannya hanya ke gereja dan tidak ke gereja; melakukan aktivitas rohani dan tidak melakukan aktivitas rohani. Namun, sebenarnya seluruh aktivitas yang kita jalani adalah aktivitas rohani. Jika pemahaman memilih Tuhan hanya sebatas melakukan aktivitas gerejani, maka pengiringan kita pada Tuhan bersifat dangkal dan tidak akan memiliki pengalaman berjalan dengan Tuhan yang bisa mengubah karakter.
Dalam Lukas 9:23 dengan tegas Yesus berkata, "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari, dan mengikut Aku." Melalui pernyataan ini, Yesus ingin mengatakan bahwa jika kamu memutuskan untuk memilih-Nya, kamu harus mengikuti jejak hidup-Nya. Kamu bisa mengikuti jejak-Nya jika kamu mau menyangkal diri dan memikul salib setiap hari, di mana menyangkal diri artinya menaklukan keinginan-keinginan dosa dalam dirimu, dan memikul salib setiap hari artinya rela berkorban demi orang lain diselamatkan.
Ketika ada seseorang yang ingin mengikuti-Nya, maka Yesus berkata bahwa serigala memiliki liang, burung memiliki sarang, tetapi anak manusia tidak memiliki tempat untuk meletakkan kepalanya. Bahkan Yesus lebih tegas lagi dalam Lukas 14:33, "Demikian pula, setiap orang di antara kamu yang tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya, tidak dapat menjadi murid-Ku."
Dari pernyataan-nyataan Yesus tersebut, dapat disimpulkan bahwa jika seseorang memilih Tuhan, maka ia harus berani menanggalkan kepentingan dan kesenangannya sendiri, dan hidup hanya untuk kepentingan Tuhan. Sesungguhnya inilah standar yang harus dihidupi oleh umat percaya ketika ia memilih Tuhan.
Ketika jemaat mula-mula memilih untuk mengikuti Tuhan, mereka siap kehilangan segalanya demi mempertahankan pilihan tersebut. Namun, terkadang kita hanya memandang pilihan untuk mengikuti Tuhan sebagai aktif dalam kegiatan gereja, padahal itu hanya bersifat dangkal. Sehingga, kita terjebak dalam pola hidup yang salah sepanjang hidup kita, dan itu adalah ironis. Namun, belakangan kita menyadari kesalahan itu dan ingin berubah serta membenahi diri.
Pada awalnya, ketika gereja masih baru, orang-orang yang memilih untuk mengikuti Tuhan menyadari konsekuensi dari pilihan mereka, yaitu mereka harus siap menghadapi penderitaan dan bahkan nyawa mereka sebagai taruhannya. Kondisi pada waktu itu memisahkan orang-orang yang memilih Tuhan dan yang tidak. Bagi mereka yang memilih Tuhan, mereka siap dengan segala risiko dan konsekuensi yang harus mereka hadapi, bahkan penderitaan dan aniaya demi mempertahankan pilihannya.
Namun, ketika gereja dijadikan agama negara pada abad ke-5 hingga ke-15, gereja mengalami kemunduran yang signifikan, bahkan moralnya semakin bobrok dan ambruk, sehingga gereja masuk ke dalam abad kegelapan. Bahkan pusat gereja di Timur, yaitu Byzantium yang berpusat di Istanbul, kini hanya tinggal kenangan. Amin.
07 Mei 2023
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
07 Mei 2023
Saudaraku,
Sebenarnya sangat baik jika kita merenungkan keberadaan kita di masa lalu, dari masa kecil hingga saat ini, termasuk rencana Tuhan dalam hidup kita dan mengapa Dia memberikan kita kesempatan untuk lahir di dunia ini. Ini bukan tentang mengatasi semua masalah dan melanjutkan hidup tanpa hambatan, karena selama kita masih hidup di dunia ini pasti akan ada masalah. Namun, jika kita belajar merenungkan perjalanan hidup kita sejauh ini, dan membandingkan dengan keadaan kita saat ini, maka kita dapat bersyukur atas segala hal yang kita miliki saat ini, seperti kesempatan untuk mendidik anak-anak kita atau memiliki pasangan hidup yang menjadi teman perjalanan kita di dunia ini. Mungkin tidak semua orang bisa menemukan kedua hal tersebut, tetapi yang pasti jika kita masih hidup saat ini, itu berarti Tuhan masih memberikan kesempatan bagi kita untuk berubah.
Saat saya merenungkan perjalanan hidup saya, saya bersyukur atas badai-badai yang saya alami, karena badai-badai tersebut membantu saya untuk memperbaiki jalan hidup saya dan menyempurnakan hidup saya. Karena seringkali Tuhan sudah memberikan teguran baik melalui Firman-Nya, orang-orang di sekitar kita, atau bahkan melalui peristiwa hidup yang kita alami, namun kita sering kali mengabaikannya. Oleh karena itu, Tuhan harus menggunakan "badai" agar kita sadar bahwa kita sudah terlalu jauh berbuat salah, dan badai tersebut untuk meluruskan jalan hidup kita. Tetapi jika saat ini jalan hidup kita sudah benar, namun masih ada badai, itu berarti Tuhan sedang membersihkan kita agar kita bisa lebih efektif digunakan sebagai alat-Nya.
Kita bisa melihat badai sebagai sebuah kebaikan, karena badai dapat membantu kita tumbuh dan semakin mengasihi Tuhan. Sehingga, jika kita semakin mengasihi Tuhan, pasti akan ada badai yang membantu memperbaiki jalan hidup kita dan memurnikan kita sebagai alat yang lebih efektif bagi-Nya.
Ingatlah, apapun bentuk badai yang kita alami, pasti tidak akan melebihi kekuatan kita. Badai itu akan berlalu dan Tuhan pasti akan memberi jalan keluar (1 Korintus 13:10). Jika badai belum berlalu, itu berarti proses pemurnian kita belum selesai atau kita belum pindah jalur dari kesalahan yang kita lakukan. Namun jika kita telah mengalami badai dan tetap memperkuat hati, maka Tuhan tidak lagi menegur kita sampai pada titik point of no return.
Saya harap saat Anda mendengarkan fakta ini, Anda bisa bersikap benar dalam menghadapi badai hidup. Saya bersyukur atas badai-badai hidup yang saya alami, karena melalui badai itu saya dikembalikan pada jalur yang Tuhan inginkan. Bahkan jika saya masih mengalami badai saat ini, saya tahu bahwa semua badai itu untuk memurnikan hidup saya.
Selain itu, kita juga harus belajar untuk "menikmati" badai. Seni menikmati badai adalah seni menemukan Tuhan di tengah-tengah ketidaknyamanan hidup. Jika kita bersungut-sungut, marah, atau kecewa, kita tidak akan menemukan Tuhan di balik badai. Namun jika kita mulai belajar menyesuaikan diri dengan hidup di dalam badai, kita akan menemukan mutiara-mutara berharga di tengah badai hidup kita. Karena dalam keadaan seperti itu, kita akan mengalami Tuhan menasehati, menuntun, dan mengubah hidup kita menjadi seperti yang Dia inginkan.
Kebenaran ini hanya bisa dimengerti oleh orang yang mau berubah menjadi lebih indah di hadapan Tuhan dan sesama, serta orang yang fokus pada kekekalan hidupnya. Ingatlah, jika kita mengalami badai, itu pasti atas izin Tuhan dan pasti ada rencana Tuhan di balik badai itu. Tuhan ingin mendidik, menasehati, dan mengarahkan kita agar melalui badai hidup kita, kita bisa menemukan rencana Tuhan atas hidup kita.
Kita tidak boleh bereaksi salah dalam menghadapi badai. Jika kita marah dan bersungut-sungut, kita tidak akan bisa menemukan mutiara-mutiara berharga yang Tuhan sediakan untuk kita temukan di balik badai hidup kita. Persungutan hanya akan membuat telinga rohani kita tuli sehingga kita tidak bisa mendengar suara Tuhan atau menangkap maksud Tuhan di balik badai hidup kita.
Ketika Yusuf mengalami badai hidup, kita tidak menemukan sedikitpun keluhan dari dia karena penderitaan yang dia alami. Bahkan ketika dia sudah menjadi penguasa di Mesir dan saudara-saudaranya datang membeli gandum di Mesir, dia tidak marah dan membalas perlakuan mereka. Sebaliknya, dia justru berkata, "Tuhan yang membawa aku mendahului kalian ke Mesir". Pernyataan ini hanya bisa diucapkan oleh orang yang memiliki pergaulan dengan Tuhan di tengah-tengah badai. Amin.
30 April 2023
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
30 April 2023
Saudaraku,
Ketika orang percaya, mereka diajarkan bahwa Tuhan adalah baik dan berkuasa serta siap membantu menghadapi pergumulan dalam hidup. Tanpa mengikuti tuntunan Tuhan, orang tidak akan pernah benar-benar mengerti dan tidak akan mampu memenuhi rencana-Nya untuk hidup mereka. Ini adalah hal yang terus diajarkan dalam gereja, karena pada dasarnya semua orang ingin bahagia di dunia ini. Namun, kenyataannya adalah selama kita hidup di dunia ini, kita akan selalu menghadapi masalah sampai kita mati. Jadi, jika seseorang mencari Tuhan hanya untuk memecahkan masalah-masalah dunianya, maka ia tidak akan bisa hidup sesuai dengan rencana Tuhan. Tidak mengherankan jika seseorang tidak berusaha memahami kehendak Tuhan, ia akan cenderung memanfaatkan Tuhan hanya untuk menjawab kebutuhan dan kepentingannya sendiri. Meskipun tidak ada masalah dengan itu, kita harus menyadari bahwa kenyamanan hidup di bumi hanya bisa dinikmati selama beberapa puluh tahun saja karena pada akhirnya akan ada ujungnya. Oleh karena itu, lebih baik kita berjuang dengan sepenuh hati untuk menyenangkan Tuhan selama hidup kita agar pada akhirnya kita akan menemukan kebahagiaan yang abadi.
Jadi, ketika kita mengalami badai yang membuat kita tidak nyaman, maka kita harus belajar menangkap maksud dan rencana Tuhan di balik badai yang kita alami. Jika kita masih belum bisa menangkap maksud dan rencana Tuhan, maka kita harus tetap bertekun menghadapinya dan melekat pada Tuhan, karena hanya dengan tetap bertekun dan melekat pada Tuhan, maka kita akan melihat Tuhan tetap memegang tangan kita sampai di pelabuhan akhir hidup ini. Oleh karena itu, apapun keadaan ekstrim yang hari ini kita alami, baik berupa masalah hidup, sakit penyakit, ekonomi yang carut marut, tetaplah bertekun melakukan bagian yang masih bisa kita lakukan dan melekat pada Tuhan karena hanya dengan cara ini kita akan tetap kuat menghadapinya, karena Tuhan menopang hidup kita.
Jika kita merenungkan perjalanan hidup manusia di muka bumi ini, maka kita dapat menyimpulkan bahwa pada akhirnya semua kegembiraan yang kita nikmati maupun semua penderitaan yang kita alami akan berakhir bersama dengan kematian kita. Yang menyedihkan adalah kebersamaan kita dengan orang-orang yang kita cintai juga akan berakhir. Oleh karena itu, orang yang cerdas, logis, dan realistis menyadari kenyataan ini dan akan berusaha sedemikian rupa agar kebersamaan dengan orang-orang yang dicintainya tidak hanya sampai di bumi ini tetapi dapat dinikmati sampai di kehidupan kekal. Dan satu-satunya jalan keluar agar kita tetap dapat menikmati kebersamaan dengan orang-orang yang kita kasihi sampai di kehidupan kekal adalah sama-sama berjuang menjalani hidup sesuai dengan kehendak Tuhan, karena hanya inilah satu-satunya cara supaya kita dapat dipersatukan kembali dengan orang yang kita kasihi di kekekalan.
Menyadari kenyataan ini, maka perjuangan untuk hidup sesuai dengan kehendak Tuhan adalah hal yang paling utama yang harus kita lakukan. Karena ketika kita dengan tekun berjuang untuk memiliki kehidupan yang lebih berkenan pada Tuhan, maka kita sedang "menularkan" kehidupan seperti ini kepada orang-orang yang kita kasihi. Mungkin pemikiran ini dianggap tidak masuk akal, ekstrim, berlebihan, dan bodoh, karena kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi di kehidupan yang akan datang. Memang benar kita tidak pernah tahu kehidupan di dunia yang akan datang, tetapi mari kita belajar berpikir realistis. Tidak mungkin Tuhan menciptakan kita hidup bersama dengan orang yang kita kasihi di dunia yang sangat singkat ini untuk terpisah selamanya.
Kita harus berusaha mencari tahu agar tidak terpisah selamanya dengan orang-orang yang kita cintai. Ketika kita mencari dengan sungguh-sungguh, Tuhan pasti akan berbicara dan mengajar kita tentang cara untuk bersama kembali dengan mereka. Satu-satunya cara untuk bersama kembali dengan orang-orang yang kita kasihi adalah dengan berjuang untuk menjalani hidup sesuai dengan kehendak Tuhan di dunia yang singkat ini. Jika kita ingin memastikan bahwa orang-orang yang kita cintai tetap terjaga hidupnya setelah kita meninggalkan dunia ini dengan asuransi, bagaimana mungkin kita tidak memikirkan tentang hidup yang kekal? Oleh karena itu, kita harus belajar merenungkan kehidupan ini sampai ke kekekalan, bukan hanya sampai kehidupan di dunia yang singkat saja. Karena sesungguhnya kita adalah mahluk kekal, Amin.
23 April 2023
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
23 April 2023
Saudaraku,
Ketika kita bertekad menjalani hidup sesuai dengan kehendak Tuhan, maka kita menemukan kenyataan betapa sulitnya membangun atmosfer jiwa yang konsisten untuk hidup dalam jalan Tuhan, karena sering kali kita tergelincir. Agar kita bisa tetap berada di jalan Tuhan, maka seringkali Tuhan mengijinkan "badai" menerpa hidup kita supaya kita dapat mengerti, menemukan, dan menghidupi rencana Tuhan dalam hidup kita.
Oleh karena itu, kita harus melihat bahwa badai yang kita alami bukan hanya sekadar malapetaka, tetapi badai juga merupakan cara Tuhan agar pada akhirnya kita makin mengerti, menemukan, dan menghidupi rencana Tuhan. Seperti contohnya kisah Yusuf, jika ia tidak mengalami badai maka ia tidak akan sampai ke Mesir, dan jika ia tidak sampai ke Mesir maka ia tidak akan bisa menunjukkan kemuliaan Elohim kepada orang Mesir. Bahkan, melalui badai itulah ia menyelamatkan orang Mesir dan keluarganya ketika mereka mengalami kekeringan yang hebat.
Perlu kita renungkan bahwa jika Yusuf tidak mengalami badai, maka keturunan Abraham bisa saja punah dan akhirnya janji Tuhan yang mengatakan bahwa dari keturunan Abraham lahir Mesias tidak akan terwujud. Ini menunjukkan betapa hebatnya badai dalam menuntun hidup orang-orang yang mengasihi Tuhan. Jangan takut menghadapi badai dan jangan melihat badai sebagai kecelakaan. Jika pun badai tersebut adalah akibat kesalahan kita, selama kita mau berjuang mengasihi Tuhan, maka semua badai itu akan membentuk kita sehingga mendatangkan kebaikan bagi kita maupun bagi keturunan kita.
Jika saya tidak mengalami badai hebat pada tahun 2017, maka saya tidak mungkin bisa mengajarkan kebenaran sekuat ini kepada Anda. Mungkin diantara Anda ada yang sedang mengalami badai saat ini, apapun bentuknya, tetaplah hadapi badai tersebut bersama Tuhan. Karena badai yang kita alami akan meluruskan jalan hidup kita dan memurnikan hidup kita.
Jika Musa tidak menghadapi "badai" karena telah membunuh mandor Mesir, maka dia tidak akan bisa digunakan oleh Elohim Yhwh untuk membebaskan bangsanya dari perbudakan Mesir. Jadi, badai yang dialami Musa diijinkan oleh Allah untuk menjadikannya sebagai alat yang efektif di tangan-Nya untuk menyelamatkan bangsa Israel dari perbudakan Mesir. Meskipun sulit untuk menerima kebenaran ini, ini adalah kenyataannya.
Jadi, jika Anda masih berpikir untuk menghindari badai dan meminta Allah untuk menghapus badai agar Anda dapat menjalani hidup dengan lebih nyaman, maka Anda tidak akan pernah bisa memahami bagaimana Allah memproses hidup Anda agar Anda dapat mencapai rencana-Nya. Yang terlihat di depan Anda adalah orang-orang yang selalu mengalami badai, tetapi di tengah-tengah badai itu, saya melihat bagaimana Allah memimpin dan mendidik saya sehingga hidup saya berubah. Bahkan ketika badai berhenti, saya tidak akan menjadi lengah karena badai telah mengubah hidup saya untuk terus bersikap waspada dan terus bersama Allah. Amin.
16 April 2023
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
16 April 2023
Saudaraku,
Badai biasanya diidentikkan dengan sebuah kesulitan yang sangat besar yang dialami oleh seseorang, bahkan sampai membahayakan hidupnya. Angin badai ini bukanlah angin sepoi-sepoi, meskipun sebenarnya yang membahayakan hidup kita bukan hanya angin badai, tetapi angin sepoi-sepoi juga dapat membahayakan. Ketika monyet ditiup angin besar, maka ia akan lebih berpegang kuat pada batang pohon sehingga tidak terlempar dari pohon itu. Tetapi, angin sepoi-sepoi justru lebih berbahaya, karena akan membuat monyet mengantuk dan jatuh dari atas pohon. Oleh karena itu, kita juga harus tahu bahwa yang membahayakan kita bukan hanya angin badai saja, tetapi angin sepoi-sepoi juga dapat membahayakan.
Namun, ketika kita berada dalam situasi yang tenang, nyaman, dan tidak ada masalah, hal tersebut juga dapat membahayakan kita. Karena kenyamanan hidup akan membuat kita terlena dan tidak sungguh-sungguh mencari Tuhan serta melekat pada-Nya. Tetapi, ketika kita menghadapi masalah besar, banyak orang baru menyadari bahwa semua kenyamanan hidup yang dibangunnya membuatnya terlena dan lupa diri. Menghadapi masalah besar bukan hanya menghadapi masalah-masalah hidup di dunia ini, tetapi juga ketika kita tidak dapat mempertanggungjawabkan hidup yang sudah kita jalani di hadapan Tuhan.
Sesungguhnya ini adalah masalah yang paling besar yang melebihi masalah apapun yang dialami oleh manusia, dan banyak orang baru menyadari bahwa mereka telah salah menjalani hidupnya. Namun, semua kesadaran tersebut menjadi sia-sia karena mereka sudah tidak memiliki kesempatan untuk memperbaiki diri lagi. Seharusnya kita tidak perlu mengalami keadaan seperti ini untuk baru menyadari betapa pentingnya hidup yang sungguh-sungguh melekat pada Tuhan.
Kita harus menyadari bahwa setiap individu yang diciptakan oleh Tuhan memiliki maksud dan tujuan yang khusus. Hal ini dapat dibuktikan dari perbedaan pupil mata dan sidik jari yang dimiliki oleh setiap orang di dunia ini. Oleh karena itu, setiap orang harus berjuang untuk menemukan maksud dan tujuan hidupnya. Ketika kita serius mempertanyakan untuk apa kita diciptakan, maka Tuhan pasti akan membimbing dan mengarahkan kita hingga kita menemukan tujuan yang sesuai. Tujuan penciptaan manusia adalah agar manusia menjalani hidup untuk kepentingan Tuhan. Oleh karena itu, setiap tindakan dan gerakan yang kita lakukan haruslah untuk kepentingan Tuhan. Sayangnya, tidak banyak orang yang menyadari hal ini. Banyak orang justru memanfaatkan Tuhan sebagai "alat" untuk memenuhi kepentingan mereka sendiri, amin.
09 April 2023
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
09 April 2023
Saudaraku,
Jika saat ini Anda merasa haus akan Tuhan, bersyukurlah. Karena pada saat itu, secara perlahan tetapi pasti, Anda bisa memenuhi kekosongan di hati yang hanya bisa diisi oleh Tuhan. Namun, mengisi kekosongan itu hanya bisa dilakukan dengan waktu dan upaya yang sungguh-sungguh, di mana Anda terus merasa bergantung pada Tuhan. Sebagaimana seperti sebuah bejana, Anda harus mengisinya dengan Tuhan saja. Jika seseorang tidak jatuh dalam dosa, hatinya selalu membutuhkan Tuhan, sebab itulah yang membuat seseorang tetap hidup. Misalnya, jika tubuh Anda tidak merasa lapar, itu menandakan bahwa Anda bisa membunuh tubuh Anda sendiri. Kondisi lapar adalah fenomena yang wajar. Demikian juga dengan jiwa, harus diisi dengan kebenaran. Oleh karena itu, Alkitab mengatakan bahwa manusia hidup tidak hanya dari roti saja, tetapi dari setiap Firman Tuhan, sehingga manusia merasa tidak bisa hidup tanpa kebenaran Firman Tuhan. Untuk mengisi kehidupan dengan kebenaran, kita harus menyadari bahwa kita tidak bisa hidup tanpa memiliki hubungan yang personal dengan Tuhan. Itulah satu-satunya cara untuk mengisi kekosongan di hati kita hanya dengan Tuhan. Namun, jika hati kita dipenuhi dengan kesenangan dunia, Tuhan tidak akan memiliki tempat lagi di hati kita.
Dalam menjalani hidup, kita harus memilih apakah akan mengisi hati kita dengan Tuhan dan kebenarannya, atau dengan kesenangan yang ditawarkan dunia. Oleh karena itu, orang yang terbiasa hidup untuk kesenangannya sendiri tidak akan diterima oleh Tuhan meskipun Dia menginginkannya. Orang yang hidup dengan menginginkan dunia sedang menuju kebinasaan, karena mereka tidak mungkin menghargai Tuhan dengan sepenuh hati. Paulus menyadari hal ini, maka ia menganggap segala sesuatu sebagai kerugian bahkan sebagai sampah (scubalon) demi pengenalan akan Tuhan Yesus Kristus. Oleh karena itu, semua prestasi yang dimilikinya dipakai sebagai pupuk agar dapat menghasilkan buah-buah hidup yang melimpah. Sehingga, semua prestasi atau apapun yang kita miliki seharusnya tidak kita anggap sebagai kebanggaan kita, melainkan sebagai sampah atau kotoran yang harus dijadikan pupuk agar pohon kehidupan kita dapat tumbuh dan berbuah lebat.
Oleh karena itu, kita harus menjadikan Tuhan sebagai satu-satunya hasrat dalam diri kita, seperti yang dinyatakan oleh pemazmur dalam Mazmur 42:1: "Seperti rusa yang merindukan sungai yang berair, demikianlah jiwaku merindukan Engkau, ya Allah." Ketika kita merindukan Tuhan, maka kerinduan yang dimiliki oleh pemazmur tersebut harus dihayati dengan sungguh-sungguh dalam segala tindakan, ucapan, dan pikiran kita. Setiap tindakan dan ucapan kita harus dipertimbangkan dengan serius. Bahkan ketika tidak ada seorang pun yang tahu, kita harus tetap menjaga pikiran dan perilaku kita terhadap sesama dengan baik. Inilah yang disebut dengan memikul salib setiap hari. Jika kita melakukannya dengan konsisten, maka setan tidak akan dapat menggoda kita dengan berbagai macam kesenangan, karena setan sangat takut dengan salib. Amin.
02 April 2023
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
02 April 2023
Saudaraku,
Selama seseorang masih mengharapkan ada sesuatu yang dapat mendatangkan kepuasan di dalam dirinya dari sumber di luar Tuhan Yesus, maka ia tidak mungkin bisa bersekutu dengan Tuhan Yesus secara ideal. Dalam Yohanes 14:33, Tuhan Yesus berkata, ‘Jika tidak melepaskan diri dari segala milik, maka tidak dapat menjadi muridKu,’ artinya jika masih terikat dalam hal-hal materi, maka tidak bisa menjadi murid Tuhan Yesus. Karena di mata Tuhan Yesus, dunia tidak ada nilainya sama sekali, oleh karena itu kita pun harus memiliki cara pandang seperti Tuhan Yesus. Jika pun kita memiliki harta dunia, maka harta yang Tuhan percayakan tersebut harus dipergunakan untuk menjadi pupuk supaya dapat menumbuhkan banyak buah, seperti yang dikatakan oleh Paulus dalam Filipi 3:8: ‘malahan segala sesuatu ku anggap rugi karena pengenalan akan Kristus Yesus Tuhanku lebih mulia daripada semuanya itu dan menganggapnya sampah supaya aku memperoleh Kristus.’ Sampah = skubalon, artinya kotoran manusia, dimana dapat berguna untuk menjadi pupuk dan menyuburkan pekerjaan Tuhan demi kepentinganNya. Disinilah kita mengerti bahwa sebagai orang percaya kita dipanggil untuk menjauhkan diri dari keinginan duniawi yaitu segala keinginan yang bertendensi untuk kepuasan diri sendiri. Inilah keadaan manusia yang berkodrat dosa dan orang yang masih hidup dalam kodrat dosa pasti akan melukai sesamanya. Oleh karena itu keselamatan dalam Yesus Kristus bermaksud untuk membawa orang keluar dari keadaan tersebut.
Jika seseorang masih memiliki nurani yang baik, maka dia pasti bisa merasakan kekosongan atau kehausan yang kudus. Namun, jika nurani seseorang rusak, maka dia tidak akan bisa merasakan kehausan yang kudus tersebut. Jika seseorang masih ingin mengganti Tuhan dengan kehadiran-Nya dan persekutuan dengan diri-Nya dengan yang lain, maka dia akan dimiliki oleh dunia ini. Karena siapa yang mengisi rongga kosong dalam jiwamu dialah yang memiliki hasratmu. Ketika Yesus dibawa ke atas gunung dan ditunjukkan kepadanya kemuliaan kekayaan dunia dan mengingininya, maka sama dengan menyembah iblis. Jika hidup diisi dengan kesenangan-kesenangan dunia, maka tidak akan memiliki kehausan yang kudus dan sampai titik tertentu tidak mungkin bisa digarap oleh Tuhan. Sebenarnya inilah harga mahal dan jalan sulit untuk ikut Tuhan Yesus, tetapi justru selama ini dikesankan ikut Tuhan Yesus adalah jalan yang mudah. Jadi betapa berharganya kesempatan seseorang yang masih bisa memiliki kehausan yang kudus, karena jika tidak, maka tidak mungkin bisa digarap oleh Tuhan, karena cita-rasa jiwanya sudah terpasung oleh kenikmatan dunia. Orang-orang seperti inilah yang disebut menjadikan dirinya sebagai musuh Allah, sehingga bukan tanpa alasan jika Alkitab menyatakan bahwa roh yang ditempatkan di dalam diri kita diingini-Nya dengan cemburu, artinya Tuhan memiliki keberhakan atas roh yang diberikan kepada kita dan Tuhan menginginkan agar roh yang diberikan kepada kita dalam keadaan baik sehingga dapat pulang ke surga (Yakobus 4:5). Jika kita perhatikan ayat 1-4 memberi gambaran orang-orang yang hidup dalam percintaan dunia dan mengingininya, maka dibawa oleh sesuatu yang lain selain Tuhan. Oleh karena itu percintaan dunia membuat seseorang mengalami permusuhan dengan Allah. Jadi betapa luar biasa nya kebenaran ini, tetapi juga betapa beratnya untuk dipraktekan. Tetapi bagi orang yang sungguh-sungguh merindukan Tuhan, maka ia tidak akan mengikatkan hatinya pada sesuatu yang lain di luar Tuhan. Sesungguhnya inilah Injil atau kabar baik itu, yaitu jalan untuk menemukan Tuhan yang benar itu.
26 Maret 2023
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
26 Maret 2023
Saudaraku,
Tuhan menaruh rongga kosong dalam diri manusia, sehingga manusia "disandera" oleh Allah. Artinya, manusia selamanya memiliki kehausan hanya kepada Allah, bukan kepada yang lain. Hanya ketika manusia memiliki kehausan kepada Allah, maka hidup yang dijalani akan aman. Namun, jika kehausan tersebut diisi dengan yang lain, maka manusia akan terancam memberontak terhadap Tuhan.
Seandainya Adam dan Hawa tetap berprinsip mengikuti nasehat Tuhan dan menjadikan Tuhan segalanya dalam hidup mereka, maka mereka tidak akan memberi peluang bagi yang lain masuk ke dalam diri mereka. Namun, ketika manusia mengisi rongga kosong tersebut dengan yang lain, maka manusia gagal mencapai segambar dan serupa dengan Allah. Masalahnya adalah kita sudah mengisi banyak yang lain dalam diri kita. Jika kita memperhatikan kisah kejatuhan manusia ke dalam dosa, maka kita dapat melihat proses dan langkah-langkah kejatuhan tersebut.
Dalam Kejadian 3:6 dikatakan bahwa perempuan itu melihat bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya. Lagi pula, pohon itu menarik hati karena memberi pengertian, lalu ia mengambil buah tersebut. Jadi, kita melihat bahwa masih ada sesuatu yang kurang dan menarik hatinya, berarti ada ruangan atau rongga kosong dalam dirinya yang bisa diisi dengan yang lain. Setelah manusia mengisi dirinya dengan sesuatu yang lain dan berharap memperoleh sesuatu yang lebih lengkap, karena dengan memakan buah tersebut mereka akan menjadi seperti Allah, maka keadaan tersebut membuat keadaan manusia menjadi lebih buruk. Keadaan ini disebut dalam Roma 3:23 bahwa manusia telah kehilangan kemuliaan Allah.
Dari hal ini kita dapat memperoleh kebenaran bahwa sesuatu yang lain yang bukan dari Allah membuat manusia tidak dapat menikmati kenyamanan yang ideal sesuai dengan rancangan Allah yang semula. Ketika manusia mendengar bunyi langkah Tuhan, maka manusia bersembunyi. Bukan Tuhan yang tidak mau bersekutu dengan manusia, tapi manusia itu sendiri yang tidak sanggup bersekutu dengan Tuhan. Keadaan ini membuat manusia dan keturunannya mulai bergerak mencari sesuatu yang bisa menjawab kebutuhan dirinya seperti ketenangan, dan iblis mengambil untung dari keadaan tersebut dengan menyediakan keinginan manusia yang sudah jatuh dalam dosa.
Jadi, dari kejatuhan manusia tersebut, kita dapat menemukan kehausan dalam diri manusia yang seharusnya diisi oleh Tuhan, namun kenyataannya diisi oleh hal-hal yang lain. Untuk mengisi kekosongan tersebut dengan Allah, diperlukan waktu dan perjuangan. Jika di antara kita masih bingung ketika kebenaran seperti ini diajarkan, maka perlu waktu untuk terus-menerus diisi dengan kebenaran karena pikiran kita sudah rusak, diisi dengan kebenaran palsu yang selama ini diajarkan oleh orang-orang yang berbicara atas nama Tuhan, namun hanya untuk menyenangkan telinga. Akibatnya, manusia tidak bisa bersekutu secara ideal dengan Tuhan, sehingga banyak orang Kristen memiliki kualitas moral yang tidak berbeda dengan orang yang tidak mengenal Tuhan bahkan lebih buruk, padahal jika menjadi Kristen, harus berjuang menjadi semakin serupa dengan Kristus. Amin.
19 Maret 2023
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
19 Maret 2023
Saudaraku,
Banyak orang mencari ketenangan, yang menunjukkan keadaan di mana seseorang dapat mencapai apa yang dianggap sebagai sarana untuk memberikan kesenangan atau kebahagiaan. Ketenangan juga merujuk pada keadaan di mana seseorang tidak mengalami masalah atau masalah yang dapat mengganggu kesenangan atau kebahagiaan mereka. Dengan memiliki cara berpikir seperti ini, maka seseorang cenderung menganggap bahwa masalah hidup adalah musibah atau sesuatu yang negatif dan seperti duri yang menyakitkan.
Padahal, dalam kehidupan orang percaya, apapun keadaan yang dialami, apapun masalah dan persoalan yang menimpa hidup kita, semua keadaan tersebut dapat menjadi sarana Tuhan untuk mengubah kita. Jadi, jika seseorang masih mencari ketenangan versi dunia, maka dia tidak mungkin diubah oleh Tuhan. Ketenangan adalah keadaan di mana seseorang dapat meraih apa yang diinginkan hatinya. Jika apa yang diinginkan terwujud, maka ia akan merasa puas. Selama belum mencapai kepuasan, maka ia tidak akan merasa tenang. Jadi, dengan mencapai apa yang diharapkan dan merasa tidak kekurangan, maka ia akan merasa puas dan itulah ketenangan yang telah di goreskan di dalam hidup semua orang dan menjadi bagian integral yang tidak terpisahkan.
Sebenarnya, manusia tidak pernah merasa puas karena sebagai arsitek jiwa, Tuhan telah menaruh sebuah rongga kosong di dalam diri manusia yang menciptakan kehausan dalam dirinya. Manusia selalu merasa kehausan, sehingga harus terus bergerak untuk mengisi kehausan tersebut. Namun, bagaimana manusia mengisi kehausan tersebut? Tentu saja manusia dirancang untuk memiliki kehausan yang kudus dan kehausan yang kudus adalah kehausan terhadap Tuhan secara terus-menerus yang tidak akan pernah bisa berhenti. Idealnya, rongga kosong tersebut hanya bisa diisi oleh Tuhan sehingga manusia hanya bisa menjalani hidup dalam persekutuan yang intim dengan Tuhan. Sebenarnya, dengan menaruh rongga kosong yang hanya bisa diisi oleh Tuhan tersebut, Tuhan ingin mencegah manusia terjebak dalam tipu daya dosa dan kesenangan dunia. Oleh karena itu, rongga kosong tersebut adalah kunci keselamatan bagi manusia dari sang arsitek agung, tetapi juga menjadi laknat bagi manusia jika tidak memahami jalannya. Sebenarnya manusia disandera dengan keadaan ini demi kebaikannya sendiri.
Oleh karena itu, jika rongga kosong tersebut diisi oleh Tuhan, maka kehidupan akan terjamin, tetapi jika diisi oleh yang lain, maka akan mengakibatkan kebinasaan. Oleh karena itu, manusia harus hidup dalam penurutan terhadap kehendak Tuhan, karena ketenangan manusia hanya ditentukan oleh kepuasannya dalam Tuhan. Jika Tuhan melakukan hal tersebut, itu karena Tuhan memiliki hidup kita dan bentuk kasih Tuhan terhadap kita.
12 Maret 2023
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
12 Maret 2023
Saudaraku,
Hidup yang kita jalani ini bertujuan untuk menemukan Tuhan, sehingga kita dapat mengetahui kehendak-Nya dan berjuang untuk melakukannya. Dengan demikian, kita dapat memiliki interaksi yang harmonis dengan-Nya. Namun, seseorang yang masih terikat pada hal-hal duniawi dan memiliki watak buruk, sulit untuk mencapai hubungan yang harmonis dengan Tuhan. Oleh karena itu, jika kita sungguh-sungguh ingin mengalami Tuhan, maka kita harus berusaha menjalani hidup dengan benar. Pikiran kita tidak boleh hanya tertuju pada hal-hal dunia, terlebih lagi hal-hal najis dan kotor, karena Tuhan tidak tertarik dengan hal-hal semacam itu dan tidak dapat tinggal dalam orang yang hidupnya masih kotor.
Namun, kesempatan untuk menemukan dan berinteraksi dengan Tuhan sangat terbatas. Tuhan membatasi kesempatan itu dengan ketat, dan kesempatan itu hanya terjadi sekali selama usia kita di dunia. Oleh karena itu, jika kita masih memiliki kesempatan untuk mengalami Tuhan melalui belajar Firman Tuhan dan doa pribadi, kita harus memanfaatkan kesempatan tersebut sebaik-baiknya. Doa pribadi dan belajar kebenaran dengan tekun akan menjadi bekal bagi kita untuk melihat didikan dan pembentukan Tuhan di balik setiap peristiwa yang kita alami. Jika kita terus melakukan hal ini, maka kita akan memiliki pengenalan yang lebih baik tentang Tuhan dan karakter kita akan berubah menjadi seperti yang diinginkan-Nya.
Kita tidak boleh puas dengan pengalaman rohani yang sudah kita miliki saat ini, karena setiap peristiwa mengandung pembentukan Tuhan untuk mengubah karakter kita yang masih buruk. Kita harus jujur mengakui bahwa ada banyak karakter buruk yang harus kita perbaiki, dan Tuhan akan memakai peristiwa-peristiwa yang kita alami untuk "membereskan" setiap karakter kita yang masih buruk. Oleh karena itu, kita tidak boleh puas dengan pengalaman berjalan bersama Tuhan yang sudah kita miliki atau pengertian kita mengenai kebenaran, karena itu belum cukup untuk menyongsong hari esok yang penuh dengan berbagai masalah yang bisa muncul setiap saat.
Kita harus memiliki rasa haus akan Tuhan, karena hanya dengan cara ini karakter kita akan semakin diubahkan oleh Tuhan. Rasa haus akan Tuhan juga berbanding lurus dengan kualitas karakter kita yang semakin bertumbuh serupa dengan Tuhan Yesus. Oleh karena itu, kita harus belajar untuk memperhatikan dengan seksama bagaimana kita menjalani hidup ini. Hal ini sama seperti seorang anak yang sedang mengikuti tes; setelah mengerjakan soal-soal, ia akan memeriksa kembali jawaban yang sudah dikerjakan, siapa tahu ada yang salah atau kurang tepat. Inilah ciri orang yang memperhatikan bagaimana ia menjalani hidup. Jika kita tidak mau membiasakan diri untuk berjuang memeriksa diri sendiri, maka tidak mungkin kita bisa bertumbuh menjadi manusia yang berkualitas. Orang yang tidak bertumbuh dan memiliki karakter yang makin berkualitas tidak mungkin bisa memiliki hati yang haus dan lapar akan Tuhan.
Pikiran dan perasaan kita merupakan modal yang memungkinkan kita memiliki kodrat ilahi. Dengan pikiran dan perasaan yang tepat, manusia dapat mengembangkan penemuan-penemuan spektakuler seperti roda, kendaraan, kapal, pesawat, dan sebagainya. Begitu pula dalam membangun kodrat ilahi, kita harus melalui proses perkembangan yang membawa kita ke kekekalan. Jika kita berjuang untuk hidup sesuai dengan kehendak Tuhan, maka kita akan menjadi manusia yang berkualitas tinggi. Hanya orang-orang yang berjuang untuk menjadi manusia yang berkualitas tinggi yang memiliki karakter semakin serupa dengan Kristus yang layak bersama-sama dengan Tuhan Yesus di kehidupan kekal. Betapa luar biasa jika kita bisa memiliki hidup kekal bersama dengan Tuhan.
Manusia diberi kesempatan yang tidak terbatas untuk bergaul dengan Tuhan melalui renungan keagamaan-Nya. Kita bisa meminta sebanyak-banyaknya dari Tuhan untuk mendapatkan berkat rohani melalui pergaulan dengan-Nya. Namun, yang dimaksud Tuhan dengan "minta dan cari" adalah hal-hal yang bersifat kerohanian dan tidak fana. Jika kita meminta agar kehidupan rohani kita semakin bertumbuh, maka Tuhan pasti akan memberikan apa yang kita butuhkan, karena hanya ketika kehidupan rohani kita bertumbuh, kita akan menikmati hidup kekal bersama Tuhan.
Dengan memahami kebenaran, kita semakin menyadari bahwa sebelumnya kita belum benar-benar memiliki pengalaman yang maksimal dalam menjalani hidup bersama Tuhan. Jika pikiran kita terus dibangun dan dipandu oleh kebenaran, maka kita akan semakin berubah menjadi seperti yang Tuhan inginkan. Perubahan harus terus terjadi dalam hidup orang percaya, hingga rupa Kristus semakin nyata melalui kehidupan kita. Melalui berbagai peristiwa dan pengalaman hidup yang kita alami, Tuhan terus membentuk kita hingga menjadi indah dalam pandangan-Nya.
Namun, selama proses pembentukan tersebut, kita juga akan mengalami dosa yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Jenis dosa ini hanya dapat diketahui oleh Tuhan. Jika kita tetap memberikan diri kita kepada-Nya, maka suatu saat kita akan dengan tulus bersyukur untuk setiap keadaan yang kita alami, bahkan keadaan yang sulit dan berat sekalipun. Amin.
05 Maret 2023
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
05 Maret 2023
Saudaraku,
Untuk mengalami perubahan karakter yang lebih baik, kita harus berani mendesak Tuhan untuk mendapatkan pengalaman dan pembelajaran dari-Nya. Hal ini dapat dimulai dengan berdoa dan mencari wajah Tuhan setiap hari, meskipun pada awalnya mungkin terasa berat. Jika kita tidak sanggup untuk membangun waktu doa secara pribadi, maka kita tidak akan memiliki keinginan yang kuat untuk dimuridkan oleh Tuhan dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagai contoh, dalam cerita silat, seorang yang ingin berguru kepada seorang guru akan berdiri menunggu di depan pintu gerbang selama berhari-hari, bahkan harus kehujanan dan kepanasan, karena ingin diterima sebagai murid. Mengapa kita tidak bersikap sama ketika ingin dipimpin oleh Tuhan? Jika kita benar-benar ingin mengenal Tuhan lebih dalam melalui pengalaman pribadi dan pemahaman akan kebenaran yang Dia ajarkan, maka Tuhan pasti akan membuka pintu yang lebar bagi kita. Seperti yang dikatakan oleh Paulus dalam Filipi 3:7-10, kita harus rela mengorbankan segala sesuatu demi mengenal Kristus dan mengalami kuasa kebangkitan-Nya.
Ketika kita bertahan dalam doa dan menyembah Tuhan, meskipun terasa seperti Tuhan tidak hadir, kita akan merasakan buah ketekunan kita ketika menghadapi berbagai tantangan, tekanan, dan godaan. Ketekunan kita dalam membangun mezbah doa pribadi memberi kekuatan bagi kita dalam menghadapi masalah yang muncul. Jika kita terus mengikuti keinginan dunia, kita mungkin tidak akan meraihnya, namun jika kita sungguh-sungguh mencari Tuhan, Dia pasti akan menemukan kita. Kita harus sadar bahwa hanya Tuhan yang mampu membantu kita dalam hidup ini. Oleh karena itu, kita perlu menghayati dan mempraktekkan bahwa Tuhan adalah satu-satunya kebutuhan kita selama hidup di dunia ini. Ketika kita mendesak Tuhan, bukan untuk memenuhi keinginan kita, melainkan untuk memenuhi kehausan kita akan Dia sendiri.
Mendesak Tuhan artinya memberikan segala pikiran, waktu, dan tenaga kita untuk dapat mengalami Tuhan. Jika kita tidak mencari Tuhan dengan tekun, kita tidak akan dapat menemukan Tuhan dalam setiap peristiwa hidup yang kita alami.
Seringkali orang bisa sukses karena kerja keras, seperti bangun pagi, bekerja keras, dan mendapatkan penghasilan. Analogi ini sama dengan ketika kita benar-benar ingin mencari Tuhan, kita perlu menyediakan waktu untuk bertemu dan mencari Tuhan baik dalam doa pribadi maupun mempelajari kebenaran.
Dengan tekun belajar kebenaran, pasti ada kebenaran yang akan kita terima dari Tuhan. Begitu juga, ketika kita dengan tekun mencari wajah Tuhan dalam doa setiap hari, kita akan melihat didikan dan ajaran Tuhan melalui setiap peristiwa yang terjadi dalam kehidupan kita.
Ketika kita melakukan pembelajaran kebenaran dan membangun mezbah doa secara pribadi dengan penuh ketekunan, kita bisa dengan jeli melihat pembentukan Tuhan melalui pengalaman hidup yang kita alami. Apapun yang terjadi dalam hidup kita bisa menjadi pelajaran rohani, sehingga kita menjadi lebih peka terhadap didikan Tuhan dan berubah menjadi seperti yang Tuhan inginkan. Amin.
26 Februari 2023
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
26 Februari 2023
Saudaraku,
Kita tidak boleh merasa puas dengan pengalaman dengan Tuhan yang meliputi pemahaman dan pengalaman yang selama ini kita pahami dan rasakan. Sehebat apapun pengetahuan kita tentang Tuhan dan pengalaman kita dengan Tuhan, bukanlah modal yang cukup untuk melanjutkan perjalanan hidup bersama Tuhan ke depan. Seiring dengan pergumulan dan persoalan baru yang kita alami, maka kita pun harus membuka diri untuk memiliki pengalaman dan pemahaman yang baru dengan Tuhan. Seharusnya pemimpin ada di depan untuk memiliki pemahaman dan pengalaman dengan Tuhan yang terus baru. Karena jika pemimpin tidak mengalami pembaharuan akan kebenaran dan pengalaman baru berjalan bersama Tuhan, maka komunitas yang dipimpin tidak akan mengalami perubahan hidup menjadi seperti yang Tuhan inginkan, akhirnya kumpulan orang yang dipimpinnya akan menjadi seperti dirinya. Padahal yang Tuhan inginkan adalah baik pemimpin maupun orang-orang yang dipimpin harus berubah menjadi seperti yang Tuhan inginkan.
Kita harus menyadari bahwa ada banyak hal yang harus kita hadapi dan selesaikan di masa yang akan datang. Oleh karena itu, kita harus mengalami kebenaran dan pengalaman pribadi yang lebih banyak lagi dengan Tuhan. Jika kita sungguh-sungguh serius menginginkannya, maka Tuhan yang tidak terbatas akan membuka seluas-luasnya agar kita dapat semakin mengenal pribadi-Nya. Karena Tuhan hanya membuka diri dikenal dan dialami oleh orang-orang yang sungguh-sungguh menginginkan-Nya. Keadaan inilah yang dimaksudkan Tuhan Yesus dalam Matius 5:6 "Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan." Hanya ketika kita memiliki rasa haus dan lapar akan kebenaran, maka Tuhan akan memuaskan kita. Pertanyaannya adalah, apakah kita sudah memiliki hati yang haus dan lapar akan kebenaran atau belum? Jika kita melihat dalam diri kita bahwa kita sebelumnya tidak memiliki rasa haus dan lapar akan kebenaran, ini saatnya kita memaksa diri untuk memiliki pengalaman sebanyak mungkin dalam berjalan bersama Tuhan, sehingga Tuhan menyingkapkan kebenaran-Nya di balik setiap peristiwa yang terjadi dan yang kita alami. Karena pengalaman berjalan bersama Tuhan seperti inilah yang menuntun kita untuk mengalami perubahan menjadi seperti yang Tuhan inginkan.
Jadi, kita tidak boleh puas dengan keadaan kita saat ini karena Tuhan telah menyediakan banyak berkat yang tidak ternilai jika kita mau berjuang untuk meraihnya. Seiring dengan pengalaman yang kita jalani bersama Tuhan, kita akan mampu menghadapi berbagai macam tekanan, tantangan, dan godaan yang dapat menggagalkan kita menjadi pribadi seperti yang Tuhan inginkan.
Kita harus mengerti bahwa Tuhan telah menyediakan berkat-berkat rohani yang tidak ternilai agar kita mampu menghadapi berbagai macam tantangan, baik itu berupa kelemahan yang selama ini mengikat kita, serangan kuasa kegelapan, dan pengaruh yang jahat dari dunia yang gelap ini. Oleh karena itu, jika kita berurusan dengan Tuhan, jangan hanya fokus pada pemenuhan kebutuhan jasmani dan merasa puas bahkan bangga karena berkat-berkat jasmani yang kita terima.
Seperti yang terjadi pada saat gaji kecil naik jadi besar, atau yang awalnya bangkrut jadi tidak bangkrut, atau yang semula sakit bisa sembuh, semuanya bukan berkat kekal atau berkat abadi. Jika kita mengalami masalah keuangan atau sakit dan Tuhan memulihkannya, seharusnya kita dapat menarik pelajaran dari peristiwa tersebut dan belajar untuk membangun recommitment dengan Tuhan sehingga hidup kita berubah.
Ingatlah, Tuhan peduli terhadap masalah-masalah yang kita alami, baik itu berupa masalah ekonomi, kesehatan, dan masalah apapun. Namun, tetap Tuhan jauh lebih peduli dengan karakter dan watak kita karena karakter dan watak kita-lah yang menentukan keberadaan kekal kita.
Jika fokus dan orientasi berpikir kita hanya pada berkat jasmani, maka kita tidak akan sanggup memahami Tuhan. Tuhan menginginkan agar kita alami perubahan karakter supaya kita dapat dilayakkan bersama-sama dengan-Nya dalam kekekalan. Mari kita renungkan bersama: Tuhan memiliki seluruh jagad raya dan alam semesta yang diperintah-Nya dari kekal sampai kekal. Tetap menginginkan kita yang masih berkarakter buruk ini untuk bersama-sama dengan-Nya selamanya. Betapa luar biasanya kesempatan ini. Oleh karena itu, kesempatan yang begitu berharga ini harus kita respon dan satu-satunya respon yang harus kita tunjukkan adalah menjalani hidup seperti yang Tuhan inginkan. Hanya orang yang berjuang menjalani hidup seperti yang Tuhan inginkan yang akan dilayakan untuk bersama-sama dengan-Nya selamanya.
Jika ada di antara kita masih terus bermain-main dengan dosa dan hanya mengejar hal-hal yang bersifat jasmani sehingga tidak fokus pada kekekalan, maka kita tidak menghormati Tuhan yang menawarkan kita untuk hidup bersama dengan-Nya. Orang yang tidak menghargai ajakan Tuhan tidak mungkin bisa mengerti dan memahami didikan Tuhan melalui setiap peristiwa yang terjadi dan yang dialaminya.
Jadi, jika seseorang masih hidup dalam ikatan dosa, apapun bentuk dosa tersebut dan hanya sibuk dengan masalah-masalah yang menyangkut pemenuhan kebutuhan jasmani, maka orang tersebut tidak mungkin bisa mengalami Tuhan dalam kesehariannya. Semakin dalam pengenalan kita dengan Tuhan, ketika keadaan memburuk, kita akan tetap berkata "Tuhan, aku pasrah kepada-Mu apapun yang terjadi". Yang penting, ubahlah hidupku supaya aku memiliki kodrat ilahi sehingga layak untuk bersama-sama dengan-Mu di keabadian. Yang lain boleh Engkau ambil, tetapi yang satu ini jangan lepas dari hidupku, yaitu agar watak dan karakterku berubah supaya aku benar-benar dilayakkan menjadi anak-anak Bapa di surga. Ketika kita mengutamakan hal ini, maka kita sedang meminta Tuhan untuk mengabulkan keinginan kita seperti yang Dia inginkan. Tuhan pasti akan mengabulkannya dan Tuhan juga akan melindungi orang-orang yang kita kasihi. Suatu saat kita pasti akan dikumpulkan bersama-sama di kekekalan. Amin.
19 Februari 2023
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
19 Februari 2023
Saudaraku,
Kalau kita mau jujur sebagian besar kita masih duniawi, tetapi selama masih ada kesempatan untuk melepaskan ikatan ini, maka seharusnya kita gunakan kesempatan ini dengan sebaik-baiknya, karena dengan berjalannya waktu kesempatan kita untuk semakin terlepas dari ikatan duniawi semakin sedikit dan perjuangan kita pun semakin berat, karena jika kita masih berkompromi , maka ikatan tersebut semakin kuat membelenggu sedangkan kita sudah tidak memiliki kekuatan untuk melepaskan diri dari ikatan belenggu dunia. Oleh karena itu tidak heran kalau ada orang yang akan mencibir pengajaran seperti ini, tetapi tidak masalah karena saya pun tidak memaksa dan saya akan terus mengajarkan dan menghidupi dan saya mengajak orang-orang yang bersedia untuk berjuang bersama-sama dengan saya. Agar bisa lebih efektif untuk berjuang supaya terlepas dari belenggu duniawi. Saya membayangkan bahwa saya tidak memiliki waktu lagi, seolah-olah hari ini adalah hari terakhir dan kesempatan yang saya miliki untuk berdamai dengan Allah adalah kesempatan terakhir . Jadi ketika saya datang kepada Tuhan dalam jam-jam doa, maka saya serius membereskan yang masih belum beres di dalam diri saya dan juga membayangkan bahwa Bapa bisa menerima saya.
Mungkin ini dianggap berlebihan tetapi saya memilih di jalur ini, karena saya tahu yang pertama, betapa tidak mudahnya untuk terlepas dari ikatan-ikatan duniawi dan yang kedua, saya harus meyakinkan diri saya sendiri, jika sewaktu-waktu saya pergi untuk selamanya, maka saya dalam keadaan sudah berdamai dengan Tuhan. Jadi sekarang ini kita harus memutuskan untuk berubah dan melepaskan semua ikatan serta belenggu dosa, karena bisa jadi kesempatan yang kita miliki untuk berdamai dengan Tuhan adalah kesempatan yang terakhir.
Jadi tidak bisa hanya berkata setuju dengan salib, tetapi apakah kita hidup sesuai dengan maksud salib diadakan. Ingat salib diadakan bukan untuk membuat kita baik, karena seseorang bisa baik tanpa Tuhan Yesus tetapi supaya kita bisa memiliki kehidupan yang sempurna seperti yang dijalani oleh Tuhan Yesus. Kita butuh anugerah dari Tuhan dan juga kita harus berjuang hidup sesuai dengan maksud diadakannya salib.
Masalahnya banyak orang berpikir karena Tuhan Yesus sudah menang dan bangkit dari maut maka kemenangan Tuhan Yesus juga otomatis menjadi kemenangannya. Padahal kemenangan Tuhan Yesus memberi teladan, bahwa kalau Dia yang adalah 100 persen manusia bisa hidup kudus, maka kalau kita mengikuti jejakNya, kita pun bisa meraih kemenangan yang sama dengan kemenangan yang sudah diraih oleh Tuhan Yesus.
Jadi kemenangan Yesus juga memberi potensi untuk kita meraih kemenangan yang sama, maka Dia memberi fasilitas, yaitu Injil dan Roh Kudus, serta penggarapan dalam segala peristiwa. Jadi orang harus merespon dengan baik, karena jika tidak merespon dengan baik, maka tidak mungkin bisa. Fasilitas-fasilitas tersebut memampukan kita untuk menjadi sekutu salib Kristus, artinya manusia lama kita ikut disalibkan bersama Kristus, sehingga manusia baru kita dibangkitkan.
Filipi 3:20-21 “karena kewargaan kita adalah didalam surga dan dari situ juga kita menantikan Tuhan Yesus Kristus sebagai juruselamat, yang akan mengubah tubuh kita yang hina ini, sehingga serupa dengan tubuhnya yang mulia, menurut kuasaNya yang dapat menaklukan segala sesuatu kepada diriNya”. “Karena kewargaan kita ada di dalam surga ”. Sebelum kita mati bagi dunia, maka kita belum sah sebagai anggota keluarga kerajaan Allah.
Tidak sedikit orang Kristen yang masih belum mati bagi dunia. tetapi jika saudara masih bisa mendengar dan menerima penjelasan ini, itu berarti saudara masih memiliki kesempatan untuk diubahkan. Amin.
12 Februari 2023
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
12 Februari 2023
Saudaraku,
Filipi 3:17-20,“Saudara-saudara, ikutilah teladanku dan perhatikanlah mereka, yang hidup sama seperti kami yang menjadi teladanmu”. Kalau kita benar-benar memperhatikan perjuangan hidup Paulus, dimana ia berjuang dengan ekstrem untuk mempertahankan integritasnya sebagai anak Tuhan atau pelayan Tuhan yang baik. Maka adalah wajar kalau dia berani berkata: “ikuti teladanku”. Jadi pernyataan tersebut tidak sembarangan, karena oleh hikmat Roh Kudus, dia mau mengatakan bahwa kamu semua bisa seperti aku. Sebagai contoh; Ade Rai sebagai binaraga yang memiliki tubuh kekar dan berotot bisa berkata “siapapun bisa menjadi seperti aku (kekar dan berotot) kalau mau ikut pola diet yang aku lakukan”. Kehidupan rohani yang luar biasa yang dijalani oleh Paulus bukan karena ia memiliki karunia khusus, tetap karena ia berjuang sedemikian rupa dan oleh pertolongan Roh Kudus, maka ia bisa memiliki kehidupan rohani yang luar biasa. Jadi setiap orang percaya bisa menjalani hidup benar seperti yang dijalani oleh paulus dan menjadi teladan bagi orang percaya yang lain kalau mau membangun kehidupan rohani dengan disiplin.
Percayalah suatu hari ketika kita mati, jika saudara tidak mengisi hari hidup dengan baik dan saudara melihat waktu hidup yang singkat yang telah dijalani, maka saudara pasti menyesal. Sebagaimana yang selalu saya katakan, di tahta pengadilan Kristus nanti hanya ada satu ekspresi yang paling dominan yaitu “penyesalan”, karena banyak orang baru sadar bahwa mereka telah menyia-nyiakan waktu hidup hanya untuk kesenangan sendiri dan hal-hal yang tidak pernah membangun kerohanian yang baik. Dan saya bayangkan situasi pada waktu itu pasti banyak orang berkata, “Tuhan kembalikan aku ke dunia lagi biar cuma sebentar, meskipun aku harus menderita hebat aku bersedia untuk menjalaninya”, tetapi kita juga tahu bahwa Tuhan akan katakan sudah terlambat.
Sebagai gembala saudara, maka saya harus memacu diri saya untuk lebih sungguh-sungguh, karena saya memberi makanan rohani kepada saudara, jika saya tidak sungguh-sungguh ngotot membangun kehidupan rohani yang makin serius, maka saya tidak bisa memberi makanan rohani yang menantang saudara untuk berubah. Apalagi setiap hari minggu dan setiap hari kamis saya harus sampaikan kebenaran di hadapan orang yang sama. Makin lama Firman Tuhan yang saya sampaikan harus makin kuat, kalau tidak, maka tidak akan bisa merubah hidup.
Tidak banyak orang yang berani berjuang all out, karena masih terikat dengan kehidupan duniawinya. Dalam Filipi 3:18-19 Paulus menulis: “karena seperti yang setiap kali kukatakan kepadamu dan yang kunyatakan pula sekarang sambil menangis, banyak orang yang hidup sebagai seteru salib Kristus. Kesudahan mereka adalah kebinasaan . Tuhan mereka ialah perut saudara, kemuliaan mereka adalah aib saudara, pikiran mereka semata-mata tertuju kepada perkara duniawi”, pernyataan ini bisa ditujukan kepada orang-orang di luar gereja tetapi juga bisa ditujukan kepada orang-orang Kristen yang hidup pada zaman itu.
Dengan melihat kehidupan yang dijalani oleh orang-orang Kristen tersebut, membuat Paulus sampai mencucurkan air mata, karena ia melihat meskipun mereka adalah orang Kristen, tetap kelakuan mereka tidak menunjukan bahwa mereka adalah pengikut Tuhan Yesus yang tidak beda dengan orang dunia bahkan lebih buruk. Melalui kehidupan yang mereka jalani justru menunjukan bahwa mereka adalah seteru salib Kristus. Beberapa tahun yang lalu saya pun ada dalam pola hidup seperti ini yaitu merasa rohani, tetapi sekarang saya sedang berjuang untuk meninggalkan ikatan duniawi, maka saya harus keras terhadap diri saya sendiri dan tidak boleh kompromi dengan hal-hal yang membuat saya tidak bisa mengerjakan keselamatan dengan takut dan gentar dan saya pun mengajak saudara masuk dalam proses perjuangan ini bersama-sama saya.
Ketika kita semakin berani menanggalkan perkara-perkara duniawi, maka kita akan mengalami pimpinan Tuhan sehingga kita akan semakin mengerti yang dimaksud dengan tidak duniawi dan kita semakin teguh untuk menjalani sisa hidup ini hanya untuk menjadi sekutu salib Kristus. Untuk mengalami perubahan dari terbiasa menjalani hidup menjadi seteru salib kepada sekutu salib sangatlah tidak mudah, harus sungguh-sungguh serius diperjuangkan melebihi apapun juga yaitu dengan seluruh hidup, Amin.
05 Februari 2023
Surat Gembala
Pdt. Ronny Runtukahu M.Th
05 Februari 2023
Saudaraku,
Tujuan kita dijadikan umat pilihan adalah untuk menggenapi rencana Allah. kalau bangsa Israel dipilih untuk menggenapi rencana Allah dalam menyimpan warisan pengenalan akan Allah dan untuk mempersiapkan kedatangan Mesias, sebagaimana janji Elohim Yahweh kepada Abraham bahwa dari keturunannya yaitu dari Ishak, Yakub akan lahir penyelamat yang menyelamatkan dunia. Tetapi bagi kita umat pilihan yang hidup di zaman Perjanjian Baru bertugas untuk menunjukan bagaimana Allah yang benar itu. Kalau orang Yahudi cukup menunjukan siapa Allah yang benar (karena pada waktu itu ada banyak ilah yang diakui sebagai allah) , tetepi orang percaya saat ini bertugas untuk menunjukan bagaimana Allah yang benar itu, yaitu melalui sikap atau kelakuan. Jadi kalau ada pertanyaan buktikan bahwa Allah itu ada, maka jawabannya adalah Israel, karena melalui apa yang terjadi dengan bangsa tersebut membuktikan bahwa Allah itu ada. Tetapi kalau ditanya dan buktikan bahwa Allah yang benar, maka jawabannya adalah “kita”, dimana melalui kelakuan kita menunjukan siapa Allah yang kita sembah. Tuhan Yesus berkata Matius 5:20: jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar daripada hidup keagamaan ahli ahli taurat dan orang-orang farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk kedalam Kerajaan sorga. Hidup keagamaan bahasa aslinya Dikaiosunen, artinya kebenaran yang bertalian dengan kelakuan.
Sesungguhnya standar inilah yang harus dikenakan oleh setiap orang percaya supaya dapat menjadi berkat bagi dunia sekitar dan di layakan untuk bersama-sama dengan Tuhan Yesus di keabadian. Ketika bangsa Israel cenderung menjalani hidup dengan sesuka hati dan cenderung memberontak kepada Allah, maka meskipun mereka sudah menerima janji untuk masuk Kanaan mereka juga harus alami kebinasaan di padang gurun. Sebenarnya apa yang terjadi dengan bangsa Israel menjadi contoh bagi kita agar tidak mengulangi kesalahan yang sama. Bangsa Israel tidak bisa memasuki Kanaan karena hidup dalam ketidaktaatan dan memberontak kepada Allah, maka kita yang hidup di zaman Perjanjian Baru pun kalau tidak menjalani hidup seperti yang Tuhan inginkan, maka kita pun tidak akan mewarisi Kerajaan sorga bersama-sama dengan Tuhan Yesus.
Jadi kita ini umat pilihan yang disebut sebagai Israel rohani dan bedanya dengan Israel jasmani adalah mereka keturunan secara darah dan daging Abraham, fokusnya kepada dunia yaitu kelimpahan susu dan madu, sedangkan kita fokusnya sama sekali tidak kepada dunia ini tetap Langit baru dan bumi yang baru yang telah Tuhan sediakan. Jadi standar hidup yang harus kita jalani haruslah standar hidupnya Tuhan Yesus. Inilah yang tidak disukai oleh banyak orang Kristen, karena kalau mengenakan standar hidup Tuhan Yesus, maka seluruh hidup “habis” tersita hanya untuk menjalani hidup seperti Tuhan Yesus.
Perhatian umat Perjanjian Lama jelas kepada kehidupan jasmani seperti susu dan madu karena tidak ada role model yang bisa mereka teladani, tetapi sejak kedatangan Tuhan Yesus, maka umat Perjanjian Baru harus meneladani hidup yang dijalani Tuhan Yesus yang sepanjang hidupnya hanyalah untuk melakukan kehendak Bapa dan menyelesaikannya. Oleh karena itu fokus hidup kita haruslah tertuju pada perkara-perkara yang diatas, sebagaimana yang dikatakan dalam Kolose 3:1-3 pikirkan perkara yang diatas bukan yang di bumi. Bahkan dengan tegas Tuhan Yesus berkata , “kumpulkan harta di sorga bukan di bumi”. Jadi ayat-ayat yang mengatakan tentang kekayaan bangsa-bangsa, mengembang ke kanan ke kiri, Tuhan akan berperang ganti kamu, doa Yabes dan berkat jasmani yang berlimpah semua itu tidak pernah dijanjikan oleh Tuhan Yesus kepada umat Perjanjian Baru. Jadi kalau ayat-ayat ini di artikan rohani, maka hal itu sama dengan memaksa dan memperkosa ayat Firman Tuhan, karena konteksnya bukan rohani. Kita tidak perlu mengucapkan doa Yabes supaya diberkati, tetapi kita mengucapkan doa Bapa kami yang diajarkan secara langsung oleh Tuhan Yesus supaya hidup kita makin berkualitas . Kalau orang Yahudi mengagumi kelimpahan tanah Kanaan, tetapi kita tidak perlu kagum dengan berkat-berkat jasmani tersebut. Lihat orang-orang Yahudi ini adalah bangsa budak, mereka hidup dalam perbudakan Mesir selama 430 tahun dan ketika mereka melihat tanah Kanaan yang begitu subur, maka hal itu seperti sorga.
Mereka adalah budak yang primitif, keras kepala dan harus dididik dalam waktu panjang selama 40 tahun di padang gurun. Tetapi kita orang percaya zaman sekarang dididik supaya menjadi bangsawan sorgawi, dimana polanya adalah seperti yang ditunjukan oleh Tuhan Yesus Kristus sendiri, itulah sebabnya kita sadar bahwa kita perlu memberi diri untuk dididik dan dibentuk oleh Tuhan supaya dapat menjadi bangsawan sorgawi. Amin